News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ide Perjanjian Internasional di Papua adalah Langkah Mundur dan Menyesatkan

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ngasiman Djoyonegoro

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelesaian masalah di Papua cukup dilaksanakan oleh otoritas politik dan otoritas hukum dalam negeri.

Keterlibatan pihak ketiga, melalui perjanjian internasional sebagaimana Perjanjian Helsinki dalam penyelesaian konflik Aceh, berpotensi mengundang campur tangan asing dan rawan ditunggangi oleh kepentingan lain yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian konflik.

Keterlibatan asing mengibaratkan situasi seolah-olah telah terjadi deadlock dalam menentukan kesepakatan. Padahal situasi di lapangan tidak demikian.

"Rakyat Papua menginginkan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan. Presiden Joko Widodo telah mengupayakan kesetaraan dan pemerataan pembangunan di Papua yang selama ini tertinggal," kata Ngasiman Djoyonegoro, seorang Pengamat Intelijen dalam keterangannya, Jumat (23/8/2019).

Dikatakannya, kesejahteraan dan ekonomi rakyat Papua mulai merangkak naik. Berbagai kemajuan dapat kita lihat lima tahun terakhir.

Baca: Oknum Polisi Diduga Kirim Miras ke Mahasiswa Papua, Kapolda Jabar Minta Maaf

Pendekatan kemanusiaan dan kebudayaan oleh pemerintah dalam menangani gejolak di Papua saat ini sudah tepat.

Penyelesaian konflik di Papua oleh otoritas internasional patut diduga hanya kepentingan sebagian kecil elit politik yang ingin mengambil keuntungan dari proses negosiasi tersebut.

"Gagasan perjanjian internasional itu perlu diwaspadai seiring munculnya kampanye dan upaya diplomasi di tingkat internasional oleh aktor negara dan non negara tentang isu kemerdekaan West Papua," katanya.

Di dalam negeri, renegosiasi divestasi PT Freeport Indonesia yang sedang berlangsung merupakan konteks yang kemungkinan besar mewarnai gagasan perjanjian internasional tersebut.

Potensi-potensi yang merugikan Indonesia dan mengancam keutuhan NKRI di atas sebaiknya menjadi pertimbangan sejumlah pihak untuk menahan diri dan memprioritaskan proses perdamaian di Papua.

Baca: Gubernur Kalbar Sutarmidji Ultimatum 10 Perusahaan! 4 Sanggau, 3 Ketapang, 2 Kapuas Hulu dan Sintang

Yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersama otoritas lokal Papua kemudian adalah mengevaluasi implementasi Otonomi Khusus Papua, terutama dari sudut pandang efektifitas dan akuntabilitas.

Gagasan-gagasan baru seharusnya hadir untuk menjawab masalah-masalah yang muncul dari implementasi Otonomi Khusus.

"Otonomi khusus telah berhasil memajukan Aceh, tentu kita bertanya bagaimana Otonomi Khusus di Papua juga seharusnya dapat memajukan Papua?," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini