Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum paslon Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra pernah mengatakan terbuka peluang untuk membawa salah satu saksi kubu Prabowo-Sandiaga ke ranah pidana karena dinilai memberikan kesaksian palsu.
Menanggapi hal tersebut Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto atau akrab disapa BW mengaku belum berpikir untuk melakukan balasan dengan mempidanakan saksi dari 01 lantaran masih fokus pada proses hukum di Mahkamah Konstitusi atau MK.
Baca: Menanti Putusan Sengketa Pilpres, Hakim Konstitusi Gelar RPH Hingga Sikap Tim Hukum 01 dan 02
“Setidaknya kami belum berpikir ke arah itu karena lebih fokus pada proses di MK,” ungkap Bambang Widjojanto di posko BPN, Kebayoran Baru, Jaksel, Senin (24/6/2019).
Bambang Widjojanto menilai salah satu saksi yang dibawa kubu Yusril Ihza Mahendra sebagai pihak terkait bernama Anas Nasikhin juga diduga beberapa kali menyampaikan keterangan yang tidak sesuai fakta.
Bahkan mantan pimpinan KPK itu menyebut tak ada satu pun saksi dari pihak KPU sebagai pemohon maupun dari pihak terkait yang mampu mematahkan keterangan saksi ahli yang dibawanya bernama Jaswar Koto.
Baca: Misteri Mayat Wanita dengan Tangan Terikat di Legok Perlahan Tersingkap, Pelakunya Telah Ditangkap
Bambang Widjojanto menegaskan rencana mempidanakan salah satu saksi adalah upaya dramatisasi proses di MK.
“Gerakan kami adalah ‘substantial value’, mari kita bertarung dengan nilai, kita ini sedang membangun sejarah, jadi jangan ada dramatisasi-dramatisasi,” pungkas Bambang Widjojanto.
Melihat Indikasi Kesaksian Palsu
Ketua Tim Hukum kubu 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menduga ada kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pilpres 2019.
Yusril mengaku bakal melaporkan kesaksian dari saksi kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang menurutnya kebohongan, Jumat (21/6/2019).
Baca: Jelang Debut Solonya, Kang Daniel Unggah Foto di Instagram, Petunjuk untuk Penggemar?
“Kami nanti bisa tanyakan kepada Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf, ini sidang sudah selesai, ada kesaksian palsu," kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
"Kita dengar pendapat beliau-beliau bagaimana, kalau bilang ya sudah dimaafkan maka selesai urusannya,” imbuhnya.
Dalam pernyataannya, Yusril menyoroti kesaksian Beti Kristina yang kontroversial.
Meski demikian, Yusril mengaku tidak akan melaporkan Beti, meski tak menutup kemungkinan ada pihak lain yang memperkarakannya.
“Misal Pak Moeldoko bilang terserah kuasa hukum, kami kan kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, setelah sidang selesai baru kami konsultasikan ke beliau berdua," ujar Yusril.
"Kalau Pak Moeldoko mau membawa ke pengadilan nanti akan ada kuasa hukum yang lain,” katanya.
Sebut Lebih Penting Pidanakan Bambang Widjojanto
Yusril menilai bahwa kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak bisa menunjukkan bukti adanya pemilu curang.
"Pak Bambang Widjojanto sebagai ketua tim lawyer-nya Pak Prabowo-Sandi ini, bisa enggak membuktikan tuduhan selama ini, bahwa Pemilu curang?" tanya Yusri Ihza Mahendra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/6/2019).
Menurut Yusril, mempidanakan Bambang Widjojanto lebih penting, daripada para saksi yang diajukan di persidangan.
"Jauh lebih penting mempidanakan dia daripada mempidanakan saksi-saksi yang kecil itu," kata Yusril.
"Ini kan tuduhan terhadap seorang presiden dan wakil presiden. Ini penting, jangan sembarangan menuduh kalau tidak bisa membuktikan," imbuhnya.
Baca: TKN sebut Gerindra Gabung Pemerintah Bukan Kemustahilan
Lebih lanjut, Yusril menilai bahwa di persidangan, kubu 02 tidak bisa membuktikan apa-apa.
"Gembar-gembor bisa membuktikan, diberikan kesempatan untuk membuktikan, ternyata tidak sanggup buktikan apa-apa di persidangan," ujar ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Kesaksian Kontroversial Saksi Kubu 02, Beti Kristina
Sejumlah saksi kubu 02 yang dihadirkan dalam sidang pada Rabu (19/6/2019) hingga Kamis (20/6/2019) dini hari, memberikan kesaksian kontroversial yang ramai diperbincangkan.
Satu di antaranya adalah kesaksian Beti Kristina, yang mengklaim melihat tumpukan amplop resmi yang digunakan untuk menyimpan form C1.
Baca: Jubir BPN: Prabowo Belum Berpikir Bertemu Jokowi
Dikutip dari Kompas, Beti mengatakan bahwa amplop bertanda tangan tersebut ditemukan dalam keadaan terbuka dan tidak ada isinya.
Ia juga menyatakan menemukan lembaran segel suara berhologram yang sudah digunting.
"Lembaran itu menggunung, setelah dikumpulkan menjadi empat karung lebih," katanya.
Beti menyebut, temuan itu ia lihat di halaman kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, 18 April 2019 pukul 19.30 WIB.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon langsung memberikan tanggapan.
"Mohon izin Yang Mulia menjelaskan apa yang terjadi di Boyolali kemarin, jadi ini amplop sama dengan amplop yang dibawa kemarin. Nah amplop yang ada di kecamatan, KPU,'' kata Ketua KPK Arief Budiman tak selesai dikutip dari tayangan Official iNews, Kamis (20/6/2019).
Hakim Konsititusi Saldi Isra meminta para pemohon dan termohon maju ke depan meja hakim untuk memberikan perbandingan.
Perbandingan dilakukan untuk amplop yang ditemukan oleh saksi BPN dengan amplop milik KPU yang telah digunakan maupun yang masih baru.
"Supaya paham, yang pertama memang sampulnya jenisnya," kata Komisoner KPU Hasyim.
"Coba dilihat dulu, mana sampul," sahut Saldi.
Hasyim lalu mengatakan bahwa amplop dari saksi BPN memiliki banyak kejanggalan.
"Sampulnya memang jenisnya macam-macam dan kemudian ukurannya beda-beda tergantung apa yang akan dimuat di sampul," ujar Hasyim.
"Yang pertama itu ada sampul model salinan untuk formulir model C1 di dalamnya ada identitas TPS. C1 yang ukurannya tidak besar, atau yang kecil ini kodenya di luar kotak, di bawah itu ada di luar kotak suara."
Hasyim lalu menunjukkan amplop yang biasa digunakan untuk surat suara yang rusak atau keliru.
"Ini formulir untuk di luar kotak nanti ada yang lain lagi, yang kedua sampul TPS kabupaten/ kota untuk surat suara rusak atau keliru coblos," kata Hasyim.
"Sama enggak ininya?" jawab Hakim Konstitusi sambil memnbandingkan kedua amplop tersebut.
"Beda, ini lebih tebal. Tapi intinya bisa jadi setiap provinsi beda karena yang mengadakan KPU Provinsi. Standar sama," jawab Hasyim.
"Ini yang belum dipakai ya karena belum ada dicantumkan berapa lembarnya ya," sahut Saldi.
"Betul. Demikian juga yang ditemukan kemarin di kolom sebanyak titik-titik lembar karena kosong dalam pandangan kami berarti tidak pernah dipakai untuk apa-apa karena masih kosong," jawab Hasyim.
"Kalau ada mesti ada tulisan berapa lembar yang ada di dalam. Kalau yang ini yang disampaikan oleh saksi kemarin tidak ada bekas lem, tidak ada bekas segel enggak ada."
"Tunggu dulu, pemohon lihat ya enggak ada bekas lemnya ya," jawab Saldi menunjukkan amplop dari saksi BPN ke kuasa hukum BPN.
"Ini garing, sudah kering enggak bisa dipakai," jawab Zulfadi selaku anggota Tim Kuasa Hukum BPN.
"Coba contoh yang punyanya KPU yang baru tadi kalau dia sudah terpakai ada tanda robekan. Ini ya kalau barang sudah dilem dibuka kemungkinan robek ya," ujar Saldi.
Baca: Gempa Hari Ini - Gempa M 7,4 di Laut Banda Terasa hingga Bali, Ini Penjelasan dan Analisis BMKG
"Tidak simetris lagi lah istilahnya," tambah Hasyim.
"Jadi di sini tidak ada jumlah lembar, kemudian nama kecamatan-kecamatan kemudian nomor TPS. Kemudian ini DPRD kemarin pilpres sudah diserahkan," sahut Zulfadli.