Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan kesiapannya apabila pemerintah menyetujui terkait pemulangan warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS dari Suriah.
Terkait hal tersebut, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyebut harus ada proses penilaian yang sangat jelas dan tidak sederhana terhadap individu yang akan dipulangkan.
"Itu tidak sesederhana yang dibayangkan. Prosesnya itu melalui proses assessment yang begitu clear, karena sebagian besar untuk warga Indonesia yang berada di pengungsian diantara perbatasan Suriah dan Iraq itu wanita," ujar Dedi, di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2019).
Baca: Kisah Guru Honorer di Pedalaman Flores, Gaji 85.000, Jalan Kaki 6 Km, Tanpa Listrik dan Telepon
Baca: Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar Irit Bicara Usai Diperiksa KPK
Baca: Rieke Diah Pitaloka Titipkan Surat Penangguhan Penahanan Baiq Nuril Kepada Ketua DPR dan Komisi III
Menurutnya, para WNI terutama wanita yang telah terpapar radikalisme membutuhkan penanganan khusus dalam program deradikalisasi.
Alasannya, wanita dianggap memiliki tingkat militansi lebih tinggi apabila terpapar radikalisme.
"Maka yang ditangankan khusus kasus-kasus yang perempuan, demikian juga yang di BNPT juga sama untuk deradikalisasi untuk perempuan dan anak yang nangani juga perempuan karena chemistry-nya dapat," kata dia.
Jenderal bintang satu itu juga menegaskan program deradikalisasi wajib diikuti mantan anggota ISIS yang kembali ke Indonesia.
Jika tidak, sanksi siap menanti seperti tidak diterimanya kepulangan mereka.
"Hampir dikatakan semua negara hampir menutup itu (kepulangan mereka). Bahkan ada beberapa negara di Amerika dan Eropa mencabut hak kewarganegaraannya, karena kalau sudah dewasa itu tingkat terpapar paham radikalisme yang ekstrem itu akan sulit untuk mengikuti program deradikalisasi," katanya.