Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melaporkan jumlah pengguna transportasi umum meningkat kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat (9/8/2019).
Ia menuturkan, pada 2017 dalam setahun ada 180 juta pengguna transportasi umum di ibukota, kemudian meningkat 50 juta di tahun 2018 menjadi 230 juta.
Sementara tahun 2019 ini, Anies Baswedan memproyeksikan ada lebih dari 280 juta pengguna bahkan 300 juta pengguna trasportasi umum di ibu kota.
Baca: Putrinya Jadi Korban Begal Payudara, Orang Tua Melapor ke Polres Tangerang Selatan
Baca: Kerap Di-bully saat SD, Angga Anak Penjual Gorengan di Boyolali Kini Raih Gelar Master di Skotlandia
Baca: Bamsoet Pesan Retribusi Kekuasaan Dibicarakan Baik-baik
"Ini adalah sebuah transformasi yang masif karena melibatkan tadi ratusan juta orang, tadi saya sampaikan update itu kepada pak JK," ungkap dia di kompleks istana wakil presiden, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Ia juga melaporkan terkait jangkauan transportasi massal yang akan mencapai 95 persen di DKI Jakarta.
"Maka akan lebih banyak lagi masyarakat yang berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum," ujar Anies.
Baca: Residivis Begal dan Narkoba yang Baku Tembak 5 Hari Lalu, Akhirnya Twas Ditembak di Metro Lampung
Anies menuturkan, dengan banyaknya warga yang beralih ke kendaraan umum dengan maka tingkat kepadatan lalu lintas akan menurun.
"Kalau kepadatan menurun, maka kemacetan menurun. yang kedua, residu dari kendaraan asap, emisi itu insyaAllah akan menurun, kualitas udara kita bisa membaik. Jadi tadi saya laporan perkembangan itu ke pak Wapres. Alhamdulillah tinggal kita teruskan sampai tuntas," ucap Anies.
Faktor kemarau
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai kualitas udara Kota Jakarta saat ini menunjukkan peningkatan konsentrasi dan sering melampaui nilai ambang batasnya (NAB) sejak 20 Juni 2019.
Pelaksana Harian Deputi Bidang Klimatologi BMKG Nasrullah menjelaskan kondisi ini terjadi pada jam-jam tertentu, konsentrasi partikel polusi udara terukur di BMKG dapat melonjak sesuai dengan kadar polutan yang ada di udara.
Meningkatnya konsentrasi PM10 secara umum terjadi pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIB.
“Pada waktu-waktu ini konsentrasi debu polutan dimungkinkan meningkat drastis dikarenakan beban tinggi transportasi berkaitan dengan waktu berangkat kerja, sekaligus secara meteorologis bersamaan dengan waktu dimana terjadi dapat terjadi peristiwa inversi suhu pada atmosfer perkotaan,” jelas Nasrullah, Kamis (1/8/2019).
Baca: Wacana PLN Sunat Gaji Karyawan Tutupi Ganti Rugi : Respons Serikat Pekerja dan Perkembangan Terkini
Baca: Jokowi Mengaku Perpres Mobil Listrik Belum Sampai ke Mejanya
Selain itu, data BMKG menunjukkan kualitas udara memang biasanya memburuk saat musim kemarau.
Hal ini dikarenakan ketiadaan hujan dapat mengurangi pengendapan (pencucian) polutan di udara oleh proses rain washing.
“Saat musim kemarau cenderung tidak terjadi hujan, udara yang stagnan, cuaca cerah, adanya lapisan inversi suhu, atau kecepatan angin yang rendah memungkinkan polusi udara tetap mengapung di udara suatu wilayah dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi polutan yang tinggi,” paparnya.
Terlebih lagi pada saat ini masih terus berlangsung pekerjaan konstruksi pembangunan tol atas, jalur LRT, dan pengerjaan trotoar.
Hal ini tentu akan menghasilkan debu partikel polutan dan menurunkan kualitas udara pada saat-saat tertentu.