TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku belum ada pembahasan detail terkait pemindahan lokasi Ibu Kota ke Kalimantan Timur.
Politikus PDIP itu menyebut pembahasan pemindahan itu belum sampai ke struktur perangkat daerah.
"Perasaan saya nggak ada sampai pembahasan detail, tim kami yang mendengar paparan dari Bappenas, nggak ada (pembicaraan) nanti dipimpin Wali Kota atau oleh Gubernur kota administratif, nggak ada," ucap Tjahjo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Meski begitu, Tjahjo mengaku belum mengetahui provinsi mana yang ditunjuk secara sah oleh Presiden Jokowi 'Jokowi' Widodo sebagai ibu kota baru. Dia lantas bicara mengenai konsep ibu kota baru.
Baca: Ketika Jokowi Bantah Pernyataan Menterinya soal Lokasi Ibu Kota Baru dan Usul Fadli Zon
Baca: Camat Waru Ingin Penajam Dipilih jadi Ibu Kota Baru RI
"Usulan kami itu bukan daerah otonomi baru, bukan langsung nama provinsi baru, kabupaten baru, nggak. Itu adalah fokus seperti Putrajaya di KL (Kuala Lumpur) itu loh. Ada area yang khusus untuk pemerintahan. Itu aja prinsipnya," katanya.
Menurut Tjahjo, struktur ibu kota ini nantinya seperti Malaysia, Putrajaya dengan Kuala Lumpur. Meski begitu, dia enggan menjelaskan secara detail terkait rencana itu.
"Tidak ada, itu khusus Ibu Kota saja. Seperti Malaysia lah, Putrajaya diambil salah satu lahan di Kuala Lumpur antar KL dan airport, nah itu Ibu Kota. Tugas saya hanya menyiapkan itu, termasuk kalau soal e-KTP bagaimana, itu belum smpai ke sana," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ATR Sofyan Djalil mengatakan lokasi ibu kota baru negara Republik Indonesia diputuskan di Provinsi Kalimantan Timur.
Meski begitu, Sofyan mengaku belum tahu di mana lokasi spesifiknya.
Iya, Kaltim benar, tapi belum tahu lokasi spesifiknya di mana yang belum," kata Sofyan.
Belajar dari Malaysia
Setidaknya Indonesia dapat belajar dari negara tetangganya Malaysia soal pemindahan ibu kota negara.
"Kita bisa belajar dari Malaysia dalam penyiapan wilayah Putrajaya sebagai pusat pemerintahan mereka," kata pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicaksono Adi kepada KompasProperti seperti dikutip dari artikel Kompas.com "Pindahkan Ibu Kota, Indonesia Dapat Belajar dari Malaysia.
Tahun 1999 lalu, Pemerintah Malaysia berhasil memindahkan pusat pemerintahan mereka dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
Pemindahan tersebut berhasil menekan tingkat kemacetan di Kuala Lumpur, yang saat itu sedang menjadi pusat pertumbuhan infrastruktur.
Menurut Adi, untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan, diperlukan infrastruktur dasar yang cukup, mulai dari jaringan jalan yang representatif, kesiapan air bersih dan pasokan listrik yang memadai.
Salah utama persoalan dasar yang terjadi di hampir seluruh wilayah Kalimantan yaitu ketersediaan air bersih.
Karena itu, pemerintah pusat perlu memperhatikan persoalan ini secara serius sebelum pemindahan itu direalisasikan.
"Sebagaimana Putrajaya dulu, enggak tanggung-tanggung ada instalasi tradisional seperti sumur bor, tetapi juga ada instalai modern pengelolaan air," kata dia.
"Baik itu air limbah, air hujan, maupun air sungai yang diolah sedemikian rupa menjadi air baku," lanjut dia.
Sementara itu, untuk menunjang pasokan listrik, ia menyarankan, agar pemerintah membangun power plant baru.
Dengan demikian, pasokan listrik dapat terjaga dan memadai.
Dikutip dari Wikipedia, nama Putrajaya diambil dari nama Perdana Menteri Malaysia yang pertama, Tunku Abdul Rahman Putra dan juga menjadi wilayah persekutuan Malaysia yang ketiga (2 wilayah lainnya adalah Kuala Lumpur dan Labuan).
Wilayah Putrajaya sekarang ini diambil dari Selangor sebesar 46 km² setelah dilakukan transaksi dengan pemerintah.
Kota ini terhubung dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) serta Kuala Lumpur dengan KLIA Transit.
Letaknya ini juga berada dalam Multimedia Super Corridor, begitu juga dengan Cyberjaya yang terletak di barat Putrajaya.
Baca Artikel Lengkap tentang Putrajaya di Kompasiana.com "Jakarta, Akankah Seperti Putrajaya?"