TRIBUNNEWS.COM - Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Luki Hermawan mengungkapkan bahwa tersangka TS dan SA memiliki peran yang berbeda dalam kasus penyebaran hoaks, diskriminasi, provokasi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Dikutip TribunWow.com dari kanal YouTube METROTV yang diunggah Jumat (30/8/2019), Irjen Pol Luki Hermawan menyebut bahwa SA saat kejadian itu mengucapkan kata-kata rasisme.
Sedangkan tersangka TS tidak mengucapkan kalimat rasisme, namun lebih menjurus pada penyebaran berita bohong dan provokasi di media sosial yang memicu kerusuhan di Papua.
"Untuk TS tidak ada, kalau SA dia langsung hanya menyampaikan kata-kata yang bernada rasis," ucapnya.
"Berbeda dengan TS ini, di samping ada kata-kata dia juga menyebarkan dalam grup WA, juga ada di media sosial menyatakan komentar-komentar yang berbeda, yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya," lanjutnya.
Untuk itu, Irjen Pol Luki Hermawan menyebut kedua tersangka dijerat dengan pasal yang berbeda.
SA dijerat dengan Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman penjara selama 5 tahun.
"(Hukumannya) berbeda, kalau SA ini lebih cenderung ke UU No 40 Tahun 2008 masalah diskriminasi, masalah rasis, masalah etnis, dan ini sudah diterapkan itu bisa diatas 5 tahun bisa ditahan nantinya," kata Irjen Pol Luki Hermawan.
Sedangkan tersangka TS dijerat dengan 3 pasal sekaligus.
"Untuk TS ada 3 pasal yang sementara kita kenakan, yaitu undang-undang ITE, yaitu KUHP 160 ya, kemudian Undang-Undang No 1 tahun 1946 yang masalah hukum acara pidana," kata Irjen Pol Luki Hermawan.