TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergantian jajaran direksi BUMN adalah hal yang wajar dan tidak dapat dikategorikan sebagai bagian pelanggaran instruksi presiden Joko Widodo agar para menteri tidak mengambil keputusan strategis
Demikian disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono kepada wartawan, Rabu (28/8/2019).
“Satu hal yang wajar dalam BUMN mengganti direksi, karena perusahaan-perusahaan milik negara itu selain sahamnya dimiliki pemerintah juga milik publik,” ujarnya.
Rencanaya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengagendakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dalam satu pekan kedepan. Adapun RUPSLB ini akan digelar oleh lima BUMN. Kelima BUMN tersebut ialah empat bank BUMN yakni Bank Mandiri (28 Agustus), Bank Tabungan Negara (29 Agustus) Bank Negara Indonesia (30 Agustus), Bank Rakyat Indonesia (2 September), serta Perusahaan Gas Negara (30 Agustus).
Arief menyoroti soal rencana pergantian direksi BRI. Menurutnya hal tersebut dinilai perlu. Pasalnya, Bank BRI ibarat mobil yang bermesin turbo. Tapi karena pengendaranya kurang profesional dan ceketan, makanya jalannya lelet dan kalah dengan bank swasta seperti BCA.
Jika jajaran direksi BRI bisa memainkan fungsi intermediasi bank dengan aset, perusahaan yang dipimpin Suprajarto tersebut akan menjadi yang terbesar di antara bank lain di bursa sekaligus di dalam negeri, yaitu sebesar Rp 1.296 triliun.
"Bank BRI akan lebih banyak bisa menjadi penopang tumbuhnya usaha kecil,menengah, pedesaan yang bisa meningkatkan perekonomi di desa," ujar Arief.
Menurutnya, saham BRI yang banyak diborong oleh asing karena net interest margin BRI yang cukup tinggi bukan sebagai capaian yang fenomenal, tapi justru suku bunga pinjaman di BRI tidak kompetitif dan ekonomi untuk kredit yang bisa digunakan untuk UKM.
Sementara rencana RUPS BRI yang akan digelar oleh Kementerian BUMN harus segera ada pergantian direksi BRI, sebab BRI memerlukan nahkoda yang mengerti untuk bisa menjadikan BRI benar-benar bank yang pro ekonomi kerakyatan.
"Bukan seperti saat ini banyak kredit disalurkan ke apartemen-apartemen mewah, dan banyak kredit fiktif yang macet terjadi di BRI seperti terjadi di BRI Surabaya," sebut Arief.
Begitu juga dengan BUMN lainnya yang publik listed, kalau memang harus RUPS ya harus digelar.
"Dan dalam RUPS BRI nanti untuk menganti direksi BRI, saya rasa tidak ada faktor like or dislike, tapi lebih kepada faktor kinerja dan kebutuhan Bank BRI," demikian Arief