TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY di Partai Demokrat kini sedang dipertanyaan. Sejumlah politisi yang mengaku sebagai para pendiri dan deklarator Partai Demokrat mempertanyakan prestasinya selama memimpin partai dengan dominasi warna biru ini.
Sebagai Ketua Umum, SBY dinilai gagal membawa Partai Demokrat tampil gemilang di pentas politik Indonesia. SBY dinilai gagal membesarkan pemimpin partai. Justru sebaliknya, SBY dinilai telah menghancurkan Partai Demokrat.
Hal ini disampaikan Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Senior Partai Demokrat.
Satu di antara pendiri Partai Demokrat, Hengky Luntungan menyebut, SBY gagal memimpin partai dalam dua periode.
"Bapak ketua umum dalam hal ini Bapak Susilo Bambang Yudhoyono selama menjadi ketua umum Partai Demokrat dalam dua periode, yakni tahun 2014 dan 2019 dinyatakan gagal," ujarnya seperti dikutip dari tayangan Metro TV.
Baca: Dugaan Terbaru Hilangnya Thoriq Saat Mendaki Gunung Piramida, Badannya Diduga Jatuh ke Jurang
SBY disebut membuat Partai Demokrat hancur di bawah kepemimpinannya. "Partai Demokrat hancur di bawah kepemimpinan Pak SBY," kata Hengky Luntungan.
Hengky menyataka, Partai Demokrat pernah besar di masa lalu. Namun, keberhasilan partai disebut bukan karena sosok ayah Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
Baca: Kasus Penghinaan Bau Ikan Asin, Fairuz A Rafiq Tolak Berdamai, Galih Ginanjar Harus Masuk Bui
"Partai Demokrat pernah besar tapi bukan karena SBY," kata Hengky Luntungan.
Hengky menegaskan, SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat. "SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat apalagi memilikinya," ujarnya. Karena itu, pihaknya meminta Partai Demokrat untuk segera menggelar kongres luar biasa.
Baca: Perbandingan Durasi Pertemuan PM Shinzo Abe dengan Kepala Negara Lain, dengan Jokowi Hanya Semenit
"Pendiri dan Deklarator Senior Partai Demokrat untuk melaksanakan kongres dipercepat dan atau kongres luar biasa Partai Demokrat," kata Hengky Luntungan.
SBY Menata Hati
Saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY masih menata hati setelah kepergian sang istri tercinta, Ani Yudhoyono. Di tengah gejolak dan hiruk pikuk arah partai politik, SBY menarik diri.
SBY hanya memantau dari jauh soal politik Indonesia. Ia fokus merawat Ani Yudhoyono di Singapura hingga sang istri menghembuskan napas untuk terakhir kalinya.
Selama beristirahat di kediamannya di Cikeas, SBY ditemui oleh wakil presiden sekaligus sahabatnya, Jusuf Kalla.
Hal tersebut diketahui dari artikel yang dimuat di demokrat.or.id pada 26 Juni 2019.
Baca: Inilah Penjelasannya, Mengapa Berat Badan Penderita Diabetes Cenderung Naik
SBY curhat kepada Jusuf Kalla. Mereka berbicara mengenai masa-masa dulu saat bersama menduduki kursi RI 1 dan RI 2.
"Saya masih menata hati ya. Melalui hari-hari yang berat ini, saya berbincang-bincang dengan sahabat saya, Pak Jusuf Kalla, tadi. Pernah berjuang ke mana-mana mengatasi banyak masalah di negeri ini berdua," kata SBY usai menerima kedatangan Jusuf Kalla, Rabu (26/6/2019).
Saat bertemu Jusuf Kalla, SBY mengaku teringat kembali kunjungan kerja yang pernah mereka lakukan.
"Ibu Ida Jusuf Kalla dan almarhumah juga sering bersama-sama. Saya bilang, 'Pak JK kita dulu sering turun ke daerah mengatasi bencana, mengatasi krisis BBM, ekonomi dan sebagainya," ucap SBY.
Ketika itu pula, Ani Yudhoyono dan istri Jusuf Kalla, Mufidah Kalla turut menemani. Ani Yudhoyono dan Mufidah Kalla intens melakukan tugas ibu negara dan ibu wakil presiden.
"Istri-istri kita melakukan kegiatan untuk mengembangkan handcraft, kerajinan tangan, hal-hal yang berkaitan dengan sosial," kenangnya.
Pertemuan antara SBY dan Jusuf Kalla hanya sebatas silahturahmi dan tak masuk ranah politik. Keduanya hanya mengenang beberapa momen saat keduanya bekerja sebagai presiden dan wakil presiden.
Ani Yudhoyono tutup usia di National University Hospital, Singapura, Sabtu (1/6/2019) setelah menjalani perawatan berjuang melawan kanker darah sejak Februari 2019.
Artikel ini tayang di tribunjabar.id dengan judul SBY Dinilai Hancurkan Demokrat, Forum Pendiri Partai Sebut Ayah AHY Gagal, Desak Gelar Kongres