News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Tidak Perlu Partai Politik Pendukung Prabowo Berpindah ke Koalisi Jokowi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin (kanan) saat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Minggu (30/6/2019). KPU resmi menetapkan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Leo Agustino berharap tidak ada partai politik pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019 bergabung dengan koalisi Jokowi-Maruf Amin.

Menurut Leo Agustino, komposisi antara partai politik Kolisi Indonesia Kerja (KIK) seimbang dengan Koalisi Prabowo-Sandiaga untuk tetap dilanjutkan ke Parlemen 2019-2024.

Artinya, Partai-partai dalam Koalisi Prabowo-Sandiaga mengambil posisi sebagai oposisi bagi pemerintahan Jokowi-Maruf.

Baca: Pimpinan KPK Belum Ada Jadwal Bertemu Ombudsman Bahas Pelesiran Idrus Marham

Baca: Elite PKB: Jumlah Parpol yang Berada di Koalisi Jokowi Sudah Cukup, Tapi Ada Kebutuhan Rekonsiliasi

Baca: Hasil Seleksi Berkas Capim KPK Diumumkan 11 Juli 2019

"Sejak awal Saya berharap ada koalisi penyeimbang dalam pemerintahan yang akan datang. Kita berharap koalisi luar pemerintah dapat menjadi mekanisme checks and balances pasca Pemilu 2019," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Senin (8/7/2019).

Karena legislatif harus mampu menjadi penyambung lidah rakyat yang mungkin belum sehaluan atau sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Karena itu, agar tuntutan warga dapat direpresentasikan, maka perlu ada koalisi penyeimbang.

"Dalam penilaian saya, sebaiknya sih tidak perlu karena komposisi sekarang sudah cukup ideal," katanya.

Kabinet ramping

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera menyarankan agar Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) merampingkan kabinet untuk periode kedua pemerintahannya.

“Indonesia harus menuju negara Good Governance. Saya berharap periode ke-2 Bapak Jokowi melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh dengan merampingkan kabinet baru berjumlah maksimal tidak lebih daripada 20 menteri/lembaga setingkat menteri,” ujar Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kepada Tribunnews.com, Kamis (4/7/2019).

Wakil Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 lalu itu beralasan dengan rampingnya kabinet akan memperkuat koordinasi dan sinergi satu dengan lainnya.

Baca: Alexander Marwata Daftar Calon Pimpinan KPK Padahal Sebelumnya Pernah Bilang Sudah Capek

Baca: Bos AirAsia Tony Fernandes Sarankan Pemerintah Tak Perlu Terlalu Mengatur Industri Penerbangan RI

Baca: Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai Ikut Mendaftar Calon Pimpinan KPK

Baca: Menteri Bidang Ekonomi, Menkumham, dan Jaksa Agung Sebaiknya Tidak Diisi Orang Partai Politik

“Masalah sinergitas antar lembaga sering kali dikeluhkan Presiden. Akan lebih baik beberapa kementerian/lembaga disatukan agar efektif dan efisien kinerjanya,” jelas Mardani Ali Sera.

Dia pun mencontohkan Kabinet di negara lain seperti Kementerian Luar Negeri banyak disatukan dengan Kementerian Perdagangan (Internasional).

Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2019). (tribunnews.com/ Chaerul Umam)

“Fungsinya memudahkan penetrasi produk dalam negeri ke pasar global, contohnya negara Jepang dan Selandia Baru,” ucap Mardani Ali Sera.

Dia pun mencatat jumlah kementerian di negara-negara di dunia, seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Jepang, China.

“Kabinet Obama (AS) 15 Menteri, 6 pejabat setingkat menteri. Kabinet Angel Markel (Jerman) itu 15 Menteri. Kabinet Jinping (RRT), 21 Menteri, 3 Komite. Sementara Kabinet Abe (Jepang) itu 16 menteri, 4 setingkat menteri,” kata Mardani Ali Sera.

Menurut Mardani Ali Sera, tidak elok juga struktur kabinet sebagai hasil bagi-bagi "kue kekuasaan".

“Kementerian bukan tempat untuk bagi-bagi jatah kursi atau "kue". Tapi untuk memperkuat pemerintah dalam rangka melayani rakyat dan menjalankan fungsi negara. Pemerintah yang kuat ditopang oleh kementrian yang kuat, struktur ramping, simpel, namun kaya fungsi dan manfaat. Bukan jumlah kementerian yang banyak namun boros, miskin fungsi, dan miskin manfaat untuk rakyat,” jelasnya.

Di bagian akhir Mardani Ali Sera juga mengapresiasi Presiden Jokowi yang ingin pemerintahannya efektif, efisien dan tidak bertele-tele.

"Dan Rumusnya, ya ciutkan jumlah kementerian,” tegasnya.

Soal koalisi gemuk

PDI Perjuangan mengapresiasi masukan dan saran dari sejumlah pihak agar koalisi Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) 2019-2024 tidak gemuk.

"Kami hormati pandangan sejumlah pihak agar koalisi Indonesia Kerja tidak terlalu gemuk di masa pemerintahan kedua Jokowi," ujar politikus PDI Perjuangan Arteria Dahlan kepada Tribunnews.com, Senin (8/7/2019).

Termasuk ketika banyak pihak berpandangan agar Partai politik (parpol) yang tidak mendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin saat Pilpres 2019 diminta tetap menjadi oposisi atau berada di luar barisan koalisi pemerintahan.

Baca: Penyidik KPK Telisik Aliran Dana dalam Kasus TPPU Bupati Nonaktif Hulu Sungai Tengah

Baca: Kisah Cinta Pemuda Makassar dengan Gadis Jerman, Si Cantik Itu Pun Ganti Nama Menjadi NaIsya Hartz

Baca: Persija Jakarta vs Persib Bandung: Bakal Dikawal 12 Ribu Personil

Tentunya hal ini dia menyakini, menjadi bagian dari pencermatan dan pertimbangan Jokowi.

"Itu sebabnya beliau ingin mendengar masukan dan pendapat banyak pihak, utamanya dari mitra koalisi," jelas anggota Komisi III DPR RI ini.

Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin (kanan) saat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Minggu (30/6/2019). KPU resmi menetapkan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut dia, prinsipnya sudah sangat jelas, aparatur pemerintahan harus mampu membumikan janji-janji, tidak hanya fokus di pembangunan infrastruktur tapi fokus juga untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Karena setelah infrastruktur terbangun, kesemuanya harus dapat dipergunakan, dimanfaatkan, dan dirasakan hasil dan keberadaannya oleh masyarakat.

"Jadi titik tekannya pada postur dan personil pemerintahan yang mampu menghasilkan kerja2 yang efektif," tegasnya.

Terkait persepsi ada tidaknya koalisi yang gemuk di pemerintahan Jokowi-Maruf, kata dia, itu urusan lain dan tidak substantif.

Apakah memang masih diperlukan masuknya atau bertambahnya partai politik di koalisi pemerintahan Jokowi-Maruf?

Secara teknis, dia menjelaskan, dalam pengertian adanya kebutuhan yang tidak tergantikan, tentunya tidak.

Koalisi Jokowi beranggotakan 10 partai paolitik. Itu artinya, kata dia, sudah melimpah sumber daya manusianya.

Baca: Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen, Jokowi Minta Menterinya Hapus Regulasi Penghambat Perdagangan

Baca: KRL Tujuan Bogor Alami Gangguan Akibat Listrik Aliran Atas Mati

Bahkan masing-masing parpol sudah sudah mempunyai kader yang hendak ditawarkan untuk membantu Jokowi di Kabinet Kerja II.

Tapi lanjut dia, semua pihak disadarkan oleh pernyataan Jokowi saat di KPU, pasca-penetapan presiden terpilih.

Saat itu Jokowi mengatakan "bangsa ini bangsa yang sangat besar. Tidak bisa dibangun oleh satu orang, dua orang atau kelompok".

"Artinya beliau butuh peran serta aktif seluruh elemen bangsa. Melibatkan seluruh putra putri terbaik bangsa," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini