TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mempertanyakan pihak yang meminta personel TNI-Polri ditarik dari Papua dan Papua Barat.
Ryamizard mengatakan, penarikan TNI-Polri tak mungkin dilakukan mengingat tugas TNI dan Polri adalah menjaga keamanan negara.
Ia pun berpegang pada pertanyaan presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri bahwa 'seribu kali pejabat gubernur di Papua diganti, Papua tetap di sana. Tetapi satu kali TNI dan Polri ditarik dari tanah Papua, besok Papua merdeka.
Baca: 7532 Personel TNI dan Polri Dikerahkan Amankan Laga Timnas Indonesia Vs Malaysia
Baca: Aulia Tampak Tenang Saat Jalani Rekonstruksi Pembunuhan Suami dan Anak Tirinya di Rumah Lebak Bulus
Baca: YouTuber Pembuat Konten Provokatif Kolase Kerusuhan Asrama Papua, Pelaku Ditangkap di Kebumen
"Ini yang jadi acuan kita, karena banyak sekali orang yang menyuruh-nyuruh tentara pulang. Ini ada apa maksudnya?," kata Ryamizard dalam rapat bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Ryamizard mengatakan, TNI memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Ia menegaskan, tidak ada kompromi apapun terhadap musuh yang ingin mencoba mengganggu keutuhan NKRI.
"Perlu kita ketahui, kalau TNI melaksanakan tugasnya, maka tak ada kompromi. Musuh negara harus dihancurkan," ujar dia.
Selanjutnya, Ryamizard mengatakan, saat ini ada tiga ancaman dalam pertahanan negara, yaitu pertahanan nyata, belum nyata dan sangat nyata.
Ia pun mengatakan, ancaman yang paling berbahaya berupa ancaman pada pola pikir atau mindset seluruh warga negara terkait pemisahan suatu wilayah dari NKRI.
"Dan ancaman ketiga yang paling berbahaya adalah ancaman mindset seluruh rakyat negara Indonesia yang berusaha memecah belah, yakni ancaman terhadap Pancasila dan segala bentuk ancaman pemisahan diri terhadap NKRI," pungkas dia.
Berita ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Prinsip Ryamizard: Satu Kali TNI/Polri Ditarik, Besok Papua Merdeka
Polri tetapkan tersangka
Tersangka kasus kerusuhan di Papua dan Papua Barat terus bertambah.
Terakhir, jumlah tersangka dari peristiwa di dua wilayah tersebut sudah mencapai 78 orang.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan untuk kerusuhan di Papua, tersangkanya tercatat ada 57 orang.
Adapun rinciannya adalah 33 tersangka di Jayapura, 10 tersangka di Timika, dan 14 tersangka di Deiyai.
"Jumlah tersangka jadi 57 orang untuk Papua," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).
Sementara di Papua Barat, total ada 21 tersangka.
Baca: Rudiantara Sebut Gejolak Papua Sudah Jadi Isu Internasional
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengungkap mantan kader Perindo Sayang Mandabayan menambah daftar tersangka di wilayah Manokwari menjadi 9 orang.
Untuk wilayah Sorong dan Fakfak sendiri tak mengalami penambahan tersangka dari sebelumnya.
Di Sorong ada tujuh tersangka, sementara Fakfak lima tersangka.
"Sorong 7 tersangka, Fakfak 5 tersangka. Jadi total (Papua Barat) 21 tersangka," ucapnya.
Baca: Terseret Kasus Elza Syarief & Nikita Mirzani hingga Berujung Dilaporkan, Hotman Paris: Ada Kompor?
Atas perbuatan para tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 212 KUHP mengenai perlawanan terhadap petugas, Pasal 170 ayat 1 KUHP mengenai kerusuhan, 385 KUHP, 187 KUHP, 160 KUHP tentang penghasutan, serta Pasal 1 dan 2 UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.
Lebih lanjut, Dedi juga mengatakan di Jawa Timur pihaknya telah menetapkan tiga tersangka terkait diskriminasi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan juga provokasi di media sosial. Mereka adalah TS, SA dan juga VK.
Baca: Usman Hamid Sebut Veronica Koman Bukan Pelaku Kriminal, Begini Reaksi Penoton Mata Najwa
Sementara Polda Metro Jaya, disebut jenderal bintang satu itu telah menetapkan 8 tersangka terkait aksi mengibarkan Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara.
Status Benny Wenda
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan status kewarganegaraan ketua United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) Benny Wenda sudah hilang.
Hal tersebut disampaikan Wiranto saat konferensi pers di kantornya, Kemenkopolhukam, Kamis (5/9/2019) di Jakarta.
"Kemarin kan teman-teman tanya statusnya apa. Ternyata setelah kami cek status WNI dari yang bersangkutan (Benny Wenda) sudah hilang. Sesuai perundang-undangan sudah menetap lebih dari lima tahun di negara lain, tanpa melaporkan diri," tegas Wiranto.
Baca: Benny Wenda Akhirnya Bicara soal Kerusuhan Papua, Ancam Papua Bisa Menjadi Timor Timur Berikutnya
Masih menurut Wiranto, saat ini Benny Wenda diangkat menjadi warga kehormatan Oxford dari Pemerintah Inggris, bukan kehormatan dari Kerajaan Inggris.
Wiranto menambahkan di tahun 2004, Benny Wenda mendirikan Free West Papua Campaign di Kota Oxford Inggris dan International Parlement for West Papua tahun 2008.
Baca: Pedagang Kecil Jualan di Trotoar Pasar Tanah Abang Minta Dikasih Tempat Layak
Lalu pada 2011 Interpol mengeluarkan Red notice kepada Benny Wenda atas laporan dari Polri.
Tapi hal itu dicabut kembali pada 2012 dengan pertimbangan politis.
Kembali mantan Panglima ABRI ini menegaskan bahwa laporan dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Benny Wenda adalah aktor dibalik demonstrasi yang berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Penjahat politik
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto secara tegas menyebut terduga dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat, Benny Wenda sebagai penjahat politik.
"(Red, Benny Wenda) itu bukan penjahat perang, tapi penjahat politik," ucap Wiranto saat jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019).
Pernyataan Wiranto itu merujuk bagaimana langkah-langkah pemerintah yang telah melakukan langkah counter narasi di ranah Internasional atas tuduhan yang disampaikan Benny.
Baca: Anaknya yang Berkebutuhan Khusus Ngamuk di Pesawat, Penumpang Ini Justru Dapat Catatan Manis
"Ya langkah-langkah itu ada, intersepsi ada, pencegahan ada, counter narasi ada, langkah-langkah counter provokasi di PBB sana ada, di kedutaan-kedutaan besar ada," kata Wiranto.
Wiranto juga mengatakan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga sudah menyiapkan counter narasi untuk mengimbangi tuduhan Benny Wenda soal penanganan konflik Papua oleh pemerintah Indonesia.
"Narasi dari Kemenlu sudah disiapkan. Kita sendiri sudah menghubungi teman-teman di negara Pasifik Selatan. Sudah, ya, ada selalu. Kita tidak diam," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Benny Wenda merupakan aktor penunggang yang menyebabkan kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Baca: Polri Gandeng Interpol Buru Veronica Koman
"Ya jelas toh, jelas Benny Wenda itu (aktor kerusuhan)," ujar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Menurut Moeldoko, Benny Wenda saat ini tinggal di Inggris dan menjadi pimpinan gerakan Papua Merdeka.
Selama ini Benny Wenda telah melakukan pergerakan politik di luar negeri di luar negeri.
Baca: Mayat Pria Bercincin Tulisan Nina Ditemukan di Kebun Kosong Depok, Ada Luka di Kepala Korban
Bahkan, Moeldoko melihat Benny telah menyebarkan informasi tidak benar kepada pihak asing maupun masyarakat Bumi Cenderawasih.
"Dia mobilisasi informasi yang missed, yang tidak bener. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris lah," ucap Moeldoko.