TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sosial Dialog Jawa Barat mengadakan pelatihan tentang “Upaya Meningkatkan Efektifitas Pengelolaan Perkebunan dan Sosialisasi Kekerasan Berbasis Gender (GBV) di Lingkungan Kerja” bagi sektor perkebunan yang tergabung dalam Perjanjian Kerja Bersama Multi Perusahaan (PKB Multi Perusahaan) GPP 44 perusahaan perkebunan swasta di Jawa Barat dan Banten.
Pelatihan ini diadakan pada 31 Juli sampai 1 Agustus 2019 bertempat di PP-PAUD Dikmas, Lembang, Jawa Barat, atas dukungan dari CNV Internationaal Belanda melalui program “Program Kemitraan Stategis”.
Pelatihan ini ditujukan bagi perwakilan managemen perusahaan dan perwakilan serikat buruh/pekerja di perusahaan yang tergabung dalam GPP PKB Multi Perusahaan.
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan perkebunan dimana kondisi perkebunan di Jabar dan Banten saat ini dirasa kurang optimal.
Baca: Moeldoko Gantikan Wiranto, Ahok jadi Menpan RB, Daftar Terbaru Calon Menteri Jokowi yang Mengemuka
Baca: 15 Nama Berpeluang Jadi RI 1 Selanjutnya, Ada 4 Kepala Daerah dan Ridwan Kamil dapat Catatan Khusus
Menurut, Koordinator Regional Sosial Dialog, Widarini, satu kendala yang dihadapi sektor perkebunan saat ini adalah regenerasi pekerja.
Pekerja di sektor perkebunan setiap tahun semakin berkurang dikarenakan pekerjaan di perkebunan kurang diminati khususnya oleh anak muda.
"Banyak lulusan SMA/SMK yang lebih memilih bekerja di pabrik atau menjadi TKW/TKI, sehingga saat ini para pekerja diperkebunan rata-rata mereka yang berusia diatas 40 tahun," ujar Widarini dalam keterangannya, Jumat (6/9/2019) dalam keterangannya.
Topik pelatihan dibagi menjadi beberapa tema pelatihan, seperti Sistem Informasi dan Pelaporan Terintegrasi Gangguan Usaha Perkebunan (SILAGUP), Budidaya Pertanian dan Perkebunan yang Ramah Lingkungan, Upaya Mempertahankan Keberadaan dan Perkebunan, serta Kekerasan Berbasis Gender (GBV).
Perwakilan Serikat Pekerja PT. Nyalindung Perkebunan Karet, Wiku Wicakso, mengatakan manfaat dari pelatihan ini selain berguna untuk perusahaan juga bermanfaat bagi para pekerja.
"Materi yang disampaikan mengenai produktifitas dan hal-hal apa saja yang bisa diperbaiki di perkebunan serta bagaimana menambah nilai jual," katanya.
"Selain itu, sesama karyawan perkebunan bisa saling berbagi pengalaman mengenai banyak hal terutama masalah-masalah di perkebunan dan juga kita mengharapkan campur tangan dari Pemerintah dalam meningkatkan produksi, menciptakan produksi hilir dan buyer dalam komoditas-komoditas tertentu”, ujarnya menambahkan.
Ketua Umum GPP Jabar-Banten, R.H.S. Slamet Bangsadikusumah mengatakan apabila ingin menciptakan suasana kebun yang subur, aman dan nyaman perlu dibangun dari dalam dan bantuan dari luar.
"Dari dalam perlu menciptakan budaya kerja seperti pelatihan membangun budaya kerja yang kondusif, pelatihan hubungan industri yang harmonis ditempat kerja, dan pelatihan lainnya, serta tetap mempertahankan eksistensi perkebunan," katanya.
Dr, Achad Imron Rosyadi, MS,.CAP, selaku Sekertaris Umum GPP Jabar-Banten menyampaikan, “kita harus mulai peduli dengan konsumen yang mengkonsumsi produk-produk pertanian yang sehat. Telah ada inovasi dari anggota GPP dengan bahan-bahan nabati yang tidak berbahaya bagi manusia dan berhasil mengendalikan hama dan penyakit serta ramah lingkungan, dan saat ini produknya sedang dalam proses pengembangan”.
“Kerjasama dengan Sosial Dialog melalui berbagai kegiatan harus tetap berlanjut dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bisa mendorong tumbuhnya industri hilir, contohnya perusahaan perkebunan harus mampu menghasilkan produk-produk turunan dari hasil komoditi perkebunan seperti teh dibikin sabun atau alat kosmetik, karet dsb.”, pintanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Jabar, Ari Hendarmin berpendapat “Pelatihan yang dilaksanakan oleh Sosial Dialog Jabar ini bagus untuk meningkatkan kompetensi para pekerja perkebunan dalam meningkatkan produktifitas di perusahaan” kata dia.
Kekerasan Gender Dilingkungan Kerja
Selain tema Upaya meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi di Sektor Perkebunan, pelatihan kali ini juga mengangkat tema tentang Kekerasan Berbasis Gender (Gender Based Violence/GBV) di Lingkungan Kerja yang di pandu oleh perempuan Mahardika sebagai salah satu Mitra Proyek Kemitraan Strategis dari Mondiaal FNV.
Buruh perempuan masih menghadapi berbagai kekerasan berbasis gender di lingkungan kerja, bentuk kekerasan yang muncul pun dalam berbagai wujud. Kekerasan gender kerap terjadi akan tetapi jarang terpantau oleh pihak berwenang yang mengawasi dan juga penindakannya.
Peneliti Perempuan Mahardhika, Vivi Widyawati dalam pelatihan ini menekankan pentingnya sosialisasi tentang GBV secara berkala untuk membangun dialog antara Serikat Buruh, Pemberi Kerja serta Buruh itu sendiri, sehingga persoalan-persoalan berkaitan dengan GBV ditempat kerja bisa dibicarakan secara bersama.
"Selama ini banyak terjadi kekerasan dan pelecehan berbasis gender ditempat kerja dan salah satunya di sektor perkebunan. Akan tetapi hal ini seperti terabaikan, dikarenakan belum adanya payung hukum yang membicarakan perlindungan dalam aspek kekerasan berbasis gender, sehingga persoalan ini sulit ditangani," katanya.
Dilain hal, kuatnya norma budaya yang masih menempatkan perempuan di posisi marjinal dan subordinat membuat perempuan kurang bisa bersuara menyerukan haknya. Sebagai contoh adalah ketika perempuan mengalami pelecehan seksual ditempat kerja sedangkan pelaku kekerasan mempunyai kedekatan dengan penguasa, mengakibatkan banyak korban perempuan yang tidak berani untuk melaporkan, ungkapnya.
Membawa isu kekerasan berbasis gender di perburuhan menjadi sama pentingnya dengan isu upah layak. Selain itu, juga untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi buruh baik perempuan dan laki-laki.
Tanggal 21 Juni 2019 yang lalu adalah momen baik khususnya bagi buruh/pekerja perempuan, dimana ILO menerbitkan Konvensi Nomor 190 Tahun 2019 (KILO 190) tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Konvensi ini memuat berbagai ketentuan antara lain mengakui hak setiap orang, tanpa pandang bulu, atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk yang berbasis gender.
KILO 190 juga mencakup keselamatan dan keamanan para calon pekerja yang selama ini belum terakomodasi dengan cukup baik. KILO 190 tentunya menjadi buah manis hasil perjuangan panjang serikat pekerja dalam menuntut hak atas rasa aman dan nyaman di tempat kerja.
Setelah KILO 190 ini terbit, harapannya supaya Pemerintah untuk segera meratifikasi konvensi KILO beserta rekomendasinya dan juga segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena keduanya saling melengkapi.
Selain itu, juga perlu mendorong Pemerintah mengeluarkan aturan hukum yang mengikat bagi dunia usaha dan organisasi pemberi kerja untuk menciptakan mekanisme sistem pencegahan, penanganan dan tindak lanjut pelecehan seksual di tempat kerja, disertai dengan sanksi-sankinya supaya menjadi legal formal dan ramah terhadap buruh/pekerja perempuan.
Sambil menunggu komitmen dari Pemerintah untuk meratifikasi KILO 190, pelaku usaha diharapkan untuk memulai melakukan pencegahan pelecehan seksual dengan menunjukkan komitmen dengan pemberikan pelatihan tentang GBV, dimana materi pelatihan tentang kekerasan berbasis gender dilingkungan kerja perlu diikuti, baik oleh kaum perempuan dan laki-laki.
Selain itu juga mengeluarkan kebijakan tertulis dan menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan tersebut. Yang juga sangat penting dilakukan oleh pelaku usaha adalah menindaklanjuti kasus pelecehan apapun itu bentuknya dan memberikan dukungan rehabilitasi bagi korban dan saksi mata, serta melakukan evaluasi internal atas kebijakan yang ada di perusahaan.
Presiden KSBSI dan juga selaku Koordinator National Forum Sosial Dialog Jabar, Elly Rosita Silaban, berpendapat, kegiatan pelatihan ini adalah kegiatan yang penting untuk dilakukan secara terus menerus, terutama tema tentang kekerasan berbasis gender.
"Acara kali ini sekaligus untuk mensosialisasikan Konvensi KILO 190 tersebut agar diketahui oleh kayalak terutama buruh/pekerja dan pelaku usaha," ungkapnya.