TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) Karyudi Sutajah Putra dinyatakan lolos persyaratan administrasi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lolosnya Yudi, panggilan akrabnya, ditandai dengan adanya tanda terima yang dikeluarkan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK saat yang bersangkutan menyerahkan berkas pendaftaran di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Sebelum mendapatkan tanda terima, berkas berisi persyaratan administrasi itu diteliti terlebih dahulu satu per satu oleh petugas pansel, mulai dari ijazah, surat keterangan sehat, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, hingga makalah berjudul, “Menggagas Akselerasi Peran KPK dalam Pencegahan dan Penindakan Korupsi”.
Dari informasi yang disampaikan pegawai Pansel Capim KPK, Yudi merupakan pendaftar ke-100 yang mengembalikan berkas pendaftaran.
Baca: 127 Orang Mendaftar Seleksi Calon Pimpinan KPK Hingga Hari Ini, Terbanyak Berprofesi Pengacara
Anggota Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji sebelumnya menyatakan, mayoritas pendaftar berlatar belakang pengacara dan dosen.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung adanya perubahan di KPK melalui supremasi sipil dalam konteks pemberantasan korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (22/6/2019) lalu menyatakan, tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan mana pun yang menyebutkan bahwa Pimpinan KPK mesti berasal dari instansi penegak hukum tertentu.
Kurnia lalu mengingatkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) akhir tahun lalu bahwa lembaga yang paling berpotensi melakukan pungutan liar dalam pelayanan birokrasi adalah perangkat hukum itu sendiri, sehingga berada di urutan bawah dalam hal tingkat kepercayaan publik.
"Saya hanya berpesan agar dia mengingat tata nilai dan filosofi yang sudah terbangun baik di KPSN," ujar Ketua KPSN Suhendra Hadikuntono terkait terpenuhinya syarat administrasi Yudi untuk maju sebagai Capim KPK.
Ia berharap Pansel Capim KPK menangkap suasana kebatinan publik yang menghendaki adanya unsur masyarakat untuk duduk di kursi Pimpinan KPK seperti yang disuarakan ICW. (*)