"Banyak sekali sebenarnya (yang bisa mereka sumbangkan untuk negara ini), kalau diaspora artinya dia berhasil di luar (negeri) ya, di bidang ilmunya dia. Dan saya yakin bidang ilmunya dia itu sangat dibutuhkan (di sini)," ujar Hammam, kepada Tribunnews.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah tampaknya tidak terlalu berfokus pada infrastruktur, namun pada peningkatan kualitas SDM.
Perlu diketahui, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020 mengambil tema peningkatan SDM dalam pertumbuhan yang berkualitas.
Pemerintah memang akan lebih fokus pada pengembangan SDM dan penguasaan terhadap IPTEK.
Hal itu agar kelak Indonesia bisa tumbuh secara berkelanjutan atau sesuai Sustainable Development Goals (SDGs) yang memiliki target berpenghasilan menengah tinggi.
Oleh karena itu menurut Hammam, SDM IPTEK sangat diperlukan untuk menjadikan Indonesia mampu berdaya saing dengan negara lain di masa mendatang.
Ia kemudian menyampaikan apa yang saat ini dialami lembaga yang dipimpinnya terkait isu 'SDM IPTEK'.
Saat ini, pihaknya kekurangan SDM lulusan S2 dan S3, "BPPT itu kekurangan S3, kekurangan S2, dari 3 ribu pegawainya, saat ini belum ada 300 (lulusan) S3,".
Padahal angka yang ia targetkan untuk pegawai yang memiliki level pendidikan S3 adalah sebesar 15 persen.
Hal itu bukan tanpa sebab, karena BPPT banyak diisi oleh peneliti dan perekayasa, sehingga lulusan S2 dan S3 sangat diperlukan.
"Sedangkan target saya adalah 15 persen dari pegawai BPPT itu harusnya S3, karena kita adalah peneliti dan perekayasa ya," kata Hammam.
Menjadi lembaga yang berfokus pada bidang kaji dan terap teknologi, kata dia, tentunya membuat BPPT harus menjadi 'wadah' bagi para lulusan dengan predikat dan level terbaik.
"Jadi ya memang BPPT ini harus jadi gudangnya S3, S2 minimal, untuk bisa mengejar inovasi-inovasi teknologi itu," jelas Hammam.
Mantan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT itu menilai saat ini lembaganya 'kekurangan bensin', karena target persentase lulusan S3 belum tercapai.