Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjadwalkan sidang kasus suap kesepakatan kontrak proyek IPP Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Mulut Tambang (PLTU MP) Riau-1 yang menjerat terdakwa Sofyan Basir, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero)
Pada Senin (22/7/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi. Rencananya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK akan menghadirkan empat orang saksi di persidangan hari ini.
Salah satu diantaranya yaitu Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur dan Nusa Tenggara, Supangkat Iwan Santoso.
Supangkat. Dia akan diperiksa dalam kapasitas sebagai Direktur Pengadaan Strategis II PT. PLN.
Baca: Warga Bantai 4 Orang Karena Dicurigai Lakukan Praktik Ilmu Hitam dan Sihir
Baca: Dari Tugu Pal Putih Yogyakarta, Lilik Jalan Kaki Menuju Istana Presiden
Baca: Menanti Kesepakatan Satu Paket Kursi MPR
Baca: Irish Bella Tasyakuran Hamil 4 Bulan - Ammar Zoni Ngidam Belut, Rahasiakan Jenis Kelamin Bayi Kembar
Selain Supangkat turut dihadirkan sejumlah saksi lain di antaranya Mimin Insani selaku Senior Manager Pengadaan IPP PT PLN, Tahta Maharaya yang juga keponakan terdakwa Eni Maulani Saragih, dan Audrey Ratna Justianty selaku Sekretaris Johannes Kotjo.
"Rencananya (saksi,-red) adalah, Supangkat iwan, Mimin insani, Tahta maharaya dan Audrey ratna justianty," ujar Jaksa Lie Setiawan saat dihubungi, Senin (22/7/2019).
Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, mengatur pertemuan untuk membahas pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisn Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN.
JPU pada KPK menjelaskan, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan Eni, Idrus, dan Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa oleh Kotjo.
Padahal, kata JPU pada KPK, terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, sehingga Eni, selaku anggota Komisi VII DPR RI dan Idrus menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 Miliar.
Pada dakwaan pertama, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Ataupun pada dakwaan kedua, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 11 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.