Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai wacana menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945 memiliki dampak pada sistem Pemilihan Presiden (Pilpres).
Jusuf Kalla beralasan jika GBHN ada, maka dalam Pilpres, calon presiden dan wakil presiden tidak bisa lagi mengampanyekan visi-misinya sendiri lantaran mengikuti GBHN yang telah ada.
"Kalau GBHN itu dimunculkan kembali maka efeknya adalah pemilihan presiden itu tidak bisa lagi berkampanye menyampaikan visi masing-masing. Karena itu rakyat tidak bisa memilih lagi apa yang dia mau," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).
Baca: PKB Undang SBY dan Prabowo di Muktamar Bali
Baca: Polda Jatim Panggil Tiga Perwakilan Ormas di Surabaya ke Markas, Ternyata Ini yang Dibahas
Baca: 5 Pelaku Bertingkah Konyol saat Peragakan Adegan Pembunuhan Gadis yang Mayatnya di Dalam Karung
Baca: Peringatan Dini BMKG Besok Rabu 21 Agustus: Waspada Cuaca Buruk dan Gelombang Tinggi
'Kembaran' Shin Tae-yong yang Aslinya Tak Gila Bola, Suwito Sosok Mirip Pelatih Timnas U23 Indonesia
Breaking News: Ketum PSSI Resmi Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong Sebagai Pelatih Timnas Indonesia!
Seorang calon presiden saat terpilih menurut Jusuf Kalla, tidak lagi memiliki program sendiri dan akan menjalankan program-program yang tertuang dalam GBHN.
"Apabila GBHN didorong banyak sekali efeknya. Saya dua kali jadi badan pekerja jadi paham UUD. Kita buat, setelah dibuat, disahkan baru kita pilih Presiden. Presiden tidak punya program apa-apa, hanya harus melaksanakan program GBHN," ungkap Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, jika memang GBHN tetap ingin dihidupkan kembali, perlu mensinkronkan dengan sistem pemilihan langsung presiden.
"Kalau pemilihan langsung, maka bagaimana mensinkronkan GBHN dengan pemilihan langsung. Ini agak bertentangan, jadi harus disinkronkan," ucap dia.
Usulan GBHN dicurigai
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berupaya menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam UUD 1945.
Gagasan itu dikemas atas nama amandemen UUD 1945 yang menumpang pada proses politik pengisian jabatan Ketua MPR periode 2019-2024.
Baca: Wacana Penghidupan Kembali GBHN, Mendagri: Presiden Tetap Dipilih Rakyat
PDI Perjuangan menilai penting kehadiran GBHN sebagai landasan berbangsa dan bernegara yang berangkat dari penjabaran ideologi Pancasila, mengabdi pada tujuan dan memuat hal pokok, berupa 'guiding principles'.
Namun pembentukan GBHN yang ngotot dihidupkan PDI Perjuangan, dikritisi oleh Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti.
Dia heran mengapa sepulang dari Kongres ke-5 di Bali, PDI Perjuangan ujug-ujug melempar wacana tersebut.
"Sekarang kan tiba-tiba pulang dari Bali tau-tau ada agenda ini. Ini maunya siapa? Rakyat apa segelintir orang?" terang Bivitri dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Tidak salah juga bila pertanyaan itu muncul. Karena ia khawatir, pihak pencetus agenda ini tak lain adalah para elite politik yang punya maksud terselubung, dikemas lewat rencana amandemen UUD 1945.
"Enggak salah kalau kita bertanya, jangan-jangan ada agenda lain di balik ini," sebut dia.
Menurut Bivitri, jika pokok persoalannya adalah seputar haluan negara, maka tidak harus dengan GBHN. Sebab ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang dibuat dan dibahas bersama DPR dan Presiden pada tahun 2007, berbentuk Undang-Undang.
Bivitri lalu membandingkan perihal isi dan proses yang ada pada GBHN dengan RPJP.
Soal isi, kata-kata pada produk GBHN terdahulu dianggap terlalu mengawang-ngawang. Hal ini berbeda dengan RPJP yang punya indikator keberhasilan, serta target-target pencapaian.
Baca: Bamsoet Ingin Ada Kajian Lebih Dalam Sebelum Hidupkan Kembali GBHN
Sementara mengenai proses, model RPJP ia sebut lebih partisipatif karena memiliki tahapan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang) di dalamnya. Tapi GBHN hanya MPR yang punya kewenangan menyusunnya.
"Dari proses, dengan segala kekurangan, model RPJP lebih partisipatif, ada Musrembang. Paling tidak, ada proses dibawahnya. Sementara GBHN itu dibuanya oleh MPR aja," ungkap Bivitri.
Jusuf Kalla sebut jangan sampai ubah sistem
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut baik wacana menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Namun Jusuf Kalla memberikan catatan, jika wacana itu serius diterapkan, tidak mengubah sistem ketatanegaraan yang telah ada.
"Kalau hanya GBHN secara prinsip itu bagus. Asal jangan mengubah seluruh sistem lagi," ujar Jusuf Kalla di kantor Wapres RI, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).
Bagi Jusuf Kalla secara prinsip dengan adanya GBHN terdapat satu pedoman pembangunan yang berkesinambungan dalam jangka panjang.
Baca: Menara Seluler Ambruk Timpa Sekolah Dasar, 8 Siswa Alami Luka
Baca: Walikota Solo: Gibran Maju Walikota? Belajar Dulu! | Putra Jokowi Masuk Bursa Walikota - AIMAN (3)
Baca: Berenang di Gua, Supermodel Heidi Klum Didenda Rp 95 Juta
Meski di sisi lain, pemerintah sendiri kini memiliki rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
RPJMN disusun presiden dari hasil kampanye, sementara GBHN oleh MPR.
Sehingga, menurut dia tidak menutup kemungkinan jika GBHN dan RPJMN dikolaborasikan.
"Ya program bersama. Kita setuju ada kesepakatan bersama. Jadi terbalik. Nanti presiden, dalam kampanye; Saya bisa menjalankan GBHN dengan cara begini, begini. Sekarang terserah masyarakat. Kesepakatan dulu baru terpilih, atau janji kampanye jadi rencana," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan Indonesia memerlukan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) agar pembangunan tidak terputus dan negara secara luas harus memiliki rencana jangka panjang.
Baca: Jelang Persib vs Borneo FC Liga 1 2019, Gelandang Maung Bandung Ingin Rusak Rekor Musuh
Baca: TERBONGKAR Pabrik Tambang Merkuri Ilegal Berkedok Gudang di Sidoarjo, Hasilnya Dipasok ke Luar Jawa
Ditemui di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/8/2019) Tjahjo menjelaskan perencanaan jangka panjang sudah dibuat sejak pemerintahan Presiden ke-1 RI Sukarno hingga Presiden ke-2 RI Soeharto.
"Jangan sampai terputus kesinambungan dan perencanaan jangka panjang, ya perlu GBHN," ungkap Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan GBHN berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Menurutnya, rencana pembangunan secara umum nanti bakal dijabarkan dalam GBHN.
Respons Ketua DPR
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai perlu dilakukan kajian lebih dalam, terkait wacana penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Jadi apakah GBNH ini perlu atau tidak, ini harus kita kaji melibatkan seluruh rakyat, akademisi juga karena begitu kita putuskan maka akan mengikat puluhan tahun ke depan," ucap Bamsoet di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Menurut Bamsoet, kajian yang melibatkan seluruh rakyat dan sejumlah pemangku kepentingan, nantinya akan melihat dinamika ekonomi dan politik secara global yang berubah sangat cepat, berbeda dengan era 20 tahun atau 50 tahun yang lalu.
"Dinamika ekonomi politik global itu sangat cepat, apakah ini masih tepat kita menggunakan platform GBHN? Karena dunia setiap hari berubah," ucap Bamsoet.
Baca: Bamsoet Usul Presiden Dipilih MPR, Pengamat: Itu Sama Saja Merampas Hak Demokrasi Publik
Baca: Anak Fairuz A Rafiq Dibully Kasus Ikan Asin, Barbie Kumalsari Ogah Kasih Tahu Galih Ginanjar
"Ini akan terjawab kalau kita melakukan kajian-kajian dengan melibatkan seluruh rakyat, stakholder," sambungnya.
Namun Bamsoet akan mendukungnya jika menang nantinya masyarakat menginginkan penghidupan GBHN kembali. Tetapi, jika tidak direstui masyarakat karena sudah tidak sesuai kondisi saat ini, maka parlemen tidak mendukung.
"Sehingga, sebaiknya pendalaman dan kajian soal GBHN. Meskipun suara-suara makin nyaring sekarang ini walau makin nyaring bahwa dunia ini berubah," papar Bamsoet.