Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan berharap pimpinan KPK periode mendatang tidak hanya kompak ditingkatan atas saja, melainkan juga mampu mengkonsolidasikan pegawai hingga ke tingkat bawah.
"Pimpinan KPK kedepan juga selain mempunyai kemampuan keilmuan sesuai dengan bidangnya, menurut hemat saya juga yang mampu mengkonsolidasikan kekuatan KPK ini, termasuk dari mulai dari penyidik yang ada di bawah ini," ujar Trimedya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (18/7/2019),
Sehingga, menurut Trimedya tidak adalagi gesekan atau sentimen penyidik yang berasal dari Polri dan internal KPK atau independen.
Baca: Wasekjen PDIP: Pimpinan MPR Selanjutnya Harus Representasikan Spektrum Politik Nasional
Baca: Cerita Mbak Tutut Soal Pemilihan Kata Berhenti Saat Soeharto Lengser dari Kursi Presiden
Baca: Pengakuan Hakim HS Korban Penganiayaan Kuasa Hukum Saat Pimpin Sidang di PN Jakarta Pusat
Baca: Info Tiket PSIS Semarang Vs Persib Bandung: Bobotoh Kebagian Jatah, Ini Daftar Harganya
"Kalau sudah ada di dalam, mereka satu keluarnya KPK , sama seperti kami di komisi III, kita selalu bercanda, kita tarungnya 5 tahun sekali, kalau sudah tidak masuk lagi nanti misalnya 1 Oktober kita keluarga besar komisi III," tuturnya.
Masalah pengawasan juga menurut Trimedya harus menjadi sorotan seleksi pimpinan KPK ke depan.
Menurut Trimedya, pimpinan atau pegawai KPK merupakan manusia biasa.
Seketat apapun pengawasan tetap bisa kebobolan juga.
Salah satu contohnya, kasus pengawal tahanan Idrus Marham yang dipecat gara-gara menerima uang Rp 300 ribu.
"Mencoreng nama besar KPK, soal-soal seperti ini harus dikemukakan," katanya.
192 jalani uji kompetensi
Sebanyak 192 pendaftar calon pimpinan KPK hari ini, Kamis (18/7/2019) bakal mengikuti tahapan seleksi berikutnya.
Bertempat di Pusdiklat Kementerian Sekretariat Negara, Jalan Gaharu I No 1, Cilandak, Jakarta Selatan, seleksi uji kompetensi bakal digelar.
"Kami sudah melakukan persiapan untuk uji kompetensi hari ini. Insya Allah lancar," ucap Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Garnasih kepada Tribunnews.com.
Yenti menjelaskan uji kompetensi meliputi Obyektive Test dan penulisan makalah ini digelar pukul 08.00-13.00 WIB.
"Untuk judul makalahnya nanti diberi tahu saat tes, saat ini masih rahasia," tegas Yenti.
Baca: 5 Anak Ketua Umum Partai yang Berpeluang Jadi Menteri Jokowi, Siapa Saja?
Baca: Dua Polwan di Bursa Capim KPK vs Basaria
Pada saat mengikuti uji kompetensi, ungkap Yenti, setiap pendaftar wajib membawa KTP dan hadir 30 menit sebelum pelaksanaan tes dimulai untuk regritrasi.
Bagi Pendaftar yang menyampaikan lamaran melalui email wajib menyerahkan hardcopy berkas lamaran ke panitia seleksi pada saat registrasi sebelum pelaksanaan Uji Kompetensi.
"Bagi yang tidak menyerahkan hardcopy berkas lamaran dinyatakan gugur. Pendaftar yang tidak hadir mengikuti Uji Kompetensi dinyatakan gugur," tambah Yenti.
Untuk diketahui, Pansel Capim KPK telah merilis dari 376 pendaftar, hanya 192 yang lolos seleksi administrasi. Komposisi 192 pendaftar itu yakni 180 pria dan sisanya 12 perempuan.
Berdasarkan latar belakang profesi, akademisi atau dosen ada 40 orang , advokat/konsultan hukum ada 39 orang, korporasi (swasta, BUMD, BUMN) 17 orang.
Jaksa dan hakim yang lolos 18 orang, anggota TNI tidak ada yang lolos, anggota Polri 13 orang lolos, auditor 9 orang, komisioner/pegawai KPK 13 orang, lain-lain (PNS, pensiunan, wiraswasta, NGO, pejabat negara) ada 43 orang.
Catatan ICW
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan 192 orang yang dinyatakan lolos pada tahap seleksi administrasi.
Menanggapi hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan tiga catatan penting.
Pertama, menurut ICW, Pansel Pimpinan KPK tidak memperhatikan isu kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari pendaftar yang berasal dari unsur penyelenggara negara, aparatur sipil negara, dan institusi penegak hukum.
"Harusnya ini dijadikan salah satu penilaian dari sisi administrasi, karena bagaimanapun kepatuhan melaporkan LHKPN menjadi salah satu indikator dari integritas pejabat publik," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Jumat (12/7/2019).
Baca: KPK Segel Ruang Kerja Gubernur Kepulauan Riau
Baca: 5 Zodiak Paling Sering Gonta-ganti Gebetan, Libra Ahli Merayu Mangsa dan Jago Menutupi Kedok!
Baca: OTT Pungutan Liar, Polisi Segel Ruang BPKD Pematangsiantar
Baca: Kasus Video Ikan Asin: Ibu Galih Ginanjar Syok hingga Barbie Kumalasari Siap Minta Maaf ke Fairuz
Harus dipahami bahwa LHKPN merupakan suatu kewajiban hukum bagi setiap penyelenggara negara, hal ini diatur dalam UU No 28 Tahun 1999, UU No 30 Tahun 2002, dan Peraturan KPK No 07 Tahun 2016.
Untuk itu seharusnya jika ditemukan dari para penyelenggara negara, aparatur sipil negara ataupun penegak hukum yang belum pernah atau tidak memperbarui LHKPN nya di KPK maka sudah sewajarnya Pansel tidak meloloskan calon tersebut.
Kedua, untuk tahap selanjutnya Pansel harus memastikan bahwa rekam jejak para pendaftar Pimpinan KPK tidak pernah tersandung persoalan masa lalu.
Untuk menilai poin ini sebenarnya dapat menggunakan beberapa indikator.
Misal, dari para pendaftar harus dipastikan bersih dari catatan hukum.
Selain itu persoalan yang juga cukup penting adalah terkait dugaan pelanggaran etik para pendaftar pada lembaga terdahulu.
"Jangan sampai jika ada figur yang pernah diduga melanggar etik justru terlewat dan malah diloloskan oleh Pansel," jelasnya.
Ketiga, dalam nama-nama yang dinyatakan lolos pada tahap seleksi administrasi masih banyak ditemukan figur yang berasal dari institusi penegak hukum.
Sedari awal ICW menganggap bahwa calon-calon yang berasal dari institusi penegak hukum lebih baik diberdayakan saja di Kepolisian ataupun Kejaksaan.
Mengingat dua institusi penegak hukum itu belum terlihat baik dalam hal memaksimalkan pemberantasan korupsi.
Untuk tahap selanjutnya, imbuh dia, jika para penegak hukum aktif tersebut tetap diloloskan Pansel maka ia harus mengumumkan bahwa mereka akan mundur dari institusinya terdahulu ketika terpilih menjadi Pimpinan KPK.
"Ini penting untuk meminimalisir potensi konflik kepentingan ketika menangani sebuah perkara yang mana pelaku berasal dari institusinya terdahulu," ucapnya.