News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KT Elektronik

Setya Novanto Cantumkan Keterangan Agen FBI Dalam Novum Peninjauan Kembali

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

terpidana kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang peninjauan kembali (PK) di gedung Tipikor, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Mantan Ketua DPR tersebut mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) dalam perkara korupsi pengadaan KTP Elektronik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana Korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto, mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA).

Setya Novanto mengajukan PK karena menemukan lima alat bukti baru atau novum.

Sidang pembacaan permohonan PK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Adapun, kelima novum tersebut, yaitu pertama, surat permohonan sebagai justice collaborator tanggal 3 April 2018 dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Kedua, surat permohonan sebagai justice collaborator tanggal 8 April 2018 dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Baca: Wakil Ketua Komisi III DPR: Hak Orang Curigai Pansel Capim KPK Istimewakan Suatu Lembaga

Baca: Roger Danuarta Ungkap Tak Mau Nikah Siri atau Kawin Lari dengan Cut Meyriska

Baca: Diduga Mesum, Polisi dan Bidan di Desa Sanganom, Nguling, Pasuruan Digerebek Warga

Baca: Korlap Aksi Massa yang Bentrok di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Jadi Tersangka

Baca: Abraham Samad: KPK Terancam Jika Seleksi Calon Pimpinan Diteruskan dan Meloloskan Orang Bermasalah

Ketiga, surat permohonan sebagai justice collaborator tanggal 31 Mei 2018.

Keempat, tanda terima uang oleh Anang Sugiana Sudihardjo dari Made Oka Masagung.

Kelima, keterangan anggota FBI tentang hasil pemeriksaan terhadap Johannes Marliem.

"Novum P-5 adalah merupakan keterangan tertulis dari Jonathan E Holden, Agen Khusus Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat tertanggal 9 November 2017, dalam perkara United States Of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota; dkk dalam perkara Case No. 1-cv-4450 (JNE/SER) dihadapan United States Disict Court District of Minnesota," kata Maqdir Ismail, penasihat hukum Setya Novanto.

Dia menjelaskan, dalam keterangannya Jonathan E Holden, menyatakan telah melakukan wawancara dengan Johannes Marliem, membaca dokumen hasil penyidikan dari KPK, dan juga memeriksa beberapa rekening Johannes Marliem di Amerika Serikat.

"Dalam pemeriksaannya terhadap rekening Johannes Marliem, Jonathan E Holden menerangkan bahwa tidak menemukan fakta atau pengakuan ada pengiriman uang sebesar USD3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) kepada siapapun, tidak juga ada pengiriman kepada Juli Hira atau Iwan Baralah atau klien mereka," ungkap Maqdir.

Selain itu, kata dia, pada halaman 20 dari pernyataan tersebut, dikatakan Jonathan E Holden, bahwa pada tanggal 3 September 2012 Biomorf Mauritius telah melakukan transfer uang sebesar USD700.000,- (tujuh ratus ribu Dollar Amerika Serikat) ke rekening Muda Ikhsan Harahap pada Bank DBS Singapore rekening dengan angka terakhir 0023 dan uang ini kemudian diberikan kepada anggota DPR RI Chairuman Harap.

Maqdir menegaskan, berdasarkan Novum P-1 sampai dengan Novum P-5 tersebut diatas, maka seluruh pertimbangan Judex Factie yang menganggap bahwa PEMOHON PK telah menerima uang sebesar USD7.300.000,- (tujuh juta tiga ratus ribu Dollar Amerika Serikat) dari Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo adalah keliru dan tidak benar.

"Dengan demikian, maka Permohonan PK dari Pemohon PK ini haruslah diterima dan membatalkan Putusan SN Nomor 130/ 2017, dan sudah sepatutnya Pemohon PK dibebaskan dari segala bentuk dakwaan," kata dia.

Selain mempunyai novum, kata dia, alasan mengajukan PK, karena putusan Judex Factie nyata-nyata memuat pertentangan antara yang satu dengan yang lain.

Lalu, putusan Judex Factie dengan jelas memperlihatkan adanya kekhilafan hakim dan/atau kekeliruan yang nyata.

Minta dibebaskan

Terpidana korupsi Setya Novanto meminta majelis hakim mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan.

Upaya PK itu diajukan agar mantan Ketua DPR RI itu dapat bebas dari jerat hukuman kasus korupsi KTP-Elektronik.

Pernyataan itu disampaikan Novanto pada saat sidang perdana perkara PK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Rabu (28/8/2019).

"Mengadili, menerima dan mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon PK untuk seluruhnya dan membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 130/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst;," ujar Maqdir Ismail, penasihat hukum Setya Novanto, saat membacakan permohonan PK.

Selain itu, dia meminta, agar majelis hakim menyatakan dia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Lalu, meminta majelis hakim membebaskan terpidana oleh karena itu dari seluruh dakwaan tersebut, meminta majelis hakim memulihkan hak-hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Baca: Polisi Siapkan 10 Ribu Personel Amankan Laga Persija VS PSM

Meminta majelis hakim memerintahkan agar terpidana dikeluarkan dari Lembaga Pemasayarakatan, meminta majelis hakim menyatakan seluruh barang bukti dikembalikan kepada yang berhak; dan membebankan biaya perkara ini kepada Negara.

"Namun apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon kiranya Majelis Hakim Peninjauan Kembali memberi putusan seadil-adilnya," tambahnya.

Sebelumnya, Terpidana korupsi KTP-Elektronik, Setya Novanto, mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

Rencananya, sidang pembacaan novum atau alat bukti baru PK dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Rabu (28/8/2019).

Penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mengonfirmasi adanya pengajuan PK tersebut. Menurut dia, Novanto dijadwalkan hadir di persidangan itu.

"Kami mulai sidang hari ini. Rencananya begitu. Kalau panggilan sih jam 9," ujar Maqdir, saat dikonfirmasi, Rabu (28/8/2019).

Baca: Pedagang Ayam Diadukan ke Polisi karena Cabuli Pacarnya yang Masih Berusia 16 Tahun

Dia mengungkapkan ada lima alat bukti baru yang akan diajukan. Namun, dia mengaku tidak dapat menjelaskan di luar persidangan.

"Nanti deh kan belum dibacain nanti diomelin hakim. Ada 5 kalau tidak salah," kata dia.

Melalui pengajuan PK itu, dia mengharapkan agar kliennya dapat diputus bebas.

"Bebas lah, kami menyatakan dakwaan itu tidak terbukti dan dakwaan yang dianggap terbukti itu dakwaan yang salah," tambahnya.

Untuk diketahui, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Selain itu, hakim Pengadilan Tipikor juga mengganjar Setnov membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hartanya tidak mencukupi, maka akan diganti pidana 2 tahun penjara.

Baca: Bisa Bangun Rumah Rp 10 Miliar Pakai Dana Sendiri, Nikita Mirzani Sudah Tak Butuh Suami Tajir Lagi

Atas putusan tersebut, Setya Novanto maupun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding‎. Berdasarkan aturan PK, Setnov diperbolehkan mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

Setnov sendiri telah menjalani masa hukuman sekitar satu tahun setelah divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini