Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat (TP4) dan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) yang dibentuk Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk dibubarkan.
MAKI menilai pembentukan tim tersebut lebih banyak mendatangkan keburukan ketimbang kebaikan. Apalagi berkaca pada kasus dugaan suap terkait lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019 yang menjerat Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta Eka Safitra dan Jaksa Kejari Surakarta Satriawan Sulaksono.
Kedua jaksa itu diduga menerima suap ratusan juta rupiah untuk memuluskan Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana memenangkan lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
Padahal Eka Safitra merupakan anggota TP4D yang seharusnya mengawasi proyek tersebut agar tidak terjadi korupsi.
Baca: Inilah Benny Wenda, Sosok yang Disebut Tokoh di Balik Rusuh Papua dan Kini Bermukim di Inggris
"Bertolak dari OTT KPK terhadap oknum Jaksa kemarin di Yogyakarta dan Solo. Mencermati keberadaan dan kinerja TP4 Pusat maupun yang daerah (TP4D) maka MAKI tiba saatnya untuk menyuarakan bubarkan TP4 karena lebih banyak mendatangkan keburukan daripada kebaikan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya yang diterima pewarta di Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Boyamin menegaskan- tugas pokok kejaksaan adalah menuntut perkara pidana termasuk korupsi. Dengan demikian akan terjadi konflik kepentingan jika kejaksaan justru masuk suatu kegiatan pemerintah termasuk tender proyek yang berpotensi terjadinya korupsi.
Baca: Alisa Wahid Kecewa, Cak Imin Sampai Saat Ini Tak Pernah Minta Maaf ke Keluarga Gus Dur
“Disisi lain juga bertentangan dengan UU Kejaksaan,” tegasnya.
Dalam prakteknya, kata Boyamin, TP4 Pusat dan TP4D tidak mampu mencegah korupsi sejak dini karena nyatanya masih banyak korupsi meskipun sudah ada TP4. Lebih parahnya, lanjut dia, terdapat oknum oknum kejaksaan nakal yang justru meminta bagian proyek dengan cara menyodorkan pemborong, memeras atau gratifikasi dalam kegiatan pengawalan proyek pemerintah.
Baca: Penuturan Ayam Kampus Kota Palembang: Terjerumus ke Dunia Kelam karena Pacar, Enggan Jadi Simpanan
Kasus OTT Yogya dan Solo oleh KPK adalah kasus ketiga yang dicatat MAKI adanya dugaan nakal oknum jaksa di TP4D.
"Sebelumnya di Bali terdapat oknum pejabat Kejaksaan Negeri yang melakukan pemerasan kepada pemborong dengan nilai antara Rp100 juta hingga Rp300 juta. Meminta uang 50 juta kepada Kepala Desa dan mengajak temannya untuk ikut pengadaan buku perpustakaan Desa dengan keuntungan 35%,” paparnya.
Selain itu, di Jawa Tengah terdapat oknum pejabat Kejaksaan Negeri yang justru bermain-main dengan modus hampir sama seperti di Bali. Saat ini oknum tersebut sudah dipecat dari jabatannya.
“Untuk itu sekali lagi Kami meminta Kejagung untuk bubarkan TP4 Pusat maupun Daerah dan fokus pada tindakan pemberantasan korupsi. Jangan sampai kesibukan TP4 menjadikan alasan kendor berantas korupsi,” tegasnya.
KPK menetapkan Jaksa di Kejari Yogyakarta yang juga anggota TP4D Eka Safitra dan Jaksa di Kejari Surakarta Satriawan Sulaksono sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait lelang PUPKP Kota Yogyakarta TA 2019. Tak hanya dua jaksa, status tersangka juga disematkan lembaga antikorupsi terhadap Direktur Utama PT. Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana.