TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Lingkungan dari Waste4Change, Hana Nur Auliana menyatakan, salah satu penyumbang plastik ke laut adalah dari botol plastik sekali pakai yang tidak didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
Salah satu riset yang dilakukan oleh Profesor Jambeck dari Universitas Georgia menyatakan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik kedua di dunia.
Ini pula yang mendorong Waste4Change terus menerus mengkampanyekan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk mengobah pola konsumsi dan gaya hidupnya menjadi lebih ramah lingkungan.
Dengan pola 3R, masyarakat dapat mulai untuk menggunakan ulang botol plastik jika masih menggunakan atau mendaur ulangnya.
"Namun, yang paling penting adalah dengan mengurangi penggunaan botol sekali pakai dan mulai menggantinya dengan produk-produk yang berbahan stainless steel,” katanya di sela-sela beberapa varian produk Thermos® di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Sampah botol plastik sangat sulit diurai.
Di tanah botol plastik dapat menghalangi peresapan air dan sinar matahari, sehingga mengurangi kesuburan tanah dan dapat menyebabkan banjir.
Sementara di lautan secara leluasa dapat terpapar sinar ultraviolet matahari, kemudian terjadilah fotodegradasi yang memecah plastik menjadi ukuran kecil-kecil.
Akhirnya bahan beracun dari plastik yang telah terpecah-pecah itu masuk dalam rantai makanan, termakan oleh makhluk hidup di laut, dari yang terkecil hingga yang terbesar dan manusia yang mungkin berada dalam urutan teratas rantai makanan tersebut, mendapatkan efek akumulasi dari bahan-bahan beracun itu.
Lalu di udara komponen plastik pada botol yang bertebaran dapat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Dilansir dari World Atlas, Indonesia menjadi negara ke-4 pengguna botol plastik terbanyak di dunia. Tercatat penggunaan botol plastik di negara Indonesia mencapai 4,82 miliar.
Data dari Euromonitor pun menyebutkan, berdasarkan pertumbuhan rata-rata (CAGR) di Indonesia, pasar produk plastik rumah tangga terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018 mendatang.
Hana mengapresiasi langkah dan komitmen dari Thermos® yang telah berkontribusi terhadap pengurangan dampak limbah sampah plastik dengan menghadirkan produk yang ramah lingkungan yang dapat digunakan berkali-kali sehingga tidak menimbulkan banyak sampah ke lingkungan.
"Langkah kecil ini dapat menginspirasi masyarakat untuk mulai peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga Indonesia tidak lagi menjadi negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia,” tutup Hana dalam acaratersebut," katanya.
Andriani Melissa, Marketing Manager PT Thermos Indonesia Trading menyebut, semua produk Thermos adalah produk yang ramah lingkungan dan tidak mengandung materi berbahan plastik sehingga aman bagi kesehatan.
"Konsumen tidak perlu khawatir akan terkena bahaya zat kimia dan yang terpenting lagi dengan menggunakan produk-produk ramah lingkungan ini, kita dapat mengurangi polusi dan menjaga lingkungan," katanya.
Produk Thermos menggunakan vakum stainless steel antara lain adalah materi stainless steel tidak mengandung zat kimia berbahaya seperti BPA yang terkandung didalam plastik.
Stainless steel juga adalah materi yang ramah lingkungan tidak seperti plastik yang sangat lama terurai bahkan bisa memakan waktu 500 hingga 1.000 tahun lamanya.
"Stainless steel yang didesain dengan baik tidak memberikan tempat untuk jamur dan bakteri bersarang dan dengan teknologi yang tinggi, stainless steel tidak menyimpan rasa pada minuman sehingga dapat menjaga suhu air panas dan dingin lebih lama," katanya.