TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Yunarto Wijaya mengomentari soal wacana rekonsiliasi yang kini berdengung di ruang publik.
Presiden Joko Widodo bagaikan madu yang dirubung banyak semut.
Kawan maupun lawan, semua mendekati Jokowi selaku presiden terpilih yang memiliki hak prerogatif untuk memilih menteri di kabinetnya mendatang.
Partai-partai yang mengusung Jokowi (koalisi) di Pilpres lalu seakan merasa terusik dengan datangnya rombongan partai pendukung Prabowo Subianto (oposisi) yang membuka diri untuk bergabung bersama di barisan Jokowi.
Kubu koalisi memiliki misi sendiri untuk mengantarkan kader terbaik mereka, sebanyak-banyaknya, membantu Jokowi di pemerintahan.
Dengan datangnya rombongan oposisi, tentu saja mereka khawatir jatah kursi yang tersedia jadi berkurang.
Oposisi juga dituding lancang, karena tidak berkeringat memenangkan Jokowi namun saat Jokowi menang mereka seenaknya merapat ke barisan.
Dikemas dalam kata rekonsiliasi, percaturan politik dalam memperebutkan kursi-kursi strategis di pemerintahan ini menyeruak dan menggelisahkan publik.
Apakah sebercanda itu mengurus sebuah negara?
Setelah kampanye yang ugal-ugalan dan memuat masyarakat terdikotomi, luka masyarakat belumlah kering.