5 Pernyataan Wiranto Soal Kerusuhan di Papua, Singgung Benny Wenda hingga Bantah Libatkan Pihak Luar
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (menkopolhukan) Wiranto kembali memberikan pernyataan pers terkait kerusuhan di Papua Selasa (3/9/2019).
Bertempat di Ruang Media Center Kemenpolhukam, beberapa poin dipaparkan oleh Wiranto mulai dari bantahan pernyataan Benny Wenda hingga penormalan kembali akses internet di papua.
Berikut beberapa poin yang disampaikan Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenpolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019), Tribunnews.com rangkum dari tayangan BreakingNews KompasTV.
Tepis Pernyataan Benny Wenda
Wiranto membantah pernyataan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda yang menyebut pemerintah Indonesia tak memenuhi hak-hak masyarakat Papua.
Sosok Benny Wenda memang mendapat sinyal waspada dari pemerintah Indonesia.
Pasalnya, Benny Wenda merupakan penggerak gerakan separatisme di Indonesia karena masih memperjuangkan Papua Barat untuk merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Wiranto menghimbau agar masyarakat Indonesia tak terpengaruh dengan pernyataan Benny Wenda yang menurutnya tidak benar.
Sebelumnya seperti diterima Wiranto, Benny Wenda berujuar bahwa di papua setiap hari ada pembunuhan dan pelanggaran HAM, serta warga Papua dianaktirikan.
Hal tersebut dibantah dengan tegas oleh Menkopolhukam, bahwa masyarakat Papua telah dipenuhi hak dasarnya.
"Kemudian kalau bicara hak-hak dasar masyarakat Papua tidak dipenuhi, masalah hak ekonomi, politik, sosial, budaya merasa dikebiri oleh pemerintah misalnya. Itu tak benar," ujar Wiranto
"Tak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua dan Papua Barat," imbuhnya.
Baca: Wiranto: Masyarakat Jangan Terkecoh Pernyataan Benny Wenda
Bantah Pihak Luar Ikut Campur
Menkopolhukam Wiranto membantah anggapan jika Indonesia meminta bantuan Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus kerusuhan di Papua.
Ia menegaskan bahwa Indonesia akan menyelesaikan sendiri persoalan yang terjadi di Papua, pun demikian jika terjadi masalah di daerah lain.
Pihaknya tak ingin, kasus yang terjadi di Indonesia dicampuri bangsa lain.
"Kita tidak ingin urusan dalam negeri kita di campuri negara lain. Ini kan urusan kita, urusan rumah tangga kita, Papua Barat itu bagian sah dari timurnya Indonesia seperti yang lain,"
"Misal terjadi (masalah) di Madura , masa saya minta tolong Perancis. Terjadi kerusuhan di Banten, minta tolong Arab Saudi. Nggak bisa. Selesaikan sendiri, ada permasalahan kita selesaikan sendiri. Jadi itu nggak benar," tandasnya.
Sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sempat mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia ingin mendapat dukungan dari AS untuk menangani gejolak yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Hal itu disampaikan Moeldoko usai menerima Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik David R. Stilwell, di Kantor Staf Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/9).
"Yang sama-sama kami inginkan adalah kami juga ingin support (dukungan) Amerika atas kondisi yang terjadi di Papua. Dan beliau (David R. Stilwell) sangat support tentang kedaulatan," kata Moeldoko.
Baca: Menkopolhukam Wiranto Bantah Indonesia Minta Tolong Amerika terkait Kasus Papua
Tidak ada referendum untuk Papua
Dalam konferensi pers, Wiranto juga menegaskan bahwa tidak ada referendum untuk Papua dan Papua Barat.
Wiranto memberikan tanggapan terkait tuntutan referendum yang belakangan disuarakan oleh warga Papua.
Menurutnya, pihak-pihak yang menuntut referendum sebenarnya tidak menyadari apa yang terjadi selama ini.
"Kalau kita berbicara referendum, sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat untuk Papua dan Papua Barat disuarakan referendum," kata Wiranto.
Ia menilai bahwa konsep referendum adalah dalam konteks meminta rakyat menyatakan pilihannya apakah merdeka atau lepas dari negara penjajahnya.
Dalam hukum internasional, referendum bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tetapi wilayah Non-Self-Governing Territories.
Misalnya, Timor Timur yang merupakan provinsi seberang lautan dari Portugis.
Di PBB, Timor Timur memang bukan wilayah Indonesia, oleh karena itu, di sana boleh mengajukan referendum.
Namun, Papua dan Papua Barat sudah pernah referendum pada 1969.
"Sesuai prinsip-prinsip Piagam PBB, sudah dilaksanakan satu jajak pendapat yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB. Muncul resolusi 2524 yang sah, Papua dan Papua Barat (waktu itu Irian Barat) sah sebagai wilayah NKRI," jelas Wiranto.
"Keputusan PBB tidak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, nggak bisa. Sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi," lanjutnya.
Baca: Wiranto: Tidak Ada Referendum untuk Papua dan Papua Barat, Jangan Terkecoh Berita dari Benny Wenda
Akses Internet Kembali Normal
Dalam kesempatan tersebut, Wiranto turut memohon maaf kepada masyarakat terkait dampak kerusuhan di Papua yakni pembatasan akses data Internet.
Ia berjanji akan mengembalikan akses Internet seperti sedia kala jika situasi sudah kondusif.
Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Kepala BIN Jenderal (Purn) Budi Gunawan menyikapi dibukanya akses internet.
"Dari informasi yang kita dapa, dari analisis keamanan. Kita masih butuh waktu sebentar aja. Jadi tanggal 5 (September) nanti kalau keadaan betul- betul kondusif kita buka kembali," jelasnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan jumlah hoaks terkait kerusuhan di Papua sudah menurun.
"Hasutan sudah hampir nggak ada. Tone-nya sudah positif. Hoaksnya 10 persen, yang positif 90. Kondisi daerah kan sudah stabil," ucapnya.
Nantinya, apabila situasi kondusif ini berlangsung hingga Kamis (5/9) maka layanan data internet akan kembali dinormalkan.
Baca: Wiranto: 5 September Akses Internet di Papua Akan Dibuka Lagi Jika Sudah Kondusif
Pesan Wiranto
Dalam kesempatan konferensi pers tersebut, Wiranti juga mengatakan, pemerintah akan memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia termasuk Papua.
Ia dengan tegas menyatakan sejak Jokowi ditetapkan menjadi presiden pada 2014 silam, salah satu orientasinya adalah membangun daerah pinggiran, termasuk Papua dan Papua Barat.
Bukan hanya ngomong, bukan hanya rencana, tapi sudah dibuktikan 4 tahun lebih ini. Kunjungan beliau yang sering ke sana, ngecek sendiri rencana pembangunan, infrastruktur, rencana pembangunan fasilitas-fasilitas kesejahteraan masyarakat, kesehatan, pendidikan, pos lintas batas yang megah," papar Wiranto.
Dikatakan Wiranto, berita-berita soal keadilan Pemerintah terhadap rakyat Papua sering digunakan oleh pihak-pihak yang mendeskreditkan dan mendelegitaimasi pemerintah.
"Seakan pemerintah tidak adil terhadap provinsi Papua dan Papua Barat dalam konteks pembangunan nasional. Sehingga diharapkan ada kekecewaan, ketidaksenangan dari masyarakat Papua dan Papua Barat," ungkapnya.
(Tribunnews.com/tio)