Rasa ketakutan akan menyelubungi para korban, dimana mereka enggan mengadukan pelecehan seksual yang menimpanya kepada aparat penegak hukum.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada pertengahan 2012.
Saat itu, Baiq yang berstatus guru honorer di SMAN7 Mataram ditelepon oleh Kepala Sekolahnya, Muslim.
Dalam percakapan telepon itu, Muslim justru bercerita tentang pengalaman seksualnya bersama wanita lain yang buka istrinya.
Percakapan itu juga mengarah pada pelecehan seksual pada Baiq.
Baiq pun merekam percakapan itu dan rekaman itu diserahkan pada rekannya, Imam, hingga kemudian beredar luas.
Atas beredarnya rekaman itu, Muslim kemudian melaporkan Baiq ke polisi karena dianggap telah membuat malu keluarganya.
Di Pengadilan Negeri Mataram, Baiq divonis bebas.
Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Mahkamah Agung memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta karena dianggap melanggar UU ITE.
Namun, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda eksekusinya ke penjara.
Kini dengan adanya penolakan PK membuat Baiq dihantui kembali segera dijebloskan ke dalam bui.
Baiq Nuril kemudian membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.
"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).