Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Kementerian Agama (Kemenag), Khasan Effendi, mengungkapkan Haris Hasanuddin tak memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai kepala kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
Haris Hasanuddin pernah menerima sanksi saat bekerja di lingkungan Kementerian Agama.
Selain pernah menerima sanksi, Haris tidak mempunyai nilai cukup untuk menduduki kursi tersebut.
Ia hanya memperoleh nilai 65 di proses seleksi atau di bawah standar minimal 75.
"Itu yang saya keluhkan. Kok nilai seorang guru diubah-ubah, itu saya keluhkan ke Nur Cholis (Sekretaris Jenderal Kemenag,-red)" kata Khasan, saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Baca: Dokter kesuburan kehilangan izin praktik setelah ketahuan gunakan spermanya sendiri
Baca: Aturan Baru Dana Pensiun Australia yang Perlu Diketahui Warga Indonesia
Baca: Bupati Teluk Wondama Buka Suara soal Meninggalnya Mantri Patra saat Mengabdi di Pedalaman Papua
Mengenai nilai Haris Hasanuddin yang tidak memenuhi syarat, Khasan pernah memberitahukan kepada Nur Cholis yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Seleksi.
"Pak Haris orang ini bermasalah. Itu sudah diawal kami sampaikan dari awal yang tak memenuhi silahkan dikeluarkan. Saya tak tahu nama itu muncul," kata dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Pada Rabu (26/6/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi.
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin menghadiri persidangan.
Dia akan memberikan keterangan sebagai saksi.
Selain Lukman, JPU KPK juga menghadirkan enam saksi lainnya.
Mereka yaitu, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, seorang ulama Asep Saifuddin Chalim, Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Zakat dan Wakaf, Zuhri, Pejabat Kemenag Mochamad Mukmin Timoro, Panitia Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Kemenag Khasan Effendi, dan Sudwidjo Kuspriyomurdono.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim), nonaktif Haris Hasanudin, memberi suap Rp 255 juta kepada mantan Ketua Umum PPP, Muchamad Romahurmuziy.
Baca: Mengaku Pernah Disuruh Fairuz Peras Harta Barbie Kumalasari, Galih Ginanjar: Justru Gue Diporotin
Baca: Sempat Alami Depresi, Demi Lovato Kembali dengan Album Baru
Uang ratusan juta diduga diberikan Haris kepada Romahurmuziy untuk mengintervensi proses pengangkatan sebagai kepala Kanwil Kemenag Jatim. Proses pengangkatan Haris dalam jabatan itu sempat terkendala lantaran pernah mendapatkan sanksi disiplin selama 1 tahun pada 2016.
Secara keseluruhan, Haris memberikan Romahurmuziy uang Rp 255 juta dalam dua kali pemberian.
Pemberian pertama pada 6 Januari 2018 di rumah Romahurmuziy Rp 5 juta sebagai komitmen awal. Setelah itu, diberikan pemberian kedua Rp 250 juta pada 6 Februari.
Sementara itu, Lukman Hakim Saifuddin, menteri agama turut disebut dalam dakwaan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanudin.
Dalam dakwaan disebutkan Lukman turut menerima uang sebesar Rp70 juta yang diberikan secara bertahap masing-masing Rp 50 juta dan Rp 20 juta.
Cerita saat Romahurmuziy ditangkap
Amin Nuryadi, Staf mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy, menceritakan saat pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Penyidik KPK melakukan OTT kepada Romahurmuziy di sebuah hotel di Surabaya, Jawa Timur, pada bulan Maret 2019. Di hotel tersebut, Romahurmuziy, sedang mengisi acara.
Amin mengungkapkan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik nonaktif, Muafaq Wirahadi, memberikan sebuah tas kepada Romahurmuziy. Namun, pemberian tas itu ditolak oleh yang bersangkutan.
Meskipun sudah menolak pemberian tas itu, namun kata Amin, Muafaq memaksa menyerahkan tas. Amin mengklaim tidak mengetahui apa isi tas tersebut.
"Setelah pertemuan, bapak (Romahurmuziy,-red) keluar dan bertemu Muafaq. (Muafaq,-red) menyampaikan ingin membantu haul, kata Pak Rommy tak usah. Tiba-tiba, Pak Muafaq ikuti saya dan menyerahkan (tas,-red) tidak tahu isinya apa, lalu saya bawa (tas,-red)" ungkap Amin, saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Baca: Jaksa Cecar Sepupu Romahurmuziy Soal Pemberian Uang dari Kakanwil Gresik Muafaq
Setelah dilakukan penyerahan barang dari Muafaq, menurut dia, pihak KPK mendatangi dirinya sambil menunjukkan kartu tanda pengenal.
Pihak KPK memerintahkan Amin agar memberikan barang tersebut.
"Saya didatangi petugas KPK. Saya ditunjukkan kartu pengenal," kata Amin.
Petugas KPK meminta Amin agar memanggil Romahurmuziy yang berada di ruangan. Pada saat itu, Amin menjelaskan kepada Romahurmuziy terkait pemberian barang dari Muafaq itu.
Amin mengklaim Romahurmuziy tidak mengetahui barang itu sudah berada di tangannya. Akhirnya, pihak KPK menjelaskan sedang melakukan OTT dan akan membawa Romahurmuziy untuk dimintai keterangan.
Pada awalnya, kata Amin, Romahurmuziy menolak dibawa pihak KPK. Romahurmuziy sempat menanyakan mengenai surat tugas. Hingga akhirnya, anggota DPR RI itu memenuhi permintaan KPK.
Setelah diamankan di hotel, pihak KPK membawa Romahurmuziy ke Markas Polda Jawa Timur. Amin membantah, terjadi kejar-kejaran antara pihak KPK dengan Romahurmuziy.
"Bukan kejar-kejaran, tetapi mereka mau membawa Romy. Mereka (pihak KPK,-red) tidak membawa surat tugas," kata dia.
Mengenai pemberian tas itu, Muafaq menegaskan, tidak pernah memberi uang kepada Romahurmuziy untuk kepentingan haul (mengenang hari kematian).
Menurut dia, pemberian uang itu diberikan sebagai bentuk terima kasih kepada Romahurmuziy, karena sudah membantu.
"Saya tak pernah bilang ada acara haul, yang saya sampaikan ada 2, saya sampaikan Alhamdulillah saya sudah dilantik, terima kasih bantuannya, Mas Rommy bilang 'sama-sama, tolong bantu Wahab'. Kedua, saat Rommy berdiri, saya bilang ini mas sebagai ucapan terima kasih saya, saya berikan uang itu dalam tas, dan saat itu Rommy panggil Amin yang saat itu saya nggak kenal," ujar Muafaq di persidangan.
Sebelumnya, JPU pada KPK mendakwa Muh. Muafaq Wirahadi memberikan uang suap kepada Mochammad Romahurmuziy, anggota DPR RI periode 2014-2019 senilai Rp 91.400.000.
Upaya pemberian uang itu diberikan supaya Romahurmuziy, dalam jabatan sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melakukan intervensi terhadap proses pengangkatan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.