TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Begini nasib Tri Susanti, wanita yang jadi koordinator lapangan (korlap) saat aksi ormas geruduk Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Insiden penggerudukan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Tambaksari, Surabaya, Jumat (16/8/2019) lalu, menyeret satu nama.
Tak lain adalah Tri Susanti alias Susi, korlap aksi yang diduga jadi pemicu konflik yang lebih besar di Papua, minggu ini.
Sebagai buntut dari peristiwa itu, kini Tri Susanti dipecat dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI) Surabaya.
Menurut FKPPI, Tri Susanti mencatut nama ormas itu sebab FKPPI tidak pernah mengintruksikan anggotanya untuk menggelar aksi di depan Asrama Papua Surabaya.
Baca: Klarifikasi FPI Surabaya Mengenai Aksi di Asrama Papua Surabaya Pekan Lalu, Sebut Nama Tri Susanti
Baca: Tentang Tri Susanti, Wakil Ormas yang Minta Maaf soal Aksi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya
Selain itu, Tri Susanti juga diperiksa polisi terkait aksi rasisme saat aksi penggerudukan tersebut.
Dalam wawancara eksklusif Tri Susanti bersama reporter TribunJatim.com, Luhur Pambudi, Tri Susanti mengaku, bukanlah kader Gerindra.
Ia juga mengungkapkan alasan kenapa melakukan aksi depan Asrama Papua Surabaya.
Inilah fakta dan nasib terbaru Tri Susanti, yang dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Dipecat dari FKPPI
Saat aksi di depan Asmara Mahasiswa Papua, Tri Susanti menjadi korlap dan tergabung dalam FKPPI Surabaya.
Dalam berita yang beredar, FKPPI Surabaya merupakan satu kelompok ormas yang turun jalan saat itu.
Namun, Ketua FKPPI Surabaya, Hengki Jajang mengaku, tak pernah mengintruksikan anggotanya untuk menggelar aksi.
"Nama ormas FKPPI Surabaya hanya dicatut. Kami tidak pernah menginstruksikan untuk menggelar aksi protes di Jalan Kalasan," kata Hengki, saat dikonfirmasi, Jumat (23/8/2019).
Hengki juga mengaku, Tri Susanti merupakan Wakil Ketua FKPPI.
"Tri Susanti adalah Wakil Ketua FKPPI Surabaya, tapi dalam aksi kemarin tidak pernah ada komunikasi," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
Karena itu, Hengki memastikan, aksi yang dikoordinatori oleh Tri Susanti bukanlah aksi yang digelar FKPPI Surabaya secara kelembagaan.
Namun, aksi yang dilakukan secara personal.
Imbasnya, berdasarkan hasil pertemuan dengan pengurus FKPPI Jawa Timur, sejak Kamis (22/8/2019), FKPPI mengeluarkan Tri Susanti dari pengurus FKPPI Surabaya.
"Ini sudah keputusan organisasi karena yang bersangkutan telah melakukan hal di luar instruksi organisasi dan dampaknya mengancam keutuhan NKRI," ujar dia.
Sementara itu, dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Jatim, Tri Susanti mengatakan, tidak mewakili siapa pun, baik ormas maupun partai.
"Sebenarnya saya ini bukan atas nama FKPPI atau atas nama partai gitu."
"Kan iki wes (ini kan sudah) panggilan jiwa untuk NKRI, bila ada sesuatu yang bisa menghancurkan NKRI, kita siap ada di barisan terdepan."
"Cuma gorengan e wong-wong kan macem macem (hanya saja pengolahan isu orang-orang yang macam-macam)," kata dia.
2. Diperiksa polisi
Selain dipecat, Tri Susanti menjadi satu dari lima anggota ormas uang diperiksa polisi terkait kasus rasisme saat aksi di depan Asmara Mahasiswa Papua.
Hal ini dikatakan Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, dikutip dari Kompas.com.
"(Tri Susanti) sudah diperiksa (sebelumnya), hari ini kami periksa kembali," ucap Barung, Jumat (23/8/2019).
Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut, Polda Jatim belum menjelaskan hasil penyelidikan.
Sampai saat ini, juga belum ada yang ditetapkan menjadi tersangka.
Barung mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terhadap oknum yang diduga melontarkan kata-kata berbau rasisme kepada mahasiswa Papua di asrama.
Barung mengatakan, pihaknya serius mengusut kasus itu.
"Kami sangat serius karena itu (rasisme) adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, maka kita tindaklanjuti secepatnya," kata Barung.
Pengungkapan kasus tersebut, menurut Barung, perlu dikedepankan demi kestabilan keamanan pasca-kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Terlebih, belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta jajarannya untuk menindak oknum pelaku rasialisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya, segera diungkap.
"Polda Jawa Timur akan senantiasa siap untuk menjalankan intruksi Presiden Republik Indonesia," ujar Barung.
3. Mengaku bukan kader Gerindra
Dari penelusuran Tribunnews.com, Tri Susanti merupakan sempat maju sebagai caleg anggota DPRD Kota Surabaya mewakili Partai Gerindra.
Dari laman KPU Surabaya, Tri Susanti maju dari dapil Surabaya 3 meliputi Bulak, Gunung Anyar, Mulyorejo, Rungkut, Sukolilo, Tenggilis Mejoyo, dan Wonocolo.
Nama Tri Susanti berada di nomor urut delapan dari sembilan caleg.
Sayangnya, ia gagal di Pileg 2019 karena tidak mendapatkan suara yang cukup.
Namun, Tri Susanti mengaku, ia bukanlah pengurus atau kader partai berlambang kepala burung garuda itu.
“Saya di Parpol Gerindra itu bukan pengurus. Saya bukan pengurus saya ini, bukan kader juga,” katanya saat dihubungi Tribunjatim.com, Kamis (22/8/2019).
Tri Susanti mengaku hanya sebatas mencalonkan diri sebagai calon legislatif menggunakan payung partai politik bernama Gerindra.
“Saya hanya nyaleg dari Partai Gerindra,” kata Alumni Fisipol Universitas Wijaya Kusuma Surabaya itu.
Perempuan berambut panjang itu menuturkan, pencalonannya dulu sebagai caleg melalui parpol Gerindra, beberapa hari menjelang pendaftaran caleg di KPU, tutup.
"Saya nyaleg itu last minutes, ketika mau ditutup (pendaftarannya) saya baru masuk untuk pencalegkan."
"Jadi last minutes pendaftaran caleg itu ya, nah saya baru masuk,” jelasnya.
4. Akui bersaksi saat sidang sengketa Pilpres 2019 di MK
Bagi beberapa netter, nama dan wajah Tri Susanti tidak asing.
Ia pernah bersaksi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kabar ini pun dibenarkan Tri Susanti yang juga sebagai ketua kelompok simpatisan pendukung Paslon Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo dan Sandi, bernama Rabu Biru.
“Yang kebetulan kemarin, aktif di relawan. Kan (menjadi) relawan juga macam-macam, kan itu kan bukan orang partai juga," kata da
Disinggung kesaksiannya di sidang sengketa Pilpres 2019. Tri Susanti mengaku hanya menyampaikan temuan-temuan yang mencurigakan.
"Itu karena saya kebetulan menemukan permasalahan di tempat tinggal saya."
"Jadi bukan ‘jarene’ (bukan katanya), mengalami langsung kejadian yang untuk kesaksian di MK itu, lho," jelasnya.
“Kesaksian saya di MK itu kan, ada 5 nama di rumah saya. Banyak kesalahan data ganda di TPS lingkungan saya,” katanya.
“Nah itu akhirnya saya saksinya tentang itu. Bukan kecurangan mas, opo iku, menemukan DPT tuyul, apa ya yang sempat ramai,” kata dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Tribun Jatim/Luhur Pambudi)