TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan pihaknya bakal menyusun argumentasi yuridis untuk yakinkan Presiden RI Joko Widodo supaya memberi amnesti kepada Baiq Nuril.
"Kami akan menyusun pendapat hukum kepada bapak presiden. Kami akan mempersiapkan argumentasi yuridisnya mengenai hal itu," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Katanya, bisa saja amnesti langsung ditangani oleh presiden lewat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
Namun supaya bisa lebih meyakini sang kepala negara, Yasonna sengaja argumentasi tersebut dengan mempertimbangkan penerapan hukum progresif.
"Yang kita khawatirkan kalau sempat ini tidak dilakukan maka ada mungkin ratusan ribu wanita-wanita Indonesia yang kena kekerasan seksual, tidak berani lagi mengadukannya, atau memprotesnya," ungkapnya.
Baca: 5 Fakta Perjalanan Kasus Baiq Nuril, Berawal Telepon Asusila dari Atasan hingga Penolakan PK oleh MA
Dalam upaya penyusunan argumentasi penguat ini, Yasonna menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas perihal pengajuan amnesti Baiq Nuril.
Kemenkumham turut mengundang para pakar hukum antara lain Muladi, Gayus Lumbun, Nospianus Max Damping, Ganjar Laksmana, Andi Saputra, Bivitri Susanti, Oce Madril, dan Feri Amsari.
Sementara dari pihak Kemenkumham, FGD ini turut diikuti Yasonna Laoly, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Cahyo Muzhar, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Widodo Ektjahjana, dan Direktur Pidana AHU Lilik Sri Haryanto.
FGD juga diikuti dua penasihat hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi dan Widodo, serta tim IT dari Kementerian Informasi dan Komunikasi.
Yasonna menjelaskan bahwa masalah yang menimpa Baiq Nuril bukanlah kasus kecil. Perkara tersebut menyangkut soal keadilan yang dirasakan Baiq Nuril dan juga banyak wanita lain di luar sana.
"Begini, ini bukan kasus kecil. Ini adalah menyangkut rasa keadilan yang dirasakan oleh ibu Baiq Nuril dan banyak wanita-wanita lainnya," ujar Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Rasa ketidak adilan yang dimaksud Yasonna yakni bagaimana seorang korban pelecehan seksual malah seperti dikorbankan. Mereka yang berstatus sebagai korban pelecehan seksual justru dipidanakan.
Dalam kasus tersebut, Yasonna menangkap hal ini bahkan lebih besar secara politik.
Ia beranggapan, bila Baiq Nuril tidak diberi kesempatan mengajukan kewenangan konstitusional lewat amnesti, maka mungkin saja ribuan wanita lainnya yang menjadi korban kekerasan seksual tidak berani bersuara.