TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) disarankan tidak langsung memberikan fasilitas mobil dinas baru kepada menteri yang akan dipilihnya untuk periode 2019-2024.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan Jokowi harus melakukan ujian terlebih dahulu kepada para anggota Kabinet Kerja II.
Ujian tersebut selama 100 hari, untuk melihat kinerja pembantu-pembantunya dalam mengeksekusi visi, misi dan program kerja Jokowi selama kampanye Pilpres 2019 lalu.
"Kan kalau mau kerja juga ada masa percobaan kerja tiga bulan. Kalau lulus masa percobaan, baru fasilitas dapat," ujarnya, Minggu (25/8/2019).
"Makanya saya usulkan kepada Pak Jokowi, mobil dinas yang baru itu jangan langsung dikasih ke menteri barunya. Lihat dulu saja, kinerjanya 100 hari bagaimana. Nanti kalau lolos maca percobaan, baru kita berikan," tambah Hendri Satrio.
Melalui ujian 100 hari ini, imbuh dia, Jokowi akan mengetahui sejauh mana kinerja dan loyalitas para pembantunya.
"Ini juga sebagai ujian. Kan ada dua ujiannya, yakni ujian kinerja. Kinerjanya bagus atau tidak nih si menteri baru kinerjanya? Kedua, ujian loyalitas. Loyalitas kepada siapa? kepada negara dan pimpinannya yaitu Presiden," jelasnya.
Dengan begitu Jokowi akan bisa mengetahui semangat dan motivasi para pembantunya tersebut.
"Jadi menteri itu, mau incar fasilitas atau memang mau mengabdi kepada bangsa dan negara?" kata dia.
Sebelumnya, anggota Kabinet Jokowi-Maruf Amin akan mendapatkan mobil dinas baru.
Anggaran untuk pengadaan mobil ini lebih dari Rp 147 miliar.
Mengutip laman resmi Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), pemerintah telah melakukan Pengadaan Kendaraan Menteri Negara/Pejabat Setingkat Menteri.
Pengadaan ini dimulai pada 19 Maret 2019 dan kini lelang tender tersebut sudah selesai.
Kata Roy Suryo: "Pemborosan"
Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) telah mengumumkan akan mengganti mobil dinas untuk para menteri anggota Kabinet Kerja, pejabat setingkat menteri, ketua/wakil ketua MPR, DPR dan DPD.
Usia kendaraan dinas yang telah mencapai lebih dari 10 tahun menjadi alasan penggantian.
Nantinya mobil dinas saat ini yaitu Toyota Crown Royal Saloon akan digantikan oleh Toyota Crown 2.5 HV G-Executive.
Wakil Ketua Umum Demokrat Roy Suryo menganggap penggantian mobil dinas menjadi Toyota Crown 2.5 HV G-Executive tidak pas.
Apalagi mobil tersebut merupakan mobil CBU atau Completely Built Unit yang artinya barang yang diimpor langsung luar negeri.
Hal ini menjadi bertentangan dengan aturan Presiden yang tengah mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk kendaraan di Indonesia sebesar 35 persen.
Baca: Ini 5 Point Tuntutan Gerakan Suluh Kebangsaan Untuk Merajut Kembali Papua
Baca: Empat Lembaga Pemerintahan dan BUMN Memperoleh Penghargaan untuk Inovasi di Bidang Geospasial
"Maka itu yang saya bilang, ini tidak pas. Ini mungkin pak Jokowi perlu melihat juga kondisi yang ada di bawah. Siapa tahu pak Jokowi belum dilaporin soal ini," tuturnya saat di acara Diskusi Teras Kita Mobil Listrik di Hotel Le Meridien, Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Roy merasa bahwa Joko Widodo akan mempertimbangkan kembali mengenai penggantian mobil dinas aparatur negara tersebut.
Terlebih mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai pembelian mobil dinas baru sebagai pemborosan.
"Saya tahu pak Jokowi orangnya adalah orang yang praktis, orang yang efisien dan pasti akan memilih yang terbaik untuk rakyatnya dan juga untuk para Menterinya. Tidak perlu bermewah-mewah tidak perlu berboros-boros," terangnya.
Sikap PKB
Sejauh tidak memberatkan keuangan negara, pengadaan mobil dinas yang baru boleh saja dilakukan untuk menunjang kinerja pejabat negara.
Hal itu disampaikan Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding, kepada Tribunnews.com, Kamis (22/8/2019).
Apalagi kata dia, pengadaan ini dilakukan karena kondisi kendaraan dinas sudah tidak layak.
Mobil yang dipakai sekarang sudah berumur lebih 10 tahun dan dipakai sejak masa pemerintahan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhyono (SBY).
"Sepanjang kemampuan keuangan negara memungkinkan tidak ada masalah pengadaan mobil dinas menteri," ujar anggota DPR RI ini.
Dia yakin, para menteri juga tidak terlalu memempersoalkan mobil yang baru atau yang lama dan jenis yang disediakan sebagai kendaraan dinas.
"Ini kan karena negara menyediakan dan memungkinkan kondisi keuangan kita," jelas mantan Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin di Pilpres 2019 lalu itu.
Menurut dia, pengadaan mobil dinas yang baru ini pasti telah didahului pertimbangan-pertimbangan dan analisa yang matang.
Termasuk mempertimbangkan dari sisi protokoler, yakni keamanan dan kehormatan serta kepantasannya.
"Pasti ada pertimbangan teknis keprotokoleran, soal keamanan serta untuk mejaga kepantasan publik. Itu kan termaktub dalam Undang-undang keprotokoleran," jelasnya.
"Jadi pengadaan mobil itu memungkinkan. Soal jenis mobilnya apa, merk-nya apa itu teknis dari eksekutif nanti," ucap Karding.
DPR Setuju
Wakil Ketua DPR Fadli Zon setuju dengan rencana pengadaan mobil baru untuk menteri dan pimpinan lembaga lainnya pada periode 2019-2024.
Karena menurut Fadli mobil Toyota Crown Royal Saloon yang digunakan saat ini sudah berusia 9 sampai 10 tahun.
"Ya tentu ada pertimbangan-pertimbangan ya. Kalau tidak salah sih mobil yang dipakai sekarang ini usianya sudah 9 tahun apa 10 tahun gitu," ujarnya.
Menurut Fadli pergantian mobil dinas menteri dan pimpinan lembaga setingkat menteri lainnya itu masuk akal, karena biaya pemeliharaan mobil lama lebih tinggi ketimbang mobil baru.
"Ya kalau itu pertimbangannya sebagai mobil yang dipakai sekarang ini sudah terlalu lama dan mungkin maintenancenya justru memakan biaya, saya kira itu pasti ada pertimbangan-pertimbangannya lah," katanya.
Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra itu, pengadaan mobil baru sebenarnya sudah digagas dipenghujung masa pemerintahan SBY, hanya saja rencana tersebut kemudian dibatalkan Jokowi pada periode berikutnya.
Baca: Ada yang Maksa Menawar Duo Semangka Rp 100 Juta, Personelnya Ingin Lacak si Penelpon Gelap
Baca: Real Madrid Pinjamkan Messi dari Jepang
Baca: Syarat Bebas Visa Taiwan untuk WNI
"Sehingga lelangnya (mobil baru) kemudian dibatalkan," katanya.
Untuk anggarannya sendiri menurut, Fadli pemerintah pasti punya hitung-hitungannya sendiri.