Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I), Tom Pasaribu mengatakan polemik seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 seharusnya tidak perlu berlarut-larut serta berkepanjangan seperti yang terjadi saat ini, bila Komisi XI DPR menjalankan surat Pimpinan DPR No PW/10924/DPR RI/VII/2019.
Dalam surat perihal, penyampaian daftar nama calon anggota BPK tertanggal 11 Juli 2019 itu, secara tegas Pimpinan DPR meminta Komisi XI melaksanakan seleksi calon anggota BPK sesuai dengan pasal 198 ayat (2) tatib DPR Nomor 1 Tahun 2014.
Baca: Mobile Legends League Musim ke-4 Adopsi Model Waralaba
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Kamis 25 Juli 2019, Virgo Boleh Ambisius Tapi Harus Teliti
Baca: Berlatar Asmara, 2 Kakek Terlibat Duel Saling Bacok, Keduanya Akhirnya Tewas
Baca: Inilah Barang Milik Mantan Suami Rossa yang Masih Disimpan di Rumah Sang Penyanyi
Artinya sebanyak 64 calon yang mendaftar seharusnya semua diserahkan ke DPD .
"Bila ego dan kesalahan dikesampingkan demi kepentingan bangsa.
Komisi XI tidak perlu juga malu dan gengsi menjalankan aturan dan peraturan, khususnya Tatib pasal 198 ayat (2) sebagai persyaratan formilnya demi terciptanya keadilan bagi para calon anggota BPK.
DPR tidak boleh menghambat hak-hak para calon anggota BPK yang telah lulus administrasi sesuai aturan formil yang sah dan berlaku," tegas Tom Pasaribu melalui keterangan tertulisnya, Kamis (25/7/2019).
Demi terciptanya keadilan bagi para calon anggota BPK, jelas Tom Pasaribu, DPR tidak boleh menghambat hak-hak para calon anggota BPK yang telah lulus administrasi sesuai aturan formil yang sah dan berlaku.
Secara khusus, Tom menyoroti perekrutan, serta seleksi calon anggota BPK di mana Komisi XI menerapkan penilaian pada makalah.
Padahal, makalah hanya kelengkapan administrasi, serta syarat-syarat lainnya dan tidak ada dicantumkan adanyan penilaian
Dalam perekrutan calon anggota BPK dalam 10 tahun terakhir ini, sepanjang kita ketahui juga tidak pernah dilakukan penilaian makalah seperti menilai sikripsi atau disertasi.
Oleh karena itu, KP3-I berharap DPR tidak menciptakan polemik baru di tengah-tengah masyarakat, di mana akibat adanya penilaian makalah yang dilakukan Komisi X, beberapa dosen yang ikut seleksi calon angota BPK gagal.
"Pernahkah DPR memikirkan akibatnya bagi dunia pendidikan? Dosen yang menjadi salah satu penilai sikripsi disaat seseorang mahasiswa mengikuti sidang sikripsi, masa tidak ngerti buat makalah, padahal dalam syarat formil calon anggota BPK tidak ada penilaian makalah sesuai aturan dan peraturan," pungkasnya.