TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Didik J Rachbini mendorong agar pemerintah mengkaji ulang rencana pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta.
"Pemindahan ibu kota ini kan seolah-olah hanya untuk program gagah-gagahan. Ini bukan Bandung Bondowoso, bangun ibu kota ini kan bukan seperti pindah kontrakan, tidak bisa kemudian kita mengelola negara seperti ini. Menurut saya ini pantas dikritik," kata Didik dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Founder INDEF ini berpandangan kebijakan publik soal pemindahan ibu kota tidak dilakukan secara sistematis, masalahnya kondisi perekonomian saat ini tidak memungkinkan untuk Indonesia pindah ibu kota.
Ia meyakini pemindahan ibu kota tidak akan berdampak pada pemerataan ekonomi di Kalimantan, seperti diwacanakan Bappenas.
“Lebih baik kita menyelesaikan kereta cepat dahulu, soal papua, perdagangan ekspor kita. Saya lihat studi akademik Bappenas hanya ada sembilan orang yang meneliti. Ini harus dikritik. Presiden harusnya menunda dulu (pindah ibu kota).”
Baca: Hari Ini, 20 Capim KPK Jalani Pemeriksaan Kesehatan
"Kita bukan tidak setuju tapi sebaiknya dikaji ulang," tegas Didik.
Emil Salim Sedih
Ekonom senior Emil Salim mengaku sedih mendengar usulan Bappenas.
Ini menyangkut soal pemindahan ibu kota yang disinyalir mampu memeratakan pertumbuhan ekonomi dan menjadikan Indonesia Sentris.
Emil mengatakan, usalan Bappenas yang menjadi langkah pengambilan kebijakan Presiden RI Joko Widodo, keliru.
"Di sini kita ingin bilang kepada teman-teman kita di Bappenas, keliru cara berpikirnya itu. Yang kesian ya presiden, yang memikul dampaknya. Kenapa Bappenas tega berbuat seperti itu? Saya sedih sekali mendengarnya," kata Emil Salim dalam Diskusi Publik INDEF di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Alih-alih memindahkan ibu kota baru, Emil menyarankan untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM).
Pasalnya, semua negara maju di Asia seperti Jepang, China, dan Korea Selatan terus membangun SDM untuk menjadikan negaranya maju.
Terlebih, Indonesia tengah mengalami bonus demografi yang kedepannya belum tentu terjadi lagi.
Jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri pun lebih banyak ketimbang negara berpenduduk lebih sedikit, seperti Vietnam dan Malaysia.