News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Romli Atmasasmita: Kasus yang Melibatkan Individu KPK Harus Dituntaskan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita usai mengisi seminar nasional tentang anti korupsi di Mercure Ancol Hotel, Jakarta Utara, Sabtu (18/11/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung Romli Atmasasmita mengatakan seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi momen yang tepat untuk mengembalikan lembaga ini ke jalurnya.

Termasuk guna membersihkan lembaga antirasuah tersebut dari figur-figur yang bermasalah.

Romli melihat ada tiga kasus kriminal yang melibatkan individu di internal KPK justru jalan di tempat.

Baca: Pansel Capim KPK Tak Mau Terburu-buru Tentukan Nama Capim 2019-2023

Dua perkara menyangkut mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta satu kasus yang melibatkan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan.

Begawan hukum pidana terkemuka di Indonesia ini heran kenapa Kejaksaan menghentikan tiga kasus tersebut.

"Novel itu sudah kalah di sidang praperadilan, kok jaksa berhenti. Bongkar lagi dan teruskan saja," kata Romli, di Jakarta, Senin (1/7/2019).

Keberadaan kasus-kasus seperti ini tidak sepantasnya menggunakan institusi KPK sebagai tameng dan tempat berlindung. Selain itu, Romli melihat isu radikalisme juga sudah menjalar di tubuh KPK.

Dia mengapresiasi adanya keterlibatan beberapa lembaga negara lain dalam seleksi Capim KPK kali ini.

Pada periode seleksi sebelumnya, panitia seleksi cuma melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kali ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) didaulat juga ikut menyeleksi Capim KPK.

Diharapkan, pelibatan seperti ini bisa menghasilkan pimpinan KPK yang kredibel, memiliki pengetahuan dan pengalaman hukum pidana yang mumpuni, dan berani bersih-bersih KPK.

Ketiadaan beberapa indikator di atas membuat pimpinan KPK kalah power dari bawahannya.

“Pimpinan harus punya pengetahuan lebih dan pengalaman. Kalau tidak bisa mengoreksi bawahan, sebaiknya mundur saja dari sekarang," ujar Romli.

Di sinilah, menurut Romli, komposisi figur pimpinan KPK harus kembali ke posisi ideal seperti dua periode awal. Kala itu, pimpinan KPK memiliki latar belakang beragam: polisi, jaksa, birokrat, pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan menguasai ekonomi keuangan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini