TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan siaran pers terbaru terkait viralnya informasi potensi gempa 8,8 skala richter (SR) dan tsunami dahsyat 20 meter di Pantai Selatan Jawa.
Sebelumnya, potensi adanya gempa 8,8 SR dan tsunami dahsyat 20 meter di Pantai Selatan Jawa diungkap oleh Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko.
Dalam keterangan terbarunya, Minggu (21/7/2019), BMKG menyampaikan 4 hal.
Pertama, BMKG menyatakan Indonesia sebagai wilayah yang aktif gempabumi memiliki potensi gempa bumi yang dapat terjadi kapan saja dan dalam berbagai kekuatan.
Kedua, sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa dengan tepat dan akurat kapan, dimana dan berapa kekuatannya sehingga BMKG tidak pernah mengeluarkan informasi prediksi gempabumi.
Baca: Ternyata BMKG Sudah Ada Sejak 1841, Ini Profil Lengkapnya
Baca: Viral Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami di Selatan Jawa, Kata BMKG hingga Mitos Nyi Roro Kidul
Ketiga, berdasarkan kajian para ahli bahwa zona megathrusrt Selatan Jawa memiliki potensi dengan magnitudo maksimum M,8,8.
Tetapi ini adalah potensi bukan prediksi, sehingga kapan terjadinya tidak ada yang tahu.
Karena itu, semua harus melakukan upaya mitigasi struktural dan non struktural dengan membanguna bangunan aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman tsunami serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempabumi dan tsunami.
Keempat, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing isu yang beredar.
Masyarakat dapat mengetahui info lebih jelas dengan menghubuingi kontak ceter 021-6546316 atau mengunjungi laman resmi BMKG, www.bmkg.go.id.
Siaran pers BMKG itu disampaikan melali akun twitter resmi BMKG, @infoBMKG.
"Siaran Pers: Merespon keresahan masyarakat pantai selatan Jawa, akan terjadinya gempabumi dengan kekuatan 8,8 yang diikuti tsunami setinggi 20 meter di pantai Cilacap, Yogyakarta sampai Jawa Timur, berikut info resmi dari #BMKG," tulis @infoBMKG.
Penjelasan Widjo Kongko soal Potensi Gempa 8,8 SR
Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko mengungkap potensi gempa 8,8 SR di Pantai selatan Jawa.
Gempa yang berpotensi terjadi sebesar 8,5 hingga 8,8 SR diprediksi menimbulkan gelombang tsunami dengan ketinggian 20 meter di sepanjang pantai tersebut.
Dampak gelombang gempa tsunami berpotensi mengenai selatan Jawa khususnya selatan DIY cukup panjang yaitu Cilacap hingga Jawa Timur.
Gelombang tsunami tersebut memiliki potensi ketinggian 20 meter dengan jarak rendaman sekitar tiga hingga empat kilometer.
Prediksi gelombang tsunami diakibatkan oleh adanya segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa.
“Ada segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa hingga ke Sumba di sisi timur dan di selatan Selat Sunda."
"Akibatnya, ada potensi gempa megathrust dengan magnitudo 8,5 hingga 8,8,” terang Widjo Kongko di Yogyakarta, Rabu (17/7/2019), dikutip dari TribunMedan yang mengutip dari laman Antaranews.
Baca: BMKG Prediksi Gelombang Tinggi di Laut Selatan Hingga Sepekan ke Depan, Ombak Bisa Capai 5 Meter
Widjo juga mengungkap gelombang tsunami akan tiba dalam waktu 30 menit usai terjadi gempa besar.
“Jika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membutuhkan waktu lima menit sejak gempa untuk menyampaikan peringatan dini, maka masyarakat hanya memiliki waktu sekitar 25 menit untuk melakukan evakuasi atau tindakan antisipasi lain,” katanya.
Petunjuk Kebenaran dari Mitos Nyi Roro Kidul
Mitos Nyi Roro Kidul
Dikutip dari Kompas.com, tsunami pantai selatan Jawa sebetulnya sudah pernah terjadi sekitar 400 tahun yang lalu dalam skala yang luar biasa?
Fenomena itu terekam dalam mitos Nyi Roro Kidul, seperti diungkapkan oleh Eko Yulianto, pelacak jejak tsunami purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam film dokumenter LIPI yang berjudul "The Untold Story of Java Southern Sea".
Diwawancarai oleh Kompas.com via telepon, Sabtu (20/9/2019), Eko menuturkan bahwa pencarian jejak tsunami raksasa purba dimulainya ketika melakukan penelitian di lapangan dua hari setelah tsunami Pangandaran pada 2006.
Pada saat itu, dia menemukan bukti pertama yang diduga endapan tsunami purba.
Namun, dia tidak dapat mengambil sampel dan meneliti lebih lanjut.
Baru satu tahun kemudian, ketika Eko menemani profesornya yang berasal dari Jepang, sampel berhasil dibawa untuk diuji di Japan Nuclear Center.
Hasil pengujian yang keluar pada 2 Desember 2017 dan menunjukkan bahwa tsunami terjadi sekitar 400 tahun yang lalu plus minus 30 tahun.
“Dari situ saya berpikir, seandainya benar 400 tahun itu tadi, maka saat itu di Jawa sedang ada apa. 400 tahun lalu secara kasar tahun 1600. Karena sejak kecil saya juga suka sejarah, saya masih ingat pelajaran-pelajaran dulu secara umum. Tahun 1600-an itu adalah kurang lebih awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam,” ujar Eko.
“Lalu karena saya juga orang jawa, yang dibesarkan di Jawa dan masih mengalami masa ketika menonton sandiwara tradisional Jawa, ketoprak, dan sebagainya, yang saya ingat juga adalah hubungan antara raja-raja Mataram Islam dengan Ratu Pantai Selatan (Nyi Roro Kidul) sebagai sebuah mitos,” lanjutnya lagi.
Baca: Kabar Potensi Tsunami di Selatan Jawa Viral, Fakta dari BMKG Hingga BNPB Bagi Rumus Menghadapinya
Berdirinya Kerjaan Mataram Islam dituturkan dalam dua versi.
Versi pertama yakni dalam buku sejarah menceritakan bahwa ketika Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang ingin menyerbu Sultan Panembahan, dia terhalang oleh aliran lahar dari Gunung Merapi dan terpaksa kembali.
Dalam perjalanan, dia terjatuh dari gajah tunggangannya dan meninggal.
Namun dalam versi Babad Tanah Jawi, kisah itu menjadi lebih dramatis.
Panembahan Senopati atau Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa Sultan Hadiwijaya akan menyerbu sehingga mereka pun berbagi tugas untuk menangkalnya.
Ki Ageng Pemanahan berangkat ke utara untuk meminta bantuan dari Penguasa Merapi, sedangkan Panembahan Senopati berangkat ke selatan untuk meminta bantuan dari Penguasa Laut Selatan.
Ketika menuju ke Selatan, Panembahan Senopati masuk ke Kali Ompak dan berenang.
Namun, kemudian seekor naga atau ikan raksasa memberikan bantuan dan mengantarkannya ke muara sungai.
Setelah naik ke daratan, dia pun bersemedi.
Semedinya mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar.
Gelombang ini mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan dan mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.
Saat itulah, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi karena menganggu rakyatnya.
Mereka pun mencapai kesepatakan, dan Nyi Roro Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.
Mencari bukti-bukti tsunami
Eko mengatakan, jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan sama fenomena alam, maka fenomena alam itu harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang lebih valid secara ilmiah.
Secara kebetulan, Eko mendapatkan salinan dari disertassi Alfred Wichmann, seorang ahli geologi Hindia-Belanda.
Dalam disertasinya, Wichmann mencatat kejadian-kejadian tsunami, gempa bumi dan letusan gunung api di Indonesia dari tahun 300 hingga 1850 berdasarkan macam-macam sumber, mulai dari mitos, cerita rakyat hingga catatan orang Eropa yang sedang berada di Indonesia.
Disertasi Wichmann menyebutkan bahwa pada 1584-1586, ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh selatan jawa.
Lalu, pada kisaran waktu yang sama, ada tiga gunung yang meletus yakni Gunung Ringgit, Gunung Kelut dan Gunung Merbabu.
“Dikatakan gempa itu mengguncang seluruh selatan Jawa. Kalau deskripsinya benar, gempa itu kemungkinan besar terjadi di jalur subduksi selatan Jawa (di lautan) dan bukan daratan Pulau Jawa. Karena kalau dari sesar di daratan, gempa itu hanya akan dirasakan oleh wilayah yang tebatas sekali,” tutur Eko.
Baca: Info BMKG: Peringatan Dini Sejumlah Wilayah Alami Cuaca Ekstrem, Berlaku 19-21 Juli 2019
Di samping disertasi Wichmann, Eko dan timnya juga melakukan penelitian lanjutan sejak 2006 untuk mencari bukti adanya tsunami raksasa yang dipicu oleh gempa sekitar 400 tahun yang lalu.
Bila memang benar terjadi, seharusnya bukti dapat ditemukan pada hampir semua tempat di pantai selatan Jawa.
Penelitian Eko membuahkan hasil.
Bukti ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang bahkan selatan Bali.
“Kami menyimpulkannya, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu,” ujar Eko.
Legitimasi politik
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana sebuah fenomena tsunami besar dituturkan sebagai mitos?
Menurut Eko, mitos ratu pantai selatan sebenarnya adalah bukti bahwa Panembahan Senopati merupakan orang yang sangat cerdas secara politik.
Pasalnya, di samping pertemuan pertama Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul, Babad Tanah Jawa juga menceritakan banyak mitos-mitos lain.
Sebagai contoh adalah tentang kakek Panembahan Senopati yang sakti dan bisa memegang petir.
Lalu, ada juga kisah mengenai ayah Panembahan Senopati berhasil meminum sebuah kelapa dalam satu tenggak.
Rupanya, keturunan orang yang bisa meminum kelapa itu dalam satu tenggak akan ditakdirkan menjadi raja.
Membaca mitos-mitos ini dalam konteks sosio-kultural, Eko pun mendapatkan kesimpulan bahwa Panembahan Senopati memanfaatkan suatu peristiwa alam (tsunami dan letusan gunung) untuk menambahkan legitimasinya sebagai raja, meskipun dia tidak berdarah biru.
Jika melihat mitos-mitos itu saja, naiknya Panembahan Senopati telah ditakdirkan karena kakeknya yang sakti dan ayahnya bisa meminum kelapa dalam satu tenggak.
Bahkan, Ratu Pantai Selatan dan Penguasa Merapi pun merestuinya.
Kisah Nyi Roro Kidul dan hasil pemodelan potensi tsunami selatan Jawa memberi pesan bahwa penduduk di sekitar wilayah Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara harus waspada.
Baca: Pantai Jawa Berpotensi Gempa 8.8 SR dan Tsunami, BMKG Tegaskan Perbedaan Potensi dan Prediksi
Tsunami pasti akan terjadi walau kita tak tahu kapan.
Yang bisa dilakukan adalah bersiap-siap sehingga meminimalkan korban.
(Tribunnewes.com/Daryono) (Kompas.com/Shierine Wangsa Wibawa)