Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar PP PA GMNI di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019) dengan tema “Siapa Melahirkan Republik Harus Berani Mengawalnya”.
Dalam paparannya, Moeldoko mengingatkan bahwa ada pihak yang mencoba menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang penakut.
Baca: Klasemen Liga 1: Bali United Tempel Tira Persikabo, Persib Dekati Persebaya dan Alex Goncalves Kokoh
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini, Aries Jangan Tuntut Pasangan, Scorpio Dengarkan Isi Hati Kekasih
Baca: Astra Isuzu Salurkan Donasi ke WeCareID di GIIAS 2019
Baca: Bali United Sukses Catat Rekor Seratus Persen Kemenangan Kandang di Liga 1
Ia mencontohkan adanya isu penyelundupan kontainer senjata dari Cina sempat membuat heboh beberapa kalangan dan terbukti bahwa berita itu bohong atau hoaks.
“Belanda dan Jepang memang menjajah dan membuat bangsa kita takut, namun sekarang ada pihak yang berusaha membuat Indonesia tetap menjadi bangsa penakut dengan menyebarkan berita bohong seperti isu penyelundupan kontainer senjata dari Cina di Morowali beberapa waktu lalu.
Padahal itu hoaks, jangan lah kita takut akan hal seperti itu, jangan-jangan ada yang menggiring Indonesia menjadi bangsa penakut,” ungkap Moeldoko.
Namun menurutnya pemerintahan setelah reformasi mulai membawa kultur harapan di tengah masyarakat Indonesia.
Moeldoko mencontohkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia di perbatasan dengan negara lain mulai bisa merasa bangga dan merasakan kehadiran pemerintah.
“Setelah reformasi presiden-presiden Indonesia mulai membangun budaya harapan, apalagi saat ini masyarakat Indonesia di perbatasan mulai bangga akan ke-Indonesia-annya dengan pembangunan intensif di perbatasan. Saat ini warga negara sebelah kagum dengan Indonesia,” tegasnya.
Moeldoko mengatakan tak mustahil Indonesia akan menjadi negara adidaya bila budaya harapan ini dilanjutkan.
Termasuk dengan memperkuat kolaborasi dan sinergitas di antara unsur militer, nasionalis, dan agamis.
“Saya pernah diskusi dengan panglima Myanmar dan beliau kagum serta ingin tahu bagaimana Indonesia bisa bergeser dari dwifungsi pada era orde baru ke seutuhnya demokrasi, memang ada gejolak tapi Indonesia tetap utuh. Itu semua peran militer, nasionalis, dan agamis dalam menjaga stabilitas saat pergeseran tersebut,” tegasnya.