"Pemberian pelayanan perawatan dan rehabilitasi bagi pengguna narkotika merupakan hak dasar atas kesehatan yang harus dipenuhi, sama seperti pelayanan kesehatan lainnya yang diberlakukan bagi kelompok masyarakat lainnya," ujarnya.
Pengajar HAM FH Unika Atmajaya Asmin Fransiska menambahkan, kebijakan narkotika yang akuntabel juga perlu terwujud.
Implementasi kebijakan tersebut idealnya secara rutin dievauasi dan dikembangkan demi kepentingan banyak pihak, terutama mereka yang terdampak peredaran narkotika ilegal.
"Kita dapat berkaca pada apa yang dilakukan oleh banyak negara yang telah memulai reformasi kebijakan narkotika dengan riset yang objektif berdasarkan ilmu pengetahuan serta bertujuan mengurangi dampak kesehatan dan bukan semata-mata menghukum," katanya.
Buku 'Anomali Kebijakan Narkotika'
Indonesia bersama negara-negara lain di seluruh dunia akan memperingati Hari Internasional Melawan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Obat atau Hari Anti Narkotika Internasional pada 26 Juni 2019.
Peringatan tersebut menjadi pengingat bagi semua orang bahwa pada tahun ini Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah diimplementasi selama sepuluh tahun di Indonesia.
Atas hal itu, Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) menggagas buku 'Anomali Kebijakan Narkotika' sebagai sebuah sumbangsih pada diskursus mengenai perkembangan kebijakan narkotika ke depan.
Baca: Deepika Padukone Dilirik Sutradara untuk Film Imali Usai Kangana Ranaut Mengundurkan Diri
Baca: Terungkap 3 Guru SMP di Banten Cabuli 3 Siswi Bersamaan di Ruang Komputer
Baca: Jadwal Lengkap MotoGP Assen 2019, Live Streaming di Trans7 Minggu Depan
Baca: Ulat Bulu Serang Sentra Bunga Kenanga di Pasuruan
Pengajar hukum acara pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan mengatakan, gagasan mereka dikumpulkan agar memudahkan bagi para pemangku kepentingan dalam mencari dan menggunakan rujukan dalam mengatur kebijakan narkotika.
“Beberapa tulisan berkualitas dalam buku ini menawarkan perspektif alternatif selain pendekatan punitif yang perlahan dikritisi dan ditinggalkan banyak negara,” ujar Choky di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Sementara, Koordinator Nasional PKNI Samsu Budiman mengingatkan pentingnya membangun narasi yang humanis untuk kebijakan narkotika.
Menurutnya, pemerintah harusnya lebih manusiawi dalam membuat kebijakan terkait narkotika, tidak serta merta memandang supply and demand saja karena banyak faktor yang menyebabkan manusia terjerumus dengan narkotika.
“Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan melalui satu cara pendekatan saja, namun harus dilakukan melalui pendekatan secara komprehensif, baik secara sosiologis, psikologi dan hukum,” katanya.
Koordinator Monitoring dan Evaluasi Rumah Cemara Arif Rachman Iryawan meluruskan tentang bagaimana demand reduction seharusnya dipahami.