TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril yang divonis tiga tahun penjara karena melanggar UU ITE pagi ini, Jumat (12/7/2019) bertemu dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baiq Nuril yang didampingi anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka dan tim hukum akan menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan dari 132 instansi.
Surat itu nantinya akan disampaikan langsung kepada Jaksa Agung.
“Dari DPRD Provinsi dua, DPRD Kota tiga, DPRD Kabupaten 14, lalu dari 36 lembaga, dan 76 dari perorangan, jadi ada lebih dari 100 instansi yang mengajukan penangguhan penahanan untuk beliau,” ungkap Rieke.
Usai melapor di Ruang Penerangan Kejaksaan Agung, Baiq Nuril dan semua pendampingnya langsung menuju ruangan Jaksa Agung.
Baca: Korban UU ITE Baiq Nuril Harapkan Amnesti Presiden Jokowi
Baiq Nuril yang mengenakan pakaian batik dan hijab berwarna merah dipersilakan masuk pertama ke dalam ruangan.
Sebelum masuk, Baiq Nuril dan Rieke berpose menunjukkan jempolnya kepada kamera awak media sambil tersenyum.
Baiq Nuril tak berbicara satu patah kata pun kepada awak media dan menyerahkan langsung pernyataan untuk media kepada Rieke.
Tak berselang lama setelah Baiq Nuril masuk, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo masuk ke ruangannya mengenakan kemeja putih.
Ia pun menyapa awak media tanpa mengucapkan satu patah kata pun.
Pengajuan permohonan penangguhan penahanan ini dilakukan setelah permohonan peninjauan kembali Baiq Nuril atas kasusnya kepada Mahkamah Agung ditolak.
Seperti diketahui Baiq Nuril yang merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat divonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai melanggar UU ITE.
Baiq merekam pembicaraan Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan dirinya yang juga diduga berisi pelecehan seksual kepada Baiq.
Baiq kemudian menyerahkan rekaman kepada seseorang bernama Imam Mudawin yang kemudian tersebar luas.
Vonis terhadap Baiq Nuril dijatuhkan oleh Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi pada 26 September 2018 dengan menganulir putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Mataram yang yang memutuskan Baiq Nuril bebas dari segala tuntutan dan tak bersalah.
Baiq Nuril kemudian mengajukan peninjauan kembali atau PK namun ditolak oleh Mahkamah Agung.