Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tangan Miss Indonesia 2018 Alya Nurshabrina tampak lincah mengaduk warna pada palet warna di samping kanvas yang ditegakkan di pinggir jalan Sudirman saat Car Free Day pada Minggu (4/8/2019) pagi.
Dari warna-warna di paletnya, ia memilih hijau, kuning, putih, biru, dan hitam.
Dengan sabar dan tekun, ia mulai mengusapkan kuasa di tangannya ke kanvas berukuran sekira 100 x 70 cm itu.
Sementara itu, Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Dinda Nuuranisa Yura, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia Boby Anwar Maarif, dan perwakilan dari IOM Among Resi masih melanjutkan dialog di panggung yang digelar di tengah jalan untuk memperingati Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia.
Setelah dialog tersebut selesai, maka selesai pula lukisan Alya yang dikerjakan hanyandalam kurun waktu sekira 30 menit itu.
Tampak di atas kanvas, sebuah figur anak perempuan yang duduk di atas koper tengah membaca dengan latar belakang kompas berukuran besar.
Warna hijau dan kuning mendominasi kanvas tersebut.
Ketika ditanya moderator diskusi, Alya mengatakan lukisan itu dibuatnya untuk memberikan perspektif lain tentang perdagangan orang.
"Jadi ini gambarnya tentang anak kecil sedang duduk di atas koper sambil baca buku. Ada koper besar ada koper kecil. Kalau kita bawa koper biasanya kita mau ke mana si? Mau pergi. Jalan-jalan. Terus dia sambil baca buku dan latar belakangnya ada kompas. Utara, Timur, Selatan, Barat. Kompasnya tidak ada jarumnya. Yang ada hanya anak itu. Cuma dia yang bisa menentukan ke mana dia mau pergi," kata Alya menceritakan makna dari lukisannya itu.
Baca: 2.300 Laki-laki di Indonesia Jadi Korban Perdagangan Orang
Ia menambahkan, bahwa menurutnya memperluas wawasan yang disimbolkan dengan gambar seorang anak membaca buku adalah satu di antara cara agar masyarakat terhindar dari praktik perdagangan orang.
"Bagaimana caranya adalah dengan memperluas wawasan. Itulah yang bisa menjaga kita dari perdagangan orang, eksploitasi, dan segala macam," kata Alya.
Usai menjelaskan karyanya, Alya juga sempat membubuhkan cap tangannya di atas sebuah papan yang menyimbolkan penolakan terhadap perdagangan orang.
Dengan tangan berlumuran cat, ia pun sempat berfoto bersama para pemateri dan para panitia acara dari Kementerian PPPA tersebut.
"End Trafficking!" teriak Alya bersama para pemateri dan para panitia acara dari Kementerian PPPA tersebut.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dengan International Organization for Migration (IOM) dan Anggota Gugus Tugas PP-TPPO Pusat menggelar rangkaian kegiatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia yang jatuh pada tanggal 30 Juli setiap tahunnya di Car Free Day Sudirman, Jakarta Pusat pada Minggu (4/8/2019).
Asisten Deputi Perlindungan Hak Permpuan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Tindak Kementerian PPPA, Destri Handayani ketika membuka acara tersebut mengatakan, bahwa sosialisasi tersebut merupakan hal penting karena banyak orang yang belum tahu mengenai perdagangan manusia.
Ia pun sempat bertanya dengan satu pengunjung acara tersebut mengenai modus perdagangan manusia yang belakangan hangat dibicarakan.
Pengunjung acara tersebut, Karen, menjawab bahwa satu di antara modus perdagangan manusia yang sedang tren antara lain pengantin pesanan.
"Yang lagi tren sekarang pengantin pesanan. Kalau saya tidak salah, modusnya perempuan di Kalimantan Barat dan Jawa Barat ada yang ditawarkan hidup nyaman dan enak di luar negeri dengan menikah dengan orang kaya. Ternyata mereka dijebak tidak sesuai dengan yang diinginkan. Justru mereka di sana malah disuruh kerja, dieksploitasi," kata Karen di Car Freeday Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat pada Minggu (4/8/2019).
Destri pun mengapresiasi dan membenarkan jawaban Karen.
Ia mengatakan, satu di antara upaya untuk mencegahnya adalah dengan cara melaporkan kepada puhak berwenang jika sudah ada tanda-tanda mencurigakan.
"Kita harus melapor kepada pihak berwenang, misalnya kalau di Polres, Polda, itu ada unit PPPA, kita juga punya unit PTD, unit P2TP2, punya teman-teman LSM yang punya kepedulian. Tidakharus korban yang melaporkan. Karena biasanya korban malu untuk melapor. Ini adalah gerakan bersama," kata Destriani.
Saat acara Talkshow bersama tiga narasumber lain dari IOM, Solidaritas Perempuan, dan Serikat Buruh Migran Indonesia, Destri mengatakan keluarga juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang jika memang terbukti terlibat dalam proses perdagangan orang baik secara sadar atau tidak.
"Hati-hati untuk keluarga juga. Sebenarnya kalau terbukti, keluarga juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007. Orang tua, suami, saudara. Kalau dia terbukti menjadi rantai dari proses, cara, dan tujuan menyebabkan orang tereksploitasi dia dianggap terlibat dalam proses itu. Karena ini sindikat. Sadar atau tidak sadar bisa dijerat," kata Destri.
Ia pun menegaskan, siapapun bisa melaporkan tanpa harus membuktikan tiga unsur perdagangan orang yakni modus, proses, dan tujuan trafficking ke Kementerian PPPA selama melihat adanya indikasi dari satu di antara tiga unsur tersebut.
Destri menilai, pelaporan menjadi penting karena hal itu bisa memberikan hukuman kepada pelaku sehingga kejahatan perdagangan orang tidak meluas.
"Tidak perlu membuktikan tiga unsur, modus, proses, dan tujuan trafficking. Kalau sudah ada satu saja tanda sudah bisa lapor ke Kemen PPA. Ini penting bukan hanya memberi hukuman ke pelaku. Kalau mereka tidak dihukum maka akan menyebar luas," kata Destri.
Acara itu juga dihadiri oleh Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Dinda Nuuranisa Yura, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia Boby Anwar Maarif, perwakilan dari IOM Among Resi, serta Miss Indonesia 2018 Alya Nurshabrina.
Tidak hanya Talk Show, acara tersebut juga dimeriahkan dengan senam zumba bersama, dan live painting dari Alya.