TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko meminta bantuan Amerika Serikat untuk mengendalikan kondisi di Papua pascakerusuhan.
Moeldoko menyampaikannya, usai bertemu dengan Asisten Sekretaris Negara untuk Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik dari Amerika Serikat (AS), David R Stillwell, pada Senin (2/9/2019).
Baca: Bupati Muara Enim Kepala Daerah ke-43 yang Kena OTT KPK, Ternyata Pernah Ikrar Antikorupsi
Baca: Sebelum Dihantam Truk dari Belakang, Seorang Korban Selamat Mengaku Mencium Bau Menyengat
Dewan Pakar HRS Center Eggi Sudjana melihat langkah tersebut sama saja melanggar kedaulatan negara.
"Nah itu perspektif hukumnya itu melanggar kedaulatan negara," ucap Eggi saat ditemui di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Selasa (3/9/2019).
Eggi menuturkan, Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara punya tiga tugas penting bila berdasarkan pada UUD 1945.
Hal itu ialah menjaga tumpah darah rakyat Indonesia, mensejahterakan rakyat Indonesia, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Dalam konteks yang pertama tadi menjaga tumpah darah itu kok minta bantuan Amerika? Orang kita punya Kopassus kok, punya TNI yang bisa diandalkan, punya Brimob juga. Jago-jago semuanya, berani semuanya," ungkap Eggi.
Langkah meminta bantuan kepada negara adidaya itu bisa berdampak panjang pada kehadiran mereka di Indonesia.
Salah satunya mengundang intervensi, hingga mengundang pihak-pihak asing lainnya datang menginvasi Indonesia.
"Wah itu penjajahan model baru nantinya akan kita alami. Susah lagi, kalau orang sudah masuk dan merasa berjasa, bercokol, susah keluar lagi," jelas dia.
Untuk itu, Eggi meminta pemerintah batalkan rencana tersebut.
Menurutnya, dibanding meminta bantuan Amerika Serikat, lebih baik pemerintah memanfaatkan unit militer semisal Komando Pasukan Khusus (Kopassus), bahkan hingga tenaga rakyat sipilnya sendiri.
"Jadi saran itu mohon dibatalkan kalau itu, gunakanlah tenaga rakyat Indonesia juga, kalau TNI dalam konteks Kopasus itu dalam konteks Bimob nggak diizinin, rakyat mau kok," pungkas dia.