TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Gerindra Andre Rosiade mengatakan partainya masih melakukan kajian mengenai langkah atau sikap politik ke depan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan sengketa Pemilu Presiden 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi.
Sebelum memutuskan sikap, partainya akan terlebih dahulu menampung aspirasi dari pendukung, kader, serta pengurus partai.
Selain itu, dalam menentukan sikap Gerinda ke depan, juga menunggu tindak lanjut dari rencana pertemuan Jokowi dengan Prabowo.
"Tentu nanti kan (menunggu) pertemuan antara Pak Prabowo dengan pak Jokowi," kata Andre Rosiade saat dihubungi, Minggu (30/6/2019).
Baca: Diminta Ucapkan Selamat ke Jokowi-Maruf, Sandiaga Uno Bilang Itu Kayak Budaya Barat
Baca: Ini 10 Janji Jokowi-Maruf Bila Terpilih Jadi Pemimpin Indonesia 2019-2024
Dalam memutuskan sikap, apakah Partai Gerindra akan tetap menjadi opoisi atau bergabung dengan pemerintah, Andre mengatakan, akan dikomunikasikan dengan partai-partai yang mengusung Prabowo-Sandi dalam Pemilu Presiden.
Selama ini, dalam menentukan keputusan strategis Prabowo selalu mengkomunikasikannya dengan partai koalisi, sebelum kemudian koalisi tersebut dibubarkan dan diganti dengan kaukus atau forum komunikasi bersama.
"Kan kita telah sepakat bentuk kaukus. Keputusan tersebut nantinya akan dikomunikasikan dengan kaukus tersebut," katanya.
Hal pasti menurutnya dalam menentukan sikap apakah akan tetap berada di oposisi atau kemudian menyebrang bergabung dengan koalisi pemerintah, Partai Gerindra selalu berlandaskan kepentingan rakyat serta pendukunya.
"Jadi bagaimana sikap Gerindra nanti, itu bukan karena dilandaskan kepentingan pribadi," katanya.
Ajakan Jokowi kepada Prabowo
Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutannya setelah dirinya ditetapkan KPU RI sebagai presiden terpilih periode 2019-2024.
Jokowi mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada dirinya bersama Maruf Amin untuk mengemban tugas dan amanat rakyat serta membawa seluruh rakyat Indonesia menuju Indonesia maju dan bermartabat sejajar dengan negara-negara lain di dunia.
"Kami berdua akan mendedikasikan diri kami untuk mencapai cita-cita para pendiri bangsa. Kami berdua akan berjuang sepenuh hati dan akan bekerja sekuat tenaga untuk melanjutkan pondasi yang sudah kami bangun bersama bapak Jusuf Kalla pada periode pertama pemerintahan," kata Jokowi di Gedung KPU RI, Minggu (30/6/2019).
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi pun menyadari bila Indonesia sebagai negara yang besar tidak bisa dibangun hanya dengan satu orang dua orang atau sekelompok orang.
Untuk itu, ia pun mengajak rivalnya dalam Pilpres 2019 untuk bersama-sama membangun negara Indonesia.
"Saya mengajak Pak Prabowo Subianto dan Pak Sandiaga Uno untuk bersama-sama membangun negara ini," kata Jokowi.
Ajakan tersebut pun mendapatkan tepuk tangan dari hadirin yang hadir di ruang rapat Pleno KPU.
"Saya yakin beliau berdua adalah patriot yang menginginkan negara kita makin kuat makin maju dan makin adil dan makmur," lanjut Jokowi.
Tak hanya itu, Jokowi pun mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk melupakan perbedaan pilihan politik yang sempat terbelah akibat Pilpres 2019.
"Kita harus kembali menjadi Indonesia negeri pancasila yang mempersatukan kita semuanya," katanya.
Ulasan pengamat
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai tidak perlu tambahan partai politik dari opsisi bergabung ke koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Maruf Amin.
Menurut Ray Rangkuti, komposisi koalisi pemerintah dan oposisi sudah relatif seimbang.
"Karena itu pula, tidak perlu terlalu memaksakan agar lebih banyak partai masuk ke dalam koalisi Jokowi," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Minggu (30/6/2019).
Sebab, banyak parpol dalam deretan pendukung Jokowi juga dapat berakibat tidak baik bagi demokrasi Indonesia.
"Keseimbangan kekuasaan tidak berjalan dengan semestinya," tegas Ray Rangkuti.
Dengan lima partai yang ada saja, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)--komposisinya sudah hampir 60 persen kursi legislatif dikuasai oleh petahana.
Apalagi jika kata dia, Partai Demolrat atau Partai Amanat Nasional (PAN) akan bergabung dalam kekuasaan Jokowi-KH Maruf Amin.
Dia menegaskan, negara demokrasi yang kuat harus diimbangi oleh kekuatan oposisi yang elegan.
"Selain kualitas oposisinya harus dikembangkan, besaran pendukungnya juga harus berimbang," ucap Ray Rangkuti.
Oposisi yang elegan ditambah dukungan publik yang kuat, imbuh dia, akan dapat menjadi mitra kritis pemerintah membangun negeri ini.
"Dan itu akan membuat negara kita kuat dan bergerak dinamis," kata dia.
Di bagian akhir Ray Rangkuti menegaskan, hanya Presiden yang kurang percaya diri yang menginginkan serta membutuhkan banyak dukungan kepadanya.
"Tapi presiden yang juga memperhatikan betapa demokrasi harus dikelola, ia juga akan mendorong lahir dan kuatnya gerakan oposisi," jelasnya.