Setelah mendengarkan keterangan PT PJB, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) untuk saksi Iwan.
JPU pada KPK menanyakan mengenai maksud Eni Maulani Saragih mengungkapkan kalimat 'ganti judul'.
Semula, Iwan mengira pernyataan itu terkait pembahasan proyek PLTU Riau-1 cepat selesai dan tahun depan diganti dengan proyek lain.
Selain itu, JPU pada KPK menelusuri soal proses administrasi pelaksanaan proyek di PLN terutama terkait pelaksanaan Letter of Intent (LoI).
JPU pada KPK menyebut, sebelum proses LoI, seharusnya terlebih dahulu dilakukan proses shareholder agreement dan joint venture agreement.
Setelah proses LoI selesai baru dilakukan Power Purchase Agreement (PPA).
Iwan mengaku pernah mendengar mengenai penandatanganan PPA itu.
Namun, belum pernah melihat bentuk dokumen.
"Saya mendengar, tetapi belum pernah melihat dokumennya," tambahnya.
Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.