Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI periode 2009-2014, Markus Nari, didakwa merintangi proses hukum perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011-2012.
Bagaimana cara Markus Nari melakukan perbuatan merintangi proses hukum?
JPU pada KPK, Ahmad Burhanudin, menjelaskan Markus Nari meminta bantuan Anton Taufik, pengacara, untuk membantu menangani perkara proyek Pengadaan Paket Penerapan KTP Elektronik.
Hal itu setelah penyidik KPK melayangkan surat pemanggilan sebagai saksi untuk Markus Nari.
"Pada 7 Maret 2017, terdakwa meminta Anton Taufik agar datang ke ruang kerjan di Gedung DPR untuk memantau perkembangan persidangan perkara tindak perkara korupsi KTP Elektronik tersebut," kata Ahmad, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Baca: Terdapat Persamaan antara Stephen Hawking dengan Pengemudi Ojol
Baca: Perang Dagang AS-Cina Makin Sengit, Jerman Bisa Keruk Untung
Baca: Link Live Streaming Persib Bandung Vs Borneo FC di Indosiar, Maung Bandung Ingin Menang di Kandang
Atas permintaan itu, Anton Taufik menyanggupi.
Dia menerima dana operasional sebesar SGD10.000 yang diberikan terdakwa melalui Muhamad Gunadi alias Gugun, sopir terdakwa.
Pada 9 Maret 2017, Anton Taufik memantau sidang perdana perkara KTP Elektronik atas nama Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
Kemudian, Anton Taufik melaporkan kepada terdakwa melalui telepon bahwa nama terdakwa disebut sebagai penerima aliran dana KTP Elektronik sebesar USD400,000.
Pada 12 Maret 2017, terdakwa meminta Anton Taufik datang ke rumah terdakwa.
Pada pertemuan itu, terdakwa meminta Anton Taufik agar mendapatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama Terdakwa dan Miryam S Haryani.
Atas permintaan tersebut, Anton Taufik menyanggupinya.
Baca: Gimbal Ponsel DJI Osmo Mobile 3 Sekarang Lebih Murah dan Bisa Dilipat
Baca: Respons Surya Paloh Sikapi Keputusan Jokowi Soal Posisi Jaksa Agung Diisi Bukan Orang Parpol
Berselang satu hari kemudian, Anton Taufik menemui Suswanti, Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di lobi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta fotokopi BAP atas nama Markus Nari dan BAP atas nama Miryam S Haryani.
Atas permintaan tersebut, Suswanti menyanggupi.
"Pada 14 Maret 2017 bertempat di Jalan Bungur tepatnya di seberang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Suswanti memberikan fotokopi BAP atas nama Markus Nari dan BAP atas nama Miryam S Haryani beserta fotokopi surat dakwaan atas nama Irman dan Sugiharto kepada Anton Taufik. Selanjutnya Anton Taufik memberikan uang sebesar Rp 2 Juta kepada Suswanti," ungkap JPU pada KPK.
Pada 15 Maret 2017, Anton Taufik melaporkan kepada terdakwa sudah mendapatkan BAP atas nama Markus Nari dan BAP atas nama Miryam S Haryani.
Kemudian terdakwa meminta Anton Tofik menyerahkan fotokopi kedua BAP itu di Mall fX Sudirman Jalan Jenderal Sudirman, Senayan.
Baca: Selain Aquarius, 4 Zodiak Ini Dijuluki Drama Queen Leo di Peringkat Teratas!
Baca: Polisi Sebut Rio Reifan Kembali Terjerat Narkoba, Sang Istri Beri Bantahan dan Unggah Video Ini
Setelah membaca BAP atas nama Miryam S. Haryani, terdakwa mengatakan kepada Anton Tofik untuk mengantarkan BAP ke kantor Elza Syarief, selaku pengacara Miryam, dengan menyerahkan kembali fotokopi BAP atas nama Miryam S Haryani kepada Anton Taufik.
Atas permintaan itu, Anton Taufik menyanggupi.
Selanjutnya Terdakwa kembali memberikan uang kepada Anton Taufik sebesar USD10,000.
Pada 17 Maret 2017 sekitar pukul 07.00 WIB, terdakwa menghubungi Anton Taufik agar datang ke rumahnya.
Pada pertemuan itu, terdakwa kembali menanyakan mengapa namanya disebut dalam BAP atas nama Miryam S Haryani dengan mengatakan, “Bagaimana itu?” kemudian Anton Taufik menjawab, “Bahaya ini bisa masuk...”, artinya bisa menjadi tersangka.
"Selanjutnya Anton Taufik membaca kembali dan menandai dengan stabilo warna kuning tulisan nama “Markus Nari” dan nominal uang yang diterima “Markus Nari” terkait proyek KTP Elektronik yang tercantum dalam BAP atas nama Miryam S.Haryani, kemudian Terdakwa menandai tulisan yang distabilo tersebut dengan tulisan “dicabut”," kata JPU pada KPK.
Selanjutnya, terdakwa meminta Anton Taufik membujuk Miryam S Haryani agar tidak menyebut nama terdakwa di sidang pengadilan oleh karenanya terdakwa meminta Anton Taufik mengantarkan BAP atas nama Miryam S Haryani yang sudah distabilo dan ditulis “dicabut” tersebut kepada Elza Syarief.
Pada 17 Maret 2017 sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menemui Miryam S Haryani di kantor PT Mata Group di Gedung Multika Mampang Prapatan– Jakarta Selatan meminta Miryam S Haryani untuk mencabut keterangan di sidang pengadilan yang menyatakan terdakwa menerima sejumlah uang dalam perkara KTP Elektronik, dengan kompensasi terdakwa akan menjamin keluarga Miryam S Haryani.
Pada 17 Maret 2017 sekitar pukul 15.00 WIB, Miryam S Haryani menemui Elza Syarief di Kantor Pengacara Elza Syarief, dengan tujuan berkonsultasi terkait materi keterangan di BAP.
Kemudian sekitar pukul 17.00 WIB, Anton Tofik menemui Elza Syarief di kantornya, yang mana pada saat itu sudah ada Miryam S. Haryani.
Pada pertemuan tersebut, Miryam S. Haryani seketika menanyakan kepada Anton Tofik, “Mana BAP saya?” Kemudian Anton Tofik menyerahkan fotokopi BAP atas nama Miryam S Haryani yang sudah ditandai dengan stabilo kuning dan ditulis “dicabut” tersebut.
Pada pukul 18.00 WIB, Anton Taufik menghubungi terdakwa melaporkan telah menyerahkan fotokopi BAP atas nama Miryam S Haryani tersebut.
Kemudian terdakwa memberikan uang sebesar USD10,000 kepada Anton Taufik di Mall fX Sudirman.
"Pada pertemuan tersebut, terdakwa juga memberitahukan bahwa siang harinya (sebelum Anton Tofik ke kantor Elza Syarief,-red), terdakwa telah menemui Miryam S Haryani dan menyampaikan apabila Miryam S Haryani mau mencabut keterangan di sidang pengadilan maka terdakwa akan menjamin keluarga Miryam S. Haryani," ujarnya.
Pada 23 Maret 2017, Miryam S Haryani dihadirkan Penuntut Umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Saksi dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi KTP Elektronik atas nama Irman dan Sugiharto.
Di kesempatan itu, Miryam S Haryani mencabut keterangan dalam BAP-nya mengenai aliran dana proyek KTP Elektronik termasuk penerimaan oleh Terdakwa sebesar USD400,000.
Atas pencabutan keterangan Miryam S. Haryani tersebut, hakim mengingatkan agar Miryam S. Haryani memberikan keterangan yang benar di persidangan karena sudah disumpah.
Pada 5 April 2017, Miryam S. Haryani ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK melanggar Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan perkara tersebut telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Selanjutnya Miryam S Haryani dinyatakan bersalah dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam perkara Tindak Pidana Korupsi berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 89
/Pid.SUS/TPK/2017/PN.JKT.PST Tahun 2017 dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap," tambahnya.
Atas perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHPidana.