Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana, khususnya kasus korupsi dalam Pilkada 2020.
Memang Indria Samego menegaskan, seharusnya koruptor dan mantan narapidana tidak ikut dalam seleksi pimpinanan pemerintahan.
"Siapa pun dia harus dicegah untuk jadi kepala daerah," ujar Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center ini kepada Tribunnews.com, Senin (29/7/2019).
Sayangnya, dia menilai, partai politik tidak terlalu mempertimbangkan hal itu dan lebih pragmatis.
Baca: KPK Usul Eks Napi Korupsi Dilarang Maju Pilkada, KPU: Harus Ada Desakan Kepada DPR
"Parpolnya saja yang pragmatis, maka idealisme dipinggirkan," jelas Indria Samego.
Namun, dia berharap melalui imbauan KPK dan pengalaman kembali tertangkapnya Bupati Kudus Muhammad Tamzil menjadi pembelajaran berarti bagi partai-partai politik di Indonesia.
"Jadi tidak ada lagi alasan karena mahalnya biaya politik," tegas Indria Samego.
"Karena itu semuanya harus bebas dari niat memanfaatkan jabatan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya," imbuhnya.
KPK Imbau Parpol Jangan Calonkan Mantan Koruptor Jadi Kepala Daerah
Penangkapan Bupati Kudus Muhammad Tamzil membuat Komisi Pemberantasan Korupsi memberi peringatan kepada partai politik untuk tak memilih bekas terpidana korupsi jadi calon kepala daerah.
Tamzil sebelumnya ditangkap KPK dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan.
"KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada 2020, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di kantornya, Sabtu, 27 Juli 2019.
KPK menangkap Tamzil dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Jumat, 26 Juli 2019. KPK menyangka politikus Hanura itu menerima Rp 250 juta dari pelaksana tugas Sekretaris Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, Akhmad Sofyan.
Baca: Korupsi Pengadaan Kapal di KKP dan Bea Cukai, KPK Periksa Direktur Teknik PT Daya Radar Utama
Suap yang diberikan melalui staf khususnya, Agus Soeranto itu diduga agar Sofyan dapat menduduki jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Tamzil juga pernah masuk penjara karena kasus korupsi. Saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008, Tamsil melakukan korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus anggaran 2004.
Pada 2014, Kejaksaan Negeri Kudus menyidik kasus ini. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Tamzil 22 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pada Februari 2015.
Basaria meminta kasus Tamzil menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Dia minta jangan pernah memberikan kesempatan bagi koruptor untuk dipilih.
"Jangan pernah lagi," kata dia.