TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Melanie Subono menegaskan masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan kualitas udara bersih selama tinggal di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Atas hal tersebut, dia bersama dengan 29 orang lainnya mengajukan gugatan terkait hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Enggak ada urusan dipolitisir, yang mempunyai hak bernafas yang merasa kerugian, yang tahu kualitasnya hidup kami di Jakarta sudah sangat berkurang," kata Melanie, di PN Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Dia menegaskan, hak paling mendasar bagi manusia adalah bernapas. Menurut dia, bernapas sudah menjadi bagian dari hak hidup sebagai warga negara.
"Salah satu hak paling mendasar di hak asasi adalah bernafas. Dan ini sudah diakui bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia bahwa kualitas hidup kita, tanah air, air bayar, nafas kami empot-empotan," kata dia.
Baca: Usai Melahirkan Bayinya di Toilet Lalu Membekapnya, Mahasiswi di Denpasar ini Kembali Ikuti Ujian
Selain itu, kata dia, warga ibukota juga perlu mendapatkan data dan informasi yang akurat mengenai kualitas udara. Namun, dia menyayangkan, sejumlah alat yang dipergunakan untuk mengukur kualitas udara tidak berfungsi.
"Kami berhak diberikan data yang jelas, kayak misalnya di Bundaran Hotel Indonesia, Gelora Bung Karno tidak jarang mesinnya rusak atau data tidak akurat. Sebenarnya, kami berhak mendapatkan data yang jelas," kata dia.
Oleh karena itu, melalui gugatan itu dia mengharapkan, agar pemerintah menyadari masyarakat mempunyai hak bernapas.
"Tapi come on nafas kami enggak lo anggap sebagai hak yang baik," tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadwalkan persidangan perkara gugatan atas hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Sidang dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PNJkt.Pst itu akan digelar di ruang sidang Kusuma Atmadja 2, pada Kamis (1/8/2019).
Penggugat perkara ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Sebanyak 30 warga negara mengajukan gugatan alias citizen law suit (CLS).
Baca: Niatnya Ramah Lingkungan, Ada Bahaya di Balik Mengisi Ulang Botol Plastik Kemasan
Penyampaian gugatan itu melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang dan lintas profesi. Mulai dari mahasiswa sampai advokat. Para penggugat akan dibantu oleh Tim Advokasi Ibu Kota (Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta).
Para penggugat melayangkan gugatan kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Surat registrasi juga turut mencantumkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim sebagai pihak tergugat.
Pada pokok gugatan, penggugat meminta
1. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan bahwa para tergugat terbukti melanggar hak asasi manusia, dalam hal ini lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
4. Menghukum tergugat I untuk:
Menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi;
Mengetatkan Baku Mutu Udara Ambien Nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menghukum tergugat II untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat;
Menghukum tergugat III untuk:
Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah untuk tergugat V, turut tergugat I dan turut tergugat II dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren dalam bidang lingkungan hidup, khususnya terhadap pengendalian pencemaran udara.