News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rusuh di Papua

Mahfud MD Minta Masyarakat Jangan Termakan Hoax dan Post Truth dalam Soal Papua

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD bersama sosiolog Imam Prasojo dan Kyai Dian Nafi pada Halaqah Alim Ulama di Solo. Foto Ist

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo

TRIBUNNEWS.COM,  SOLO -  Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK) yang juga Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD meminta masyarakat berhati-hati menyikapi berita hoax yang digerakkan melalui cara Post Truth, terutama dalam masus Papua.

 "Pasalnya sekarang ini banyak berita jenis itu yang disebarkan lewat medsos," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  itu saat menjadi penceramah kunci pada Halaqah Alim Ulama tentang "Membangun Kerukunan dengan Ibroh dari Mantan Pelaku dan Korban Terrorisme" di Novotel, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (31/8/2019) ini.

 Mahfud menjelaskan bahwa berita hoax adalah berita bohong sedangkan post truth adalah berita yang jelas-jelas bohong tapi diulang-ulang dari berbagai penjuru dan setiap waktu agar orang percaya padahal bohong belaka.

Mahfud MD lantas memberi contoh adanya pertanyaan tentang dirinya yang jelas-jelas hoax dan menyesatkan.

 "Mana suara Mahfud dan BPIP tentang Papua kok diam saja?" kata Mahfud mengutip pertanyaan yang selalu ditebarkan.

 Padahal Mahfud sudah berbicara tentang Papua sejak awal peristiwa Papua itu meletus.

 Mahfud menjelaskan bahwa Rabu tanggal 21 Agustus 2019 dia bersama Menkum-HAM Yasona Laoly tampil di SCTV dalam dialog khusus soal Papua, bahkan dilengkapi dengan berita doorstop.

 Kemudian Jumat tanggal 23 Agustus 2019 dia bersama 9 tokoh berbicara dalam jumpa pers tentang Papua di Hotel Sahid dan dimuat oleh lebih dari 40 media mainstream maupun online.

 "Kok dibilang diam?" tekah Mahfud lagi yang lantas bercerita juga bahwa ada seorang profesor, kawan baiknya, yang  menanyakan hal yang sama.

 Karena yang bersangkutan profesor, namanya jelas, dan dianggap sebagai kawannya, maka Mahfud menjawab dan memintanya untuk tidak ikut mengembangkan berita bohong dan bodoh, eman-eman keterpelajarannya.

 Mahfud meminta sang profesor membuka jejak digital youtube dan Google untuk melihat berita tanggal 21 dan 23 Agustus tentang statement Mahfud terkait Papua.

 Setelah itu Sang Profesor mengatakan bahwa benar ada pernyataan-pernyataan saya tapi tak sesuai harapannya.

 "Hahaha, dia terjebak oleh hoax dan post truth, percaya pada berita bahwa saya diam dan setelah terbukti dirinya salah dia bilang kok tidak bilang begini dan begitu sesuai dengan harapannya," kata Mahfud sambil tertawa.

 Dalam pernyataannya tanggal 21 dan 23 Agustus 2019 itu terkait Papua Mahfud menyatakan empat hal.

Pertama, tak boleh ada sikap dan pernyataan rasis bagi saudara-saudara kita asal Papua.

 Kedua, Papua dan seluruh rakyatnya adalah bagian yang sah dari Indonesia.

 Ketiga, konstitusi dan hukum di Indonesia melarang adanya referendum untuk menentukan lagi nasib Papua dalam  hubungannya dengan Indonesia.

 Tapi penegakan hukum dilakukan dengan persuasif dulu sampai situasi tenang.

 "Yang diutamakan adalah kemanfaatan hukum, bukan kepastiannya semata."

Keempat, Konvensi Internasional PBB yang telah diratifikasi oleh Indonesia menentukan bahwa negara yang sudah berdaulat atas satu wilayah, termasuk Papua sebagai bagian dari Indonesia, dibolehkan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menegakkan kedaulatannya termasuk penegakan hukum dan, jika perlu, langkah militer.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini