Dalam keadaan lelah, Aurel bercerita, buku diary miliknya beserta empat temannya dirobek oleh seniornya ketika latihan Paskibra.
Buku diary itu merupakan bagian dari tugas yang diberikan seniornya dan sudah ditulis oleh Aurellia beserta anggota yang lain sejak 22 hari selama latihan Paskibraka.
Buku tersebut dirobek usai dikoreksi oleh para senior. Setelah disobek, Aurellia diharuskan menyalin buku tersebut dalam waktu dua hari.
"Ini salah satu bentuk psikologis yang luar biasa kalau menurut kami mengakibatkan down mental dan fisik. Akhirnya dia jam satu mencoba bangun untuk nulis lagi, nggak bisa selesai," kata Farid.
Pukul 04.00, Aurellia nampak tidak berdaya secara fisik untuk menjalani aktivitas. Dia pun ambruk seketika.
"Jam 4 dia berusaha mau mulai aktivitas. Karena mulai jam 4 dia sudah limbung badannya, sudah capeknya dia limbung langsung nggak sadar kita bawa ke rumah sakit. Ternyata sudah tidak tertolong," ucap Farid.
Nyawanya tidak tertolong ketika ingin dilarikan ke rumah sakit.
"Dokter tidak keluarkan diagnosa karena ketika kita bawa ke sana (RS) bahwa almarhum sudah meninggal," ucap dia.
Farid mengatakan, latihan paskibra yang dialami anaknya sudah berlebihan. Ia menilai seperti itu karena dirinya Purna Paskibraka.
Perlakuan berlebihan itu diberikan oleh para seniornya, bukan para pelatih Paskibra.
"Jadi campur tangan senior di luar pelatih ini ini yang merupakan teror beban psikologis yang sangat luar biasa," ucap dia.
Tak Ingin Diusut Polisi
Farid Abdurrahman (42), ayahanda Aurel mengaku tidak akan membawa kasus meninggalnya paskibraka asal Tangerang Selatan, Aurellia Qurratuaini, ke jalur hukum.
Ia mengaku ikhlas putri kesayangannya itu menghadap Sang Pencipta.
Namun, dia berharap kasus yang menimpa putrinya ini menjadi pelajaran dan pembenahan pihak terkait yang terlibat dalam melatih para paskibraka Tanggerang Selatan.
"Secara langkah hukum ini tidak akan kita lakukan prosedur tindakan. Akan tetapi tindakan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh itu sudah kita sampaikan ke Ibu Wali Kota Tangsel bahwa harus dilakukan evaluasi," ucap dia saat ditemui di rumahnya.
Dia mengaku sudah memberikan masukan kepada Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany terkait sistem pelatihan paskibraka, termasuk usul menyediakan tim medis untuk para anggota paskibraka.
"Alhamdulillah mulai tadi sudah ditindak lanjutin oleh Bu Wali Kota, Bu Airin. Saya sudah dapat laporan dari orangtua anggota paskibra yang lain bahwa sudah standby petugas medis di lokasi," kata dia.
Ia kembali menekankan, agar kejadian ini menjadi pelajaran semua pihak yang terlibat dalam melatih para paskibraka untuk tidak menerapkan latihan yang esktrem yang bisa berpotensi pada kematian.
"Kami harapkan dengan adanya kejadian ini sebagai pengalaman sebagai hal yang wajib mereka (pihak pelatih Paskibraka) evaluasi bawah tindakan seperti ini akan berakibat sangat fatal. Baik dari peserta sendiri maupun bagi keluarga yang ditinggalkan," kata Farid.
Sementara itu, Romi selaku paman Aurel meminta agar pihak Dispora dan Pemokt Tangerang Selatan menyelidiki penyebab kematian keponakannya yang dirasa janggal ini.
"Saya minta kepada Dispora Tangsel usut kasus ini," ujar Romi.
Romi menjelaskan banyak keanehan dalam peristiwa ini. Bahkan ia menyebut tubuh Aurel itu lebam-lebam.
"Tubuhnya lebam membiru. Dia (Aurel) juga sempat cerita kalau pernah dipukul oleh seniornya di Paskibra," ucapnya.