Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR pada periode 2019-2024, lebih terkesan untuk bagi bagi posisi atau jabatan.
Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).
"Mungkin juga ini sebagai upaya partai-partai itu mengkonsolidasikan MPR agar lebih mudah melakukan amandemen Undang undang Dasar. Revisi kan jalan yang ditempuh supaya parpol-parpol itu tidak perlu bertengkar lagi soal jabatan pimpinan MPR. Semua kebagian," ujar Direktur Eksekutif LSI (Lembaga Survei Indonesia) ini kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).
Dia melihat juga ini sebagai upaya partai partai politik mengkonsolidasikan MPR agar lebih mudah melakukan amandemen Undang-undang Dasar 1945.
"Karena akan lebih mudah mencapai kesepakatan nantinya. Revisi itu jelas menunjukkan parpol parpol akan melakukan apa saja untuk mengakomodasi kepentingan jangka pendek mereka," jelasnya.
Baca: Jelang Arema FC vs PSIS Semarang LIga 1 2019: Debut Pemain Jepang bagi Tuan Rumah
Baca: Jelang Bhayangkara FC vs Persebaya Surabaya Liga 1 2019: Pemulangan Dutra Dianggap Remehkan Klub
Baca: Andrea Turk Hasil Konser Tunggalnya Untuk Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia
Revisi juga kata dia, menunjukkan para politisi di DPR tidak konsisten untuk menjalankan aturan yang sudah mereka buat sendiri.
"Itulah akibatnya kalau Undang undang dibuat hanya untuk kepentingan politik jangka pendek, "tegasnya.
PPP: Yang Penting Rasional
Badan Legislasi DPR RI telah menyiapkan draf revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR pada periode 2019-2024.
Draf yang telah disiapkan tersebut yakni pimpinan MPR menjadi 10 yakni 9 perwakilan fraksi serta 1 dari unsur DPD.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak masalah jika dilakukan revisi UU MD3.
"Semua bisa dimusyawarahkan utk kebersamaan agar situasi politik di parlemen lebih kondusif," ujar Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi (Awiek) kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).
Anggota Komisi II DPR RI ini menegaskan, posisi PPP mendengarkan argumentasi dari pengusul.
Awiek menilai, sejauh rasional dan bisa dimusyawarahkan, revisi UU MD3 bisa dipertimbangkan.
"Yang penting rasional dan bisa dimusyawarahkan, kenapa tidak?" tegas Awiek.
Soal anggaran, lanjut dia, masih bisa disesuaikan dalam batas rasional.
"Ada yang berkelakar kalau pun pimpinan MPR jadi 10 biayanya tak sebesar dibanding anggaran pindah Ibu Kota. Yang penting musyawarah mufakat," jelas Awiek.
NasDem: Jangan Digunakan hanya untuk Kepentingan Kekuasaan
Badan Legislasi DPR RI telah menyiapkan draf revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR pada periode 2019-2024.
Draf yang telah disiapkan tersebut yakni pimpinan MPR menjadi 10 yakni 9 perwakilan fraksi serta 1 dari unsur DPD.
NasDem menilai tidak perlu revisi UU MD3 untuk penambahan pimpinan MPR RI.
Karena revisi UU MD3 ini menurut Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago, hanya untuk bagi-bagi kursi kekuasaan di MPR RI.
"UU MD 3 sebaiknya tidak digunakan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata. Apalagi cuma untuk bagi bagi kursi," tegas anggota DPR RI ini kepada Tribunnews.com, Jumat (30/8/2019).
Kalau terlalu dipaksanakan, dia mengingatkan, citra wakil rakyat akan semakin berkurang di mata publik.
"Rakyat sudah jenuh melihat tontonan sinetron parlemen yang seperti ini dan menurut saya, ini yang men-downgrade image parlemen," tegas mantan jurubicara TKN Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin ini.
Karena itu NasDem menolak revisi UU MD3 untuk menambah kursi pimpinan MPR RI menjadi 10 orang.
"Ini akan membebani APBN," jelas Irma.
Golkar: Jalankan Saja UU MD3 yang Sekarang
Politikus Partai Golkar, Zainudin Amali menegaskan tak perlu mempermasalahkan revisi Undang-Udang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR pada periode 2019-2024.
Namun, menurutnya saat ini lebih baik menjalankan UU MD3 yang sudah ada, yakni pimpinan MPR berjumlah 1 orang ketua dan 4 wakil ketua.
"Kalau sekarang jalankan MD3 yang ada," kata Zainudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
"Jadi UU MD3 sekarang ketua DPR dengan 4 wakil ketua, nah kemudian MPR itu paketnya 1 ketua dengan 4 wakil. Itu sudah ada di situ dari DPD, komposisi MPR, 1 DPD dengan 4 DPR, jalankan aja dulu itu," sambungnya.
Menurutnya, UU MD3 bisa saja direvisi ketika telah terpilih pimpinan DPR dan MPR periode 2019-2024.
Akan tetapi, ia mengingatkan agar revisi tersebut dipikir secara matang.
Sebab, menurutnya, revisi akan berdampak tidak hanya pada susunan pimpinan MPR.
"Makanya kita sudah komit, karena itu bukan hanya pimpinan MPR, bisa merembet ke mana-mana kalau ada revisi itu. Jadi kita pastikan ketua DPR-nya PDI Perjuangan, Golkar sikapnya begitu," tegas Ketua Komisi II DPR RI ini.
DPR Siapkan Draf Revisi Undang-undang MD3
Badan Legislasi DPR RI telah menyiapkan draf revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPR (MD3) untuk menambah jumlah pimpinan MPR pada periode 2019-2024. Draf yang telah disiapkan tersebut yakni pimpinan MPR menjadi 10 yakni 9 perwakilan fraksi serta 1 dari unsur DPD.
"Yang saya pernah lihat itu di Baleg itu memang sudah dibuat suatu draf, draf ini adalah memang tugas dari Baleg untuk menyiapkan bila mana suatu waktu-waktu itu diperlukan, itu hanya 9+1," ujar Wakil Ketua Baleg, Firman Soebagyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (28/8/2019).
Menurut Firman, draf tersebut dipersiapkan sambil menunggu keputusan politik mengenai penambahan pimpinan MPR dari masing-masing partai politik.
"Ini masih dalam draf yang disiapkan oleh Baleg yang secara resmi bukan dari materi yang harus kita bahas, karena masih ada menunggu keputusan dari pimpinan partai,"katanya.
Firman sendiri belum mengetahui bagaimana kemungkinan jumlah pimpinan MPR nanti. Apakah akan kembali ke 5 atau menjadi 10. Menurutnya politik sangat dinamis, sehingga draf tersebut dibuat.
"Oleh karena itu politik kan dinamis seperti yang pernah kita lakukan seperti masa jabatan di periode lalu. Itu kan ketika terjadi tarik menarik setelah pak Setya Novanto terpilih menjadi ketua DPR, itu kan langsung deadlock di situ," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaoanan Daulay mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10, terdiri dari sembilan yang berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.
“Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, dirubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD. Soal siapa ketuanya, bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.” kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (12/8/2019).
Menurut Saleh , MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan di mana semua fraksi dan kelompok menyatu. Sehingga di MPR tidak ada kelompok koalisi dan oposisi.
"Karena yang ditekankan di MPR adalah NKRI,"katanya.
Untuk menambah pimpinan MPR perlu dilakukan revisi Undang-undang MD3. Karena dalam undang-undang tersebut jumlah pimpinan MPR yakni 5 orang.(*)