TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menegaskan penolakan Peninjauan Kembali (PK) atas nama terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun, tidak terkait dengan kasus lain.
Menurut Juru Bicara MA Hakim Agung Andi Samsan Nganro, kasus lain dimana menyebut Nuril sebagai korban pelecahan adalah kasus berbeda.
"Terhadap tindak pidana yang lain atau terkait adanya dugaan pelecehan seksial yang dilakukan oleh pihak lain terhadap saudari Baiq Nuril adalah perkara tersendiri dan harus diproses tersendiri pula," ujar Andi di Gedung MA, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Andi mengatakan, kasus dugaan pelecahan seksual tersebut harus dimulai penyidikannya oleh Kepolisian kemudian penuntutan oleh Kejaksaan dan terakhir dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
Baca: Hamil 11 Minggu, Calon Jemaah Haji Asal Cianjur Gagal Berangkat ke Tanah Suci
"Menurut peraturan perundang-undangan, bahwa kewenangan Mahkamah Agung atau Hakim mengadili perkara berdasarkan pasal dan undang-undang yang didakwakan saja sedangkan hal-hal yang tidak didakwakan dalam surat dakwaan tidak boleh diadili oleh hakim," katanya.
Terkait dengan berita yang viral di media dan menjadi perhatian masyarakat bahwa adanya tindak pidana pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril, Nuril disebut telah melaporkan hal tersebut ke Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai korban.
"Selanjutnya perkara tersebut menjadi kewenangan penyidik (Kepolisian) apakah perkara tersebut dilanjutkan atau tidak," jelas Andi.
Sebelumnya, MA menolak PK yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE. Putusan ini menguatkan vonis di tingkat kasasi yang menghukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Untuk diketahui, polemik ini mencuat setelah beredarnya rekaman telepon Muslim, mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Mataram dengan Baiq Nuril.
Dalam rekaman tersebut Muslim diduga melakukan pelecehan seksual secara verbal dengan menceritakan hal-hal berbau seksual kepada Nuril yang pada saat itu merupakan staf honorer di SMA tersebut. Tak tahan terus menjadi korban, Nuril diduga menyebarkan rekaman itu.
Muslim yang tidak terima rekaman itu beredar lantas melaporkan Baiq Nuril ke polisi pada 2015 lalu. Sementara Baiq Nuril pun akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya akibat kasus tersebut.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, majelis hakim memutus bebas Baiq Nuril. Namun jaksa mengajukan upaya hukum kasasi.
MA pada 26 September 2018 mengabulkan kasasi tersebut sehingga Nuril dihukum enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Baiq Nuril pun mengajukan PK. Sayang, harapannya bebas kandas.