News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jadi Tersangka dan Ditahan Polisi, Ini Ancaman Hukuman Bagi Pengacara yang Serang Hakim

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kombes Pol Harry Kurniawan

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak kepolisian menahan Desrizal Chaniago (54) pengacara yang melakukan penyerangan terhadap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tersangka dijerat pasal 351 dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan dan atau pasal 212 KUHP

Harry mengatakan, pelaku melakukan aksi penyerangan tersebut karena kesal.

Hingga saat ini, belum terdapat indikasi Desrizal menggunakan narkoba atau minuman keras.

Aksi tersebut dilakukan secara spontan.

"Ia kesal karena vonis yang dibacakan itu tidak sesuai dengan harapan tersangka," ujar Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Harry Kurniawan di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019).

Baca: Staf Romy Dilarang Meninggalkan Indonesia Selama 6 Bulan oleh KPK

Baca: Jadi Top Skor di Indonesia, Penyerang Ini Tinggalkan Jepang untuk Gabung Klub Prancis

Baca: Eks Pemain Mahal Dobel Kecewa pada Partai Terbaru Liga Europa

Baca: Gerindra Incar Kursi Ketua MPR, Ini Reaksi Demokrat

"Pelaku dalam tahapan persidangan itu yang dibacakan oleh korban tidak sesuai yanh diharapkan dan tersangka mengambil ikat pinggang yang ada di celananya dan berdiri mendekati korban," tambah Harry.

Desrizal terancam hukuman dua tahun akibat perbuatannya. Hukuman ini dilakukan karena pelaku telah melakukan penganiayaan.

"Ini kita gak bisa lihat kesana, ini proses terjadi adalah proses pidana barang siapa yang melakukan perbuatan pidana, ada ancaman hukumannya. Saudara D ini adalah melakukan kegiatan penganiayaan dan ancaman hukumannya dua tahun delapan bulan," jelas Harry.

Nantinya, penyidik bakal berkoordinasi dengan perkumpulan komunitas advokat untuk proses hukum.

Pihaknya bakal koordinasi terkait dengan kasus ini.

"Kami melakukan koordinasi kepada pihak yang memang akan berperkara atau pihak yang memang akan berpengaruh dalam kasus ini," kata Harry.

Motif

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal kepada D, terungkap alasan atau motif yang bersangkutan melakukan tindak penganiayaan di ruang sidang Subekti, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019) sekitar pukul 16.00 WIB.

"Menurut keterangan dari tersangka bahwa tersangka kesal, marah yang dibacakan itu tidak sesuai dengan harapan tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan, di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019).

Baca: KPK Tegaskan Tidak Memprioritaskan Calon Pimpinan Jilid V dari Institusi Tertentu

Baca: Kasus Pengacara Serang Hakim Pakai Ikat Pinggang Saat Sidang, Ini Pengakuan Korban Hingga Reaksi MA

Baca: Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia, Sutradara Joko Anwar Sampaikan Duka Cita

Baca: Kuasa hukum Sunan Kalijaga Bilang, Salmafina Diminta Tim Produksi Rumpi Pakai Kalung Simbol Agama

Namun, kata dia, pemeriksaan terhadap D masih terus dilakukan untuk mengungkap kasus penganiayaan tersebut.

"Motif masih didalami bahwa keterangan tersangka pada saat itu yang bersangkutan dalam tahapan persidangan itu yang dibacakan korban tidak sesuai yang diharapkan dan tersangka mengambil ikat pinggang yang ada di celana dan berdiri mendekati korban," kata dia.

Atas perbuatan itu, pelaku dijerat Pasal 351 KUHP juncto Pasal 212 KUHP, dengan ancaman hukuman dua tahun dan delapan bulan penjara.

Pengakuan hakim

Hakim HS menceritakan insiden penganiayaan yang dialami dirinya saat memimpin sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019) sore.

Dia mengaku kejadian itu dilakukan kuasa hukum berinisial D secara mendadak pada saat hakim sedang membacakan putusan perkara nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst di ruang sidang Subekti

Menurut HS, insiden itu merupakan kejadian pertama yang menimpanya setelah selama puluhan tahun menjalani profesi sebagai hakim.

Hakim HS saat membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019). (Tribunnews.com/ Glery Lazuardi)

"Saya sekian tahun, berpuluh-puluh tahun baru ini," kata HS, saat membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).

Baca: Bedah Makna Togog-Semar, Sujiwo Tejo Khawatirkan Jokowi: Celakanya, Pak Jokowi Kenapa Duduk di Sini

Baca: Bedah Makna Togog-Semar, Sujiwo Tejo Khawatirkan Jokowi: Celakanya, Pak Jokowi Kenapa Duduk di Sini

Baca: Gerindra juga Incar Ketua MPR, Ini Jawaban PDI Perjuangan

Berdasarkan pemantauan, pada Kamis malam, hakim HS membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat.

Pria berkacamata itu menjelaskan detik-detik terjadinya penganiayaan.

Insiden itu berawal pada saat dirinya bersama dengan hakim anggota membacakan putusan untuk perkara nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst di ruang sidang Subekti.

"Ketika kami majelis hakim perkara perdata, saya selaku Ketua Majelis dengan agenda membacakan putusan perkara. Kemudian dipenghujung pembacaan putusan tersebut tiba-tiba saya juga tidak tahu karena saya kan menunduk ya membaca putusan itu tiba-tiba kuasa dari penggugat itu menghampiri kami dengan menyabet memakai ikat pinggangnya," ungkapnya.

Menurut dia, kejadian itu terjadi secara mendadak.

Dia mengaku tidak mengetahui alasan apa kuasa hukum penggugat melakukan tindak kriminal tersebut.

"Tidak tahu. Seketika. Sekonyong-konyong saja itu," kata dia.

Serangan ikat pinggang itu terkena dikeningnya.

Dia mengaku terkena ikat pinggang bersama dengan hakim anggota I berinisial DB.

"Mengenai kening saya sekali. Kemudian, menyabet anggota satu pak Duta Baskara dua kali. Saya sama pak Duta Baskara. Hakim Anggota 1, kanan saya," ujarnya.

Gelagat tidak baik

Sebelum terjadi insiden penganiayaan terhadap hakim, Desrizal memperlihatkan gelagat tidak baik dihadapan majelis hakim.

Hingga, akhirnya pada saat majelis hakim membacakan pertimbangan-pertimbangan putusan, Desrizal maju kehadapan majelis hakim sembari melayangkan ikat pinggang ke wajah mereka.

Hal tersebut diungkap juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur.

Dia menerima kronologis insiden penganiayaan setelah meminta keterangan dari hakim DB dan HS, selaku korban.

Kepala Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Makmur. (KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN))

"Kalau informasi resmi dari majelis hakim yang bersangkutan selama pemeriksaan perkara itu berjalan sebelumnya pun yang bersangkutan terkadang menunjukkan sikap arogan atau tidak bersahabat ya di ruang sidang," kata Makmur, ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019).

Baca: Mulai Ekstrem, Suhu Udara di Mekkah Diprediksi Capai 46 Derajat Celsius pada Sabtu, 19 Juli 2019

Baca: Ingatkan Saksi Grup WA Barbie Kumalasari, Farhat Abbas: Yang Nimbrung Jangan Bicara Sembarangan

Namun, setiap kali Desrizal menunjukkan gelagat tidak baik, kata Makmur, majelis hakim sudah berupaya menegur yang bersangkutan agar menghargai persidangan.

"Tetapi, setiap kali yang bersangkutan menunjukkan sikap begitu, ketua majelis yang memimpin sidang perkara itu memberikan penjelasan kepada yang bersangkutan untuk tetap sama-sama menghargai proses persidangan," kata dia.

Sikap-sikap tidak bersahabat itu diantaranya membentak saksi-saksi dari kubu tergugat yang dihadirkan ke persidangan.

"Berdasarkan informasi dari ketua majelisnya setiap persidangan menunjukkan sikap yang kurang bersahabat dalam persidangannya seperti membentak saksi-saksi yang diajukan lawannya atau sehingga tetap diingatkan sama majelis agar insiden-insiden kecil itu dapat teratur setiap persidangan," kata dia.

Sampai saat ini, Makmur menilai belum terungkap apa motif Desrizal melakukan hal tersebut.

Dia mensinyalir Desrizal memandang pembacaan pertimbangan majelis hakim tidak menguntungkan kubunya.

"Sejauh itu belum terungkap dari majelis hakim sendiri, reaksi itu terjadi karena majelis hakim mengarah pada pertimbangan yang menyatakan gugatan dalam prkara itu ditolak. Mungkin advokat ini merasa tidak diuntungkan dengan hukumnya dan merasa dirugikan makanya mengambil sikap seperti itu," katanya.

Sosok sang pengacara

Hanna Lilies, juru bicara pengusaha Tomy Winata, selaku penggugat perkara dan juga pemberi kuasa terhadap Desrizal mengungkapkan sosok pria tersebut.

"Aduh, orangnya kalem banget, sabar dan sangat banyak pertimbangan dalam melakukan sesuatu," kata Hanna, saat dihubungi, Jumat (19/7/2019).

Sehingga, setelah menerima informasi adanya penganiayaan yang dilakukan Desrizal, pihaknya kaget.

Sebab, mereka tidak menyangka orang yang diberikan kuasa justru berbuat onar di persidangan.

"Kami benar-benar tidak mengetahui dan belum mengetahui kenapa?" kata dia.

Dia membantah, insiden itu dilakukan atas seizin Tomy Winata.

Baca: Pemerintah Diharapkan Awasi Ketat Baja yang Masuk ke Dalam Negeri

Baca: Genjot Infrastruktur, Herman Deru Boyong Walikota-Bupati ke Menteri PUPR

Bahkan, dia menegaskan, Tomy Winata, menyayangkan hal itu terjadi.

"Saya mengerti pasti banyak yang berpikir begitu, tetapi Pak TW sendiri juga sangat kaget dan menyesalkan hal ini. Yakin, ini tidak ada tekanan dari siapapun," ungkapnya.

Desrizal pun dipastikan akan dicopot sebagai kuasa hukum TW.

"Pastinya selama menjalani proses hukum kan tidak mungkin bisa menjadi kuasa hukum, kemungkinan besar karena show must go on ya harus dicari penggantinya," kata Hanna Lilies.

Reaksi MA

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro, mengecam insiden penganiayaan yang dilakukan seorang kuasa hukum berinisial D kepada dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia menilai upaya penganiayaan yang itu merupakan perbuatan yang menciderai lembaga peradilan dan merupakan "Contempt of Court".

Menurut dia, masalah peradilan tidak hanya hakim dan aparat pengadilan, tetapi semua pihak di dalam ruang pengadilan/ruang persidangan harus menghormati.

Gedung Mahkamah Agung (youtube)

Dia menegaskan, semua pihak wajib menjunjung tinggi etika profesi masing masing.

"Hakim harus patuh pada kode etik. Panitera harus patuh kepada kode etik, jaksa harus patuh pada kode etik dan Advokat juga harus patuh pada kode etiknya. Perbutan yang dilakukan tidak saja bertentangan dengan kode etiknya, tetapi sudah masuk ranah tindak pidana," kata dia, dalam keterangannya, Kamis (18/7/2019).

Baca: Beredar Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami Setinggi 20 Meter, BMKG: Gempa Belum Dapat Diprediksi

Baca: Pemerintah Diharapkan Awasi Ketat Baja yang Masuk ke Dalam Negeri

Dia menjelaskan, persidangan merupakan tempat yang sakral. 

Sehingga, kata dia, semua pihak harus menghormati persidangan.

Apabila ada pihak yang belum bisa menerima putusan hakim, dia menyarankan, cukup menyampaikan pikir-pikir atau langsung menyatakan upaya hukum banding.

"Itulah etika persidangan menurut hukum," ujarnya.

Dia menambahkan, dalam rekaman terlihat jelas persiapan pelaku sampai perbuatan tersebut dilakukan pada saat hakim membacakan putusan, yaitu hakim diserang pada saat menjalankan jabatannya. (tribunnews.com/ glery/ fahdi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini