TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi sorotan. Selain terdapat beberapa nama Capim yang diduga bermasalah, Pansel KPK pun disinyalir memiliki konflik kepentingan.
Pengamat Politik Exposit Strategic Arif Susanto mengungkap, masa depan KPK kini berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari 20 nama terkahir yang lolos seleksi, Presiden harus benar-benar memilih figur yang memiliki kredibilitas dan integritas.
Baca: IPW: KPK Butuh Pemimpin Baru yang Berkomitmen
"Sekarang bolanya ada di tangan presiden jadi presiden tidak mungkin menarik mundur proses, sehingga dari 20 ini harus dipastikan presiden sungguh-sungguh memilih 10 orang yang kira-kira kelemahannya itu paling minimum," ujar Arif dalam diskusi yang diselenggarakan Formappi di Matraman, Jakarta Timur, Minggu(1/9/2019).
Presiden menurutnya harus memberikan tekanan juga di DPR yang akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan Capim KPK. Sehingga menurutnya, lima komisioner yang terpilih nanti, benar-benar merupakan sosok yang terbaik dalam memimpin agenda pemberantasan korupsi.
"Presiden harus memberi semacam, bagaimanapun proses ini kan juga memiliki muatan politis, jadi harus ada tekanan dari Presiden sendiri kepada proses di DPR nanti, supaya prosesnya itu sungguh-sungguh menghasilkan pemimpin di KPK yang punya integritas dan keberanian," katanya.
Arief mempertanyakan keseriusan Pansel KPK, dalam mencari Capim yang benar-benar memiliki integritas. Karena menurut Arief dari 20 nama terkahir yang lolos seleksi terdapat beberapa yang diduga bermasalah dalam komitement pemberantasan korupsi.
Baca: Masuki Tahapan Akhir, Cara Kerja Panitia Seleksi Capim KPK Terus Menuai Kritiik
Mulai dari tidak melaporkan LHKPN, hingga pernah menggelar pertemuan dengan terperiksa. "Poblemnya adalah bahwa figur-figur yang sampai saat ini lolos sebagian itu diragukan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi," pungkasnya.
Pengamat Politik Ray Rangkuti menjelaskan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 yang terpilih dinilai akan menjadi penentu kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau konteks capim KPK salah pilih orang, dukungan kepada Jokowi juga akan turun," kata Ray.
"Karena Jokowi dianggap pionir dalam konteks pemberantasan korupsi. Kalau KPK jatuh, dukungan masyarakat kepada Jokowi juga akan turun di tengah parpol," tambah Ray Rangkuti.
Ray mengatakan, masa-masa saat ini menjadi berat bagi Jokowi karena ada beberapa isu yang menimpanya. Mulai dari isu rasial, politik identitas, hingga masalah Papua yang saat ini sedang bergulir.
Menurut Ray, dukungan politik kepada Jokowi, baik dari masyarakat maupun partai-partai pendukungnya, hanya diberikan pada 17 April 2019 lalu, ketika Pemilihan Umum (Pemilu) digelar.
Menurut Ray, ada juga kemungkinan bahwa pada 2019-2024, partai pengusung Jokowi bersama Ma'ruf Amin sudah tidak punya semangat untuk memberi dukungan penuh kepada mantan gubernur DKI Jakarta itu.
"Semua punya kalkulasi masing-masing.
Baca: Pemuda Muhammadiyah: Pansel Harus Tetap Fokus Hasilkan Capim KPK yang Berintegritas
Jokowi jangan bayangkan partai di belakangnya otomatis jadi pendukungnya. Saya ragu sembilan parpol itu punya kemauan untuk menjaga beliau," kata Ray.
"Kalau sudah begitu, ke mana Jokowi bergantung? Tidak lain kepada masyarakat," tambah Ray.
Baca: Direktur Eksekutif Lemkapi : Capim KPK yang Ada, Sangat Kredibel