TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menanggapi terkait dengan pendapat seorang Capim KPK yang menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK selama ini keliru secara hukum.
Febri memastikan OTT yang telah dilakukan KPK selama ini telah sesuai dengan kewenangan KPK yang diatur dalam Undang-Undang 30 Tahun 2002, KUHAP, dan Undang-Undang Tipikor.
"Kami pastikan itu (OTT) sesuai dengan kewenangan KPK yang diatur di Undang-Undang 30 tahun 2002. Lalu diatur juga dalam KUHAP soal tangkap tangan misalnya dan juga Undang-Undang Tipikor. Jadi ada dalam pelaksanaan tugas KPK itu ada tiga Undang-Undang yang menjadi dasar hukum di sana. Yang bersifat umum dan bersifat khusus," kata Febri di Gedung KPK Merah Putih Jakarta pada Kamis (29/8/2019).
Baca: Pemindahan Ibu Kota Indonesia Jadi Pembicaraan Megawati Dengan Mantan Pemimpin Dunia
Tidak hanya itu, ia pun menunjukan bahqa OTT yang dilakukak KPK selama ini telah sesuai dengan tiga Undang-Undang tersebut dengan melihat bahwa semua permohonan praperadilan yang dilakukan untuk menggugat status penetapan tersangka korupsi dimentahkan oleh pengadilan.
"Apalagi kita tahu yang namanya OTT ini berulang kali diuji di praperadilan dan semuanya dimentahkan dan semua kasus yang kami bawa ke pengadilan dari tangkap tangan divonis bersalah sampai berkekuatan hukum tetap. Jadi kami yakin betul," kata Febri.
Meski begitu, Febri mengatakan pandangan tersebut merupakan hak dari peserta seleksi Capim KPK.
"Ya proses wawancara dalam tiga hari itu kan semua calon pimpinan KPK itu bisa bicara apa saja menurut konsep mereka. Itu bebas saja sebenarnya, tinggal nanti Pansel yang melihat dalam tahap awal ini sebelum kemudian presiden menyerahkan sepuluh nama yang akan melihat apakah tepat orang-orang tersebut berada di KPK," kata Febri.
Baca: Bayi 15 Bulan Dianiaya Ayah Tiri Hingga Tewas di Bekasi, Dugaan Berawal dari Kematian Tak Wajar
Diberitakan sebelumnya, Calon Pimpinan Komisi Pemberatasan Korupsi (Capim KPK) Johanis Tanak menilai, langkah penanganan korupsi dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah langkah yang keliru.
Johanis menyebut, OTT yang selama ini digunakan artinya bertentangan.
Operasi yang berarti suatu kegiatan yang telah direncanakan, sedangkan tangkap tangan menurut ilmu hukum bukan direncanakan tapi seketika itu terjadi tindak pidana dilakukan, maka seketika itu ditangkap.
Hal itu disampaikan Johanis kepada awak media usai seleksi wawancara dan uji publik capim KPK di gedung Sesneg, Jakarta, Kamis (28/8/2019).
"Jadi bukan direncanakan ditangkap sehingga menurut saya secara ilmu hukum itu keliru (red-penerapan OTT). Idealnya, kita harusnya pahami," kata Johanis Tanak.
Baca: Pemprov Jabar Juga Ingin Pindahkan Ibu Kota Provinsi dari Bandung, Begini Alasan Ridwan Kamil
Kendati demikian, Capim KPK dari unsur Jaksa ini mengaku sangat antusias dalam memberantas korupsi.
Namun aturan dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku juga perlu diikuti.
"Kita tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip hukum yang berlaku," ucapnya.
Ia mengatakan, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat pencegahan dan penindakan.
Dalam pencegahan, kata Johanis, sebaiknya KPK jika sudah mengetahui ada seseorang yang akan melakukan tindak pidana penyuapan atau korupsi, yang bersangkutan dipanggil dan ditanya kemudian membuat surat yang dikirim ke seluruh lembaga penegak hukum termasuk Mahkamah Agung.
"Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar," katanya.
Dengan demikian, apabila ia terpilih menjadi pimpinan KPK, maka ia pun akan memberi masukan tersebut kepada pimpinan lainnya.
"Kalau setuju bahwa ini tidak sesuai dengan teori atau prinsip-prinsip ilmu hukum, kenapa kita harus terapkan? Kita cari solusi terbaik yang lebih baik lagi untuk bangsa. Karena pemberantasan korupsi rasiologisnya itu bagaimana pejabat tidak menyalahgunakan kewenangan sehingga uang negara tidak hilang," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam seleksi wawancara dan uji publik capim KPK, Johanis sempat ditanya oleh salah satu panelis tentang cara pencegahan terhadap korupsi yang besar dan sistemik.
Pertanyaan tersebut diajukan oleh salah satu panelis, Meutia Gani.
Setelah sempat menjelaskan, Johanis Tanak yang merupakan capim dari unsur kejaksaan ini memberikan salah satu contoh kasus korupsi yang sedang berlangsung.
"Meikarta itu investasi besar. Tapi terhalang oleh satu tindakan, yakni OTT. Yang namanya OTT, operasi adalah kegiatan terencana. Secara hukum, arti tangkap tangan adalah tindak pidana yang terjadi dan ditangkap saat itu juga," ungkap Johanis.
Untuk itu, ia mengatakan, idealnya KPK memanggil para terduga pelaku tersebut terlebih dahulu.
Apalagi, lanjut Johanis, dibandingkan dengan sekarang yang menangkap, menyidik, dan menahan yang bersangkutan akan menghamburkan uang negara yang begitu banyak.
"Dalam konteks korupsi, kita ingin jangan sampai uang negara dihambur-hambur," jelasnya.