Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka babak baru penyelidikan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama RI.
Kali ini KPK akan mendalami dugaan penerimaan suap kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Sebab dalam amar putusan dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur Haris Hasanudin, Menag Lukman Hakim Syaifuddin disebut menerima uang Rp70 juta.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyampaikan, pihaknya membuka penyelidikan baru terkait dugaan uang yang masuk ke kantong Menag Lukman.
Hal ini dilakukan untuk mendalami peran Lukman dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.
"Lagi ada pengembangan, lagi dilakukan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut," ujar Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Dalam amar putusan Haris Hasanudin, Lukman disebut menerima uang Rp70 juta dalam dua kali pertemuan. Pemberian uang itu tidak lain untuk melancarkan Haris untuk duduk di kursi Kakanwil Kemenag Jatim.
Uang Rp 50 Juta
Pertemuan pertama berlangsung pada 1 Maret 2019 di Hotel Mercure Surabaya, Haris memberikan uang sejumlah Rp 50 juta. Dalam pertemuan tersebut, disebutkan kalau Lukman akan menjamin pengangkatan Haris.
Haris kemudian diangkat menjadi Kakanwil Kemenag Jatim pada 4 Maret 2019 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : B.II/04118 dan dilantik pada tanggal 5 Maret 2019.
Kemudian, pada pertemuan kedua 9 Maret 2019 bertempat di Tebuireng Jombang, Haris kembali memberikan uang sejumlah Rp20 juta untuk Lukman melalui Herry Purwanto.
Namun Laode enggan menjelaskan lebih rinci penyelidikan tersebut. Dia berdalih, kasus ini baru sebatas penyelidikan, bukan penyidikan. ”Saya belum (bisa) beritahukan,” katanya.
Untuk diketahui, mantan Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanudin divonis dua tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider bulan bulan kurungan.
Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan oleh Haris. Hal ini pun sejalan oleh tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.