Rahmat menjelaskan, gempa bumi terjadi akibat deformasi batuan yang terjadi secara tiba-tiba pada sumber gempa.
Sebelum terjadi deformasi, ada tegangan (stress) yang terakumulasi di zona tersebut.
Baca: Info BMKG: Prakiraan Tinggi Gelombang dan Potensi Hujan Lebat Disertai Petir, Minggu 4 Agustus 2019
Baca: UPDATE Gempa Banten, 223 unit Bangunan Rusak
"Pengaruh penjalaran stres untuk proses selanjutnya secara kuantitatif masih sulit untuk diketahui," kata Rahmat.
Teori yang berkembang saat ini, lanjut Rahmat, baru bisa menjelaskan, sebuah gempa bumi utama dapat membangkitkan atau memicu aftershocks alias gempa bumi susulan.
Namun, masih sulit untuk memperkirakan gempa besar rentetannya.
Misalnya dalam beberapa kasus seperti gempa bumi doublet, triplet (dua atau tiga kejadian gempa bumi tektonik dalam waktu dan lokasi yang relatif berdekatan), dan seterusnya.
Rahmat mengimbau agar masyarakat tetap tenang, tapi waspada.
"Selain itu, jangan percaya pada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata dia.
Baca: BNPB Puji Respon Masyarakat Hadapi Gempa Banten
Baca: 10 Benda yang Wajib Ada dalam Tas Siaga Bencana
Yang lebih penting saat ini, kata Rahmat adalah melakukan langkah-langkah mitigasi terkait kesiapan sebelum, saat, dan setelah terjadi gempa bumi.
Satu yang paling mudah dilakukan, siapkan perabotan-perabotan yang kuat dan dapat menjadi tempat perlindungan sementara saat terjadi gempa.
"Siapkan jalur evakuasi yang aman di lingkungan tempat tinggal, selanjutnya terus latihan untuk evakuasi mandiri," kata Rahmat.
Hal senada juga disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Lewat media sosialnya, BNPB mengimbau agar masyarakat tidak mempercayainya ramalan akan ada gempa dan lainnya.
Hingga saat ini, belum ada ilmu pengetahuan dan alat yang dapat memperkirakan kapan terjadinya gempa.