Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi mengatakan partainya masih melirik kursi Jaksa Agung.
Menurutnya, posisi Jaksa Agung yang kini dijabat Politikus NasDem HM Prasetyo dilirik banyak partai.
"Tidak ada hubungan dengan mempertahankan, tidak mempertahankan, tetapi yang jelas karena semua melirik maka Nasdem tetap melirik. Boleh kan," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (30/7/2019).
Menurutnya, Jaksa Agung merupakan jabatan politik, sama halnya dengan pos kementerian.
Karena itu wajar saja bila bayak partai mengincar jatah pimpinan Korps Adiyaksa tersebut.
"Masalah Jaksa Agung ini adalah dia jabatan politik, dalam konteks Indonesia dia jabatan politik. Semua partai boleh melirik posisi tersebut, tetapi keputusan akhir pada presiden pada pak Jokowi," katanya.
Baca: UPDATE Kasus Pria Makan Kucing Hidup di Kemayoran: Grandong Diduga Pelajari Ilmu Mistis
Baca: BERITA POPULER: Keterangan Warga Soal Sosok Pria Pemakan Kucing Hidup-hidup di Kemayoran
Baca: Kisruh Laga Persela vs Borneo FC - Pemain Asing Terkejut, Begini Sikap Tim Pelatih Kedua Kubu
Baca: Kisruh Laga Persela vs Borneo FC - Pemain Asing Terkejut, Begini Sikap Tim Pelatih Kedua Kubu
Menurutnya Jaksa Agung merupakan posisi penting.
Kejaksaan merupakan pengacara negara.
Selain itu, orang yang duduk dalam jabatan tersebut harus paham betul mengenai penuntutan.
NasDem menurutnya memiliki banyak kader yang cocok untuk menjadi Jaksa Agung.
"Dia berdiri mempertahankan negara Indonesia. karena itu dia tentu saja orang-orang yang sangat baik. Apakah ada menurut saya, di Nasdem pasti ada," katanya.
Diisi internal kejaksaan
Pensiunan jaksa senior atau Purna Adhyaksa yang mengatasnamakan Koalisi Indonesia Negara Hukum menyarankan, kriteria Jaksa Agung ke depan berasal dari internal kejaksaan.
Mantan JAM Pidsus Kejagung, Sudhono Iswahyu, menuturkan, masukan pihaknya diharapkan menjadi pertimbangan pemilihan Jaksa Agung di pemerintahan kedua Jokowi.
"Kita (pensiunan jaksa senior) menyarankan figur (Jaksa Agung ke depan) berasal dari kalangan internal, yang berpengalaman di luar dan berhasil. Itu kami anggap paling ideal, untuk memimpin jaksa agung," ujar Sudhono dalam sebuah diskusi di Kompleks TVRI, Senayan, Jakarta , Minggu (21/7/2019).
Baca: Jenazah Prajurit TNI yang Gugur di Nduga Papua Telah Divisum dan Disemayamkan
Baca: Wisatawan Asal Vietnam di Pantai Klingking Tersapu Ombak Setinggi 6 Meter, Satu Orang Tewas
Baca: Cekcok dengan Suami di Jalan, Seorang Wanita Kesal Hingga Nekat Berdiri di Atas Mobil yang Melaju
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini, Rabu 31 Juli 2019: Aries Mulai Serius, Gemini Ragu
Baca: Kisruh Laga Persela vs Borneo FC - Pemain Asing Terkejut, Begini Sikap Tim Pelatih Kedua Kubu
Ia mengatakan, sebagai purna Adhyaksa, sosok ideal pemimpin di lembaga itu haruslah yang mencerminkan keadilan.
"Kami mengharapkan tipe Jaksa Agung yang ideal, karena nanti akan sangat menentukan bagi lembaga Kejaksaan sendiri dan juga bagi para pencari keadilan di republik ini," kata Dhono.
Jaksa agung yang diangkat dari internal bisa berasal dari anggota yang aktif maupun purna yang masih sehat jasmani dan rohani.
Baca: Menolak Disuapi Chef Arnold, Reaksi Gibran Rakabuming Sontak Buat Rafi Ahmad dan Nagita Ngakak
Pihaknya juga berharap Jaksa Agung bukan berasal dari politisi.
"Presiden kita harapkan dalam memilih Jaksa Agung hendak memperhatikan dari kalangan internal Kejaksaan, bagaimana caranya beliau mendengar dari kalangan internal. Kalau bisa jangan yang terlibat politik praktis," tutur dia.
Pernyataan Dhono diamini pula Mantan Direktur Penyidikan Kejagung Chairul Imam.
Perlunya calon Jaksa Agung dari kalangan internal, lantaran telah mengetahui SOP dan persoalan yang dihadapi.
"Semua keputusan dibuat Jaksa Agung. Oleh karena itu Jaksa Agung harus mengerti semua pekerjaan SOP dan personilnya di Kejaksaan. Kepekaan hukum harus dimiliki semua Jaksa, apalagi seorang Jaksa Agung," kata Chairul.
Dinilai sudah bekerja baik
Sejumlah pihak menilai kinerja Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan HM Prasetyo tidak memuaskan.
Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya jaksa yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Bahkan Indonesia Corruption Watch (ICW) sering melontarkan kritik keras atas kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang minim menindak kasus korupsi.
Merespon hal tersebut, HM Prasetyo sempat angkat bicara. Dia menilai kritikan itu tidak berdasar.
HM Prasetyo malah meyakini, orang yang mengkritiknya itu tidak jauh lebih baik jika memimpin institusinya.
Baca: Seleksi CPNS 2019 segera Dibuka, BKN Minta Calon Peserta Siapkan Dokumen Ini
Baca: Titi Kamal Ceritakan Pengalaman Horor Syuting di Bekas Rumah Sakit Jiwa
Baca: Kembali Jadi Sponsor Utama GIIAS 2019, Astra Financial Tawarkan Cicilan Bunga Nol Persen
Baca: Salmafina Sunan Dikhawatirkan Kabur ke Luar Negeri, Sunan Kalijaga Datangi Kantor Imigrasi
Menurut HM Prasetyo, pihaknya tidak pernah lengah mengawasi seluruh jaksa yang ada di Korps Adhyaksa.
Hanya saja ada sejumlah kendala ketika mengawasi jaksa yang jumlahnya mencapai 10 ribu lebih.
Lantas, apakah selama ini Partai NasDem menilai kadernya HM Prasetyo telah bekerja dengan baik di tengah beragam kritikan yang dialamatkan kepada Jaksa Agung?
"Sampai saat ini Pak Prasetyo kan masih dipakai atau tetap sebagai anggota kabinet Jokowi. Kami menilai yang dia memang bekerja dengan baik. Kalau memang tidak memenuhi harapan presiden kan sudah pasti diganti," ungkap Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Jhonny G Plate, Senin (15/7/2019) di DPP Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat.
Jhonny G Plate melanjutkan bagi Jaksa agung untuk sekedar menyamankan rakyat yang suka protes melawan dengan mengikuti saja seluruh kemauan mereka bukan ciri khas dari kader NasDem.
Kader NasDem itu, lanjut dia, selalu menegakkan aturan dengan penuh tanggung jawab walaupun risikonya menjadi tidak tersohor.
Dikonfirmasi soal Fraksi PDIP DPR yang melakukan rotasi di alat kelengkapan Dewan, dimana Herman Hery kini menjabat Wakil Ketua Komisi III menggantikan Trimedya Panjaitan.
Pelantikan dipimpin langsung ketua DPR Bambang Soesatyo, Senin (15/7/2019) di Gedung DPR, Senayan.
Melalui pergantian ini, Trimedya resmi menjadi anggota biasa di Komisi III.
Santer pula isu beredar, Trimedya sengaja dijadikan anggota biasa sebagai persiapan bakal menduduki posisi Jaksa Agung dalam kepemimpinan Jokowi, periode kedua.
Menyikapi itu, Jhonny G Plate menjawab diplomatis.
Kalaupun isu itu benar adanya, dia bakal mengucapkan selamat pada Trimedya.
"Bagaimana ya, saya bukan presiden terpilih soalnya. Tapi kalau itu benar, ya selamat pada Pak Trimedya. Nanti kita tunggu pada saat Pak Jokowi menentukan, kan tidak boleh isu. Setidaknya Pak Trimedia dianggap layak jadi Jaksa agung itu adalah juga politisi dari Kabinet Indonesia Kerja, koalisi kami, bagus dong. Yah kita serahkan semua ke Pak Jokowi," ungkapnya.
Kembali ditanya soal bagaimana jika posisi Jaksa Agung tidak lagi menjadi pos bagi kader NasDem? Jhonny G Plate meminta menanyakan itu kepada Presiden Jokowi.
Tetap diisi kader NasDem
Presiden Jokowi minggu lalu berujar masih banyak menteri-menteri di Kabinet Kerja jilid satu yang bakal kembali diajak bergabung di jilid dua.
Siapa saja mereka ? Jokowi masih merahasiakan. Jokowi meminta semua pihak menunggu saat dirinya mengumumkan susunan kabinetnya.
Diketahui saat ini posisi Jaksa Agung diisi oleh HM Prasetyo.
Lantas apakah HM Prasetyo yang berasal dari NasDem itu bakal tetap dipertahankan atau setidaknya tetap diisi oleh pos NasDem?
Menjawab itu, menurut Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Jhonny G Plate urusan itu merupakan hak prerogratif dari Presiden Jokowi.
Baca: Caleg Gerindra Terbanyak Bersengketa Internal di MK, Perludem Sebut Mereka Merasa Dirugikan
"Tanyakan pada Pak Jokowi, termasuk misalnya Jaksa Agung. Jaksa agung dalam mengambil peran selama lima tahun bukan peran yang gampang," ujarnya, Senin (15/7/2019) di DPP Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat.
Jhonny G Plate mencontohkan pada saat ada penindakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, pidana umum (pidum) misalnya ada banyak tantangan dari masyarakat karena itu dihubungkan sebagai politik.
"Karena itu pada saat mereka menggunakan hukum sebagai acuan untuk keamanan, ketertiban masyarakat, itu harus didukung. Sedangkan adil dan tidak adilnya itu ada di pengadilan dengan semua perlindungan terhadap hak-hak pencari keadilan. Itu sudah diatur," tambahnya.